Bandarlampung (ANTARA) - Kehidupan makhluk, termasuk manusia, tidak terlepas dari keberadaan air dan terjaganya sanitasi agar tidak mencemari air. Hanya saja, isu mengenai air dan sanitasi ini masih perlu terus digaungkan agar masyarakat lebih peduli untuk upaya pelestarian, demi masa depan Bumi dan kehidupan.
Sejumlah pemuda di Provinsi Lampung menunjukkan kepeduliannya pada masalah air, khususnya terkait kebersihan dan sanitasi, sekaligus mempraktikkannya di tengah masyarakat.
Keterlibatan para generasi muda dalam mengedukasi masyarakat untuk lebih peduli menjaga air dari pencemaran serta dampak yang timbul dari pencemaran air akibat sanitasi buruk, seperti membuang hajat di sungai dan laut, hingga pengelolaan jamban layak di permukiman penduduk.
Iffah Rachmi (36), menjadi salah satu inisiator terbentuknya organisasi akar rumput pemuda di Lampung yang khusus menunjukkan kepedulian pada permasalahan terkait air. Perempuan itu bukan asli Lampung, melainkan berasal dari Bandung, Jawa Barat, namun kecintaannya terhadap perbaikan keadaan di daerah berjuluk "Sai Bumi Ruwa Jurai" ini sangat tinggi.
Lulusan jurusan jurnalistik (bukan lingkungan) ini terus memperluas peran pemuda untuk melakukan praktik baik dalam upaya pelestarian dan masalah sanitasi tersebut lewat satu gerakan di satu kelurahan.
Pencapaian terbesar gerakan pemuda akar rumput itu ketika mendapatkan penghargaan prestisius tingkat internasional, yakni "Kyoto World Water Grand Prize 2024" dalam perhelatan Forum Air Sedunia di Bali di Mei 2024.
Sebenarnya isu mengenai water sanitation hygiene (WASH) ini di Provinsi Lampung termaktub dalam berbagai program kesehatan lingkungan (kesling) di puskesmas-puskesmas, namun tanpa keterlibatan masyarakat luas, program itu akan menghadapi kendala untuk implementasi di lapangan.
Permasalahan kesehatan, yakni stunting, perekonomian yang terganggu, pendidikan tidak maksimal, hingga regenerasi generasi selanjutnya yang terganggu adalah dampak yang ditimbulkan dari perilaku warga membuang air besar sembarangan, termasuk di sungai.
Berdasarkan riset terbaru dari Kementerian Kesehatan pada 2021, sekitar 70 persen air minum di Kota Bandarlampung tercemar oleh tinja. Rembesan kotoran manusia dari jamban yang letaknya terlalu dekat dengan sumber air, terutama di permukiman padat penduduk, juga menjadi isu yang perlu terus dimasifkan agar masyarakat lebih peduli.
Dengan berbagai permasalahan kesadaran kesehatan terkait air itu, Iffah bersama para pemuda lain yang tergabung dalam "Youth Sanitation Concern" memulai praktik baik untuk membumikan isu sumber daya air berkelanjutan serta sanitasi secara luas ke masyarakat, melalui pendekatan komunikasi perilaku.
Proyek inisiasi pertama para pemuda Lampung yang peduli tentang isu air bersih, sanitasi, dan kebersihan ini dimulai dari salah satu daerah padat penduduk di Kota Bandarlampung, tepatnya di Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Teluk Betung Selatan.
Satu rukun tetangga (RT) ada sekitar 500 orang dengan 101 kepala keluarga (KK), di Kelurahan Pesawahan tersebut sebenarnya memiliki sarana mandi cuci kakus (MCK) komunal yang dibangun sejak 2009, namun kondisinya sudah rusak, sehingga masyarakat kembali buang air besar di sungai atau laut, seperti kebiasaan lama.
Pada saat pandemi COVID-19 masih berlangsung, para pemuda di bawah koordinator Iffah berupaya membangun kepercayaan serta meningkatkan partisipasi masyarakat agar mau belajar tidak membuang air besar di sungai serta laut.
Langkah mengubah perilaku masyarakat itu dimulai dengan pendekatan ke pemuda setempat, lalu mencoba memperbaiki MCK komunal yang rusak dengan mengajari mereka membuat desain agar MCK. Mereka juga mencari pendanaan serta mengidentifikasi kerusakan serta permasalahan tidak adanya sumber air bersih bagi masyarakat untuk membuang hajat dan mandi.
Pendekatan Iffah dan kawan-kawan itu tidak mudah atau langsung diterima oleh warga. Tidak mudah mengubah kebiasaan mereka membuang hajat di sungai atau laut. Kala itu, masyarakat enggan untuk berpartisipasi. Karena itu, untuk rencana perbaikan MCK komunal tersebut baru bisa terlaksana dua bulan setelah para pemuda berkomunikasi dengan warga.
Akhirnya masyarakat mulai ikut serta melakukan hal kecil, dengan membersihkan sarana MCK tersebut. Lama kelamaan partisipasi masyarakat meningkat, hingga mereka bersedia membayar jasa tukang untuk membangun MCK, sedangkan material bangunan disediakan oleh organisasi yang dibentuk Iffah dan kaum muda lainnya.
Para pemuda yang tergabung dalam Youth Sanitation Concern tengah melakukan perbaikan sarana MCK milik warga di area padat penduduk di Kota Bandarlampung. (ANTARA/HO-Iffah Rachmi YSC)
Partisipasi aktif masyarakat terus berlanjut hingga penyediaan penggantian pompa tenaga surya sebanyak empat kali dilakukan secara swadaya.
Kesadaran untuk menjaga infrastruktur MCK komunal itu terbentuk karena masyarakat sudah merasakan manfaatnya serta memiliki rasa memiliki terhadap sarana MCK komunal tersebut.
Empat tahun terakhir ini, kaum muda peduli air itu selalu hadir untuk warga, dengan melakukan pengawasan karena di kelurahan itu ada kelompok pengelola sarana. Hasilnya, ternyata warga melakukan piket bergantian untuk menjaga MCK dan merawatnya.
Iffah kemudian semakin bersemangat untuk terus mendorong anak muda, tidak peduli latar belakangnya apa, untuk melakukan praktik-praktik baik di masyarakat.
Selain menjadi penggerak di tengah masyarakat, para pemuda itu pun terus berperan aktif menyebar luaskan isu air, kebersihan, dan sanitasi, dengan menjadi pembicara di berbagai forum regional, nasional, bahkan berkesempatan di berbagai forum internasional.
Para pemuda itu telah memasuki regenerasi dalam masa 2-3 tahun berkecimpung di gerakan penyelamatan air, sembari menyelesaikan pendidikan. Saat masuk ke dunia kerja, mereka pun menjadi pelopor, penggagas di lingkup kerja masing-masing dengan berbagai profesi untuk menyerukan isu yang sama.
Gerakan ini sudah berjalan enam tahun, dan banyak pemuda yang sudah berkontribusi dengan berbagai kreativitas dan talentanya untuk menyebarkan dan mengubah perilaku masyarakat agar lebih arif dalam menggunakan sumber daya air, menjaga kebersihan dan sanitasi.
Air adalah sumber kehidupan, tanpa air makhluk hidup akan mati, dan air menjadi komponen dominan dalam tubuh manusia.
Di sisi lain air juga bisa menimbulkan konflik antarmanusia, bahkan antarnegara bila sumbernya hilang atau tercemar, namun air yang bersih juga bisa mendukung kesejahteraan bagi manusia serta semua makhluk hidup.
Oleh karena itu peran pemuda tidak bisa dipandang sebelah mata, dalam membantu menjaga tetap tersedia dan terjaganya sumber daya air, melalui penerapan sanitasi yang baik dan kebersihan yang terjaga.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Potret keberhasilan gerakan peduli air dan sanitasi pemuda Lampung
Sejumlah pemuda di Provinsi Lampung menunjukkan kepeduliannya pada masalah air, khususnya terkait kebersihan dan sanitasi, sekaligus mempraktikkannya di tengah masyarakat.
Keterlibatan para generasi muda dalam mengedukasi masyarakat untuk lebih peduli menjaga air dari pencemaran serta dampak yang timbul dari pencemaran air akibat sanitasi buruk, seperti membuang hajat di sungai dan laut, hingga pengelolaan jamban layak di permukiman penduduk.
Iffah Rachmi (36), menjadi salah satu inisiator terbentuknya organisasi akar rumput pemuda di Lampung yang khusus menunjukkan kepedulian pada permasalahan terkait air. Perempuan itu bukan asli Lampung, melainkan berasal dari Bandung, Jawa Barat, namun kecintaannya terhadap perbaikan keadaan di daerah berjuluk "Sai Bumi Ruwa Jurai" ini sangat tinggi.
Lulusan jurusan jurnalistik (bukan lingkungan) ini terus memperluas peran pemuda untuk melakukan praktik baik dalam upaya pelestarian dan masalah sanitasi tersebut lewat satu gerakan di satu kelurahan.
Pencapaian terbesar gerakan pemuda akar rumput itu ketika mendapatkan penghargaan prestisius tingkat internasional, yakni "Kyoto World Water Grand Prize 2024" dalam perhelatan Forum Air Sedunia di Bali di Mei 2024.
Sebenarnya isu mengenai water sanitation hygiene (WASH) ini di Provinsi Lampung termaktub dalam berbagai program kesehatan lingkungan (kesling) di puskesmas-puskesmas, namun tanpa keterlibatan masyarakat luas, program itu akan menghadapi kendala untuk implementasi di lapangan.
Permasalahan kesehatan, yakni stunting, perekonomian yang terganggu, pendidikan tidak maksimal, hingga regenerasi generasi selanjutnya yang terganggu adalah dampak yang ditimbulkan dari perilaku warga membuang air besar sembarangan, termasuk di sungai.
Berdasarkan riset terbaru dari Kementerian Kesehatan pada 2021, sekitar 70 persen air minum di Kota Bandarlampung tercemar oleh tinja. Rembesan kotoran manusia dari jamban yang letaknya terlalu dekat dengan sumber air, terutama di permukiman padat penduduk, juga menjadi isu yang perlu terus dimasifkan agar masyarakat lebih peduli.
Dengan berbagai permasalahan kesadaran kesehatan terkait air itu, Iffah bersama para pemuda lain yang tergabung dalam "Youth Sanitation Concern" memulai praktik baik untuk membumikan isu sumber daya air berkelanjutan serta sanitasi secara luas ke masyarakat, melalui pendekatan komunikasi perilaku.
Proyek inisiasi pertama para pemuda Lampung yang peduli tentang isu air bersih, sanitasi, dan kebersihan ini dimulai dari salah satu daerah padat penduduk di Kota Bandarlampung, tepatnya di Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Teluk Betung Selatan.
Satu rukun tetangga (RT) ada sekitar 500 orang dengan 101 kepala keluarga (KK), di Kelurahan Pesawahan tersebut sebenarnya memiliki sarana mandi cuci kakus (MCK) komunal yang dibangun sejak 2009, namun kondisinya sudah rusak, sehingga masyarakat kembali buang air besar di sungai atau laut, seperti kebiasaan lama.
Pada saat pandemi COVID-19 masih berlangsung, para pemuda di bawah koordinator Iffah berupaya membangun kepercayaan serta meningkatkan partisipasi masyarakat agar mau belajar tidak membuang air besar di sungai serta laut.
Langkah mengubah perilaku masyarakat itu dimulai dengan pendekatan ke pemuda setempat, lalu mencoba memperbaiki MCK komunal yang rusak dengan mengajari mereka membuat desain agar MCK. Mereka juga mencari pendanaan serta mengidentifikasi kerusakan serta permasalahan tidak adanya sumber air bersih bagi masyarakat untuk membuang hajat dan mandi.
Pendekatan Iffah dan kawan-kawan itu tidak mudah atau langsung diterima oleh warga. Tidak mudah mengubah kebiasaan mereka membuang hajat di sungai atau laut. Kala itu, masyarakat enggan untuk berpartisipasi. Karena itu, untuk rencana perbaikan MCK komunal tersebut baru bisa terlaksana dua bulan setelah para pemuda berkomunikasi dengan warga.
Akhirnya masyarakat mulai ikut serta melakukan hal kecil, dengan membersihkan sarana MCK tersebut. Lama kelamaan partisipasi masyarakat meningkat, hingga mereka bersedia membayar jasa tukang untuk membangun MCK, sedangkan material bangunan disediakan oleh organisasi yang dibentuk Iffah dan kaum muda lainnya.
Partisipasi aktif masyarakat terus berlanjut hingga penyediaan penggantian pompa tenaga surya sebanyak empat kali dilakukan secara swadaya.
Kesadaran untuk menjaga infrastruktur MCK komunal itu terbentuk karena masyarakat sudah merasakan manfaatnya serta memiliki rasa memiliki terhadap sarana MCK komunal tersebut.
Empat tahun terakhir ini, kaum muda peduli air itu selalu hadir untuk warga, dengan melakukan pengawasan karena di kelurahan itu ada kelompok pengelola sarana. Hasilnya, ternyata warga melakukan piket bergantian untuk menjaga MCK dan merawatnya.
Iffah kemudian semakin bersemangat untuk terus mendorong anak muda, tidak peduli latar belakangnya apa, untuk melakukan praktik-praktik baik di masyarakat.
Selain menjadi penggerak di tengah masyarakat, para pemuda itu pun terus berperan aktif menyebar luaskan isu air, kebersihan, dan sanitasi, dengan menjadi pembicara di berbagai forum regional, nasional, bahkan berkesempatan di berbagai forum internasional.
Para pemuda itu telah memasuki regenerasi dalam masa 2-3 tahun berkecimpung di gerakan penyelamatan air, sembari menyelesaikan pendidikan. Saat masuk ke dunia kerja, mereka pun menjadi pelopor, penggagas di lingkup kerja masing-masing dengan berbagai profesi untuk menyerukan isu yang sama.
Gerakan ini sudah berjalan enam tahun, dan banyak pemuda yang sudah berkontribusi dengan berbagai kreativitas dan talentanya untuk menyebarkan dan mengubah perilaku masyarakat agar lebih arif dalam menggunakan sumber daya air, menjaga kebersihan dan sanitasi.
Air adalah sumber kehidupan, tanpa air makhluk hidup akan mati, dan air menjadi komponen dominan dalam tubuh manusia.
Di sisi lain air juga bisa menimbulkan konflik antarmanusia, bahkan antarnegara bila sumbernya hilang atau tercemar, namun air yang bersih juga bisa mendukung kesejahteraan bagi manusia serta semua makhluk hidup.
Oleh karena itu peran pemuda tidak bisa dipandang sebelah mata, dalam membantu menjaga tetap tersedia dan terjaganya sumber daya air, melalui penerapan sanitasi yang baik dan kebersihan yang terjaga.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Potret keberhasilan gerakan peduli air dan sanitasi pemuda Lampung