YLKI mengapresiasi kenaikan cukai rokok

id cukai rokok,YLKI,tulus abadi

YLKI mengapresiasi kenaikan cukai rokok

Ilustrasi - Seorang petugas menunjukkan barang bukti pita cukai rokok palsu di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Kudus, Jateng, Rabu (17/10) (FOTO ANTARA/Andreas F Atmoko)

Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengapresiasi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 192/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris karena dapat melindungi konsumen dari paparan zat adiktif, seperti tembakau.

"Mengapa kita sambut baik, karena cukai rokok itu dilakukan untuk dimensi perlindungan konsumen karena cukai rokok itu memang berfungsi untuk perlindungan pada konsumen bahkan calon konsumen dari paparan zat adiktif seperti tembakau," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Dia berharap, dengan naiknya harga rokok, konsumen dapat mengurangi konsumsi rokok.

Baca juga: Laranga penjualan rokok batangan demi cegah perokok anak

Kenaikan cukai rokok ini, menurut dia, perlu dilakukan karena harga rokok di Indonesia termasuk yang termurah di dunia.

"Cukai rokok kita saat ini merupakan cukai yang tergolong paling rendah di dunia dan kemudian harganya juga menjadi harga rokok yang termurah di dunia," katanya.

Selain kenaikan cukai rokok, hal lain yang perlu untuk diperhatikan adalah masih maraknya penjualan rokok secara eceran.

Tulus mengatakan meskipun cukai rokok dinaikkan, harga rokok per batang masih terlalu murah untuk dibeli masyarakat kelas menegah bawah, remaja, dan anak-anak.

"Kenaikan cukai rokok yang terakhir dengan 12 persen itu, kalau dijual per batang, rata-rata konsumen masih bisa membeli rokok itu secara batangan dengan harga kurang dari Rp2.000, jadi rata-rata konsumen bisa membeli rokok Rp1.900 per batang," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah memberikan larangan penjualan rokok secara eceran.

"Rokok ini merupakan produk yang kena cukai dan merupakan racun atau zat adiktif, tapi dijual ketengan seperti kita membeli kacang goreng atau permen," katanya.