Bandarlampung (ANTARA) - Pemadaman listrik besar-besaran di sebagian wilayah Sumatera, termasuk Lampung, pada Juni tahun lalu, karena gangguan transmisi pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 275 kV Lubuklinggau-Lahat di Sumatera Selatan, telah berdampak pada seluruh sistem kelistrikan di Sumatera.
Kejadian ini menyebabkan pemadaman meluas di Lampung, mengganggu aktivitas warga, usaha, dan layanan publik. Dalam kondisi tersebut, warga kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari seperti menggunakan peralatan elektronik, memasak, dan berkomunikasi.
Kegiatan usaha juga terkena dampak, seperti usaha fotokopi dan rental komputer terpaksa berhenti beroperasi sehingga mengalami kerugian. Beberapa kantor pelayanan publik tidak bisa beroperasi sementara, memaksa warga menunda urusan administrasi mereka.
Namun, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) memastikan bahwa operasional pembangkit listrik di Area Ulubelu tetap stabil dan aman.
Gangguan pada jaringan transmisi eksternal tidak memengaruhi operasional internal pembangkit. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulubelu dirancang untuk memiliki sistem yang andal dan dapat terus beroperasi meskipun terjadi gangguan di luar pembangkit.
PLTP Ulubelu hanya berperan sebagai salah satu pembangkit listrik yang menyalurkan pasokannya ke sistem transmisi PLN, tetapi bukan penyebab terjadinya gangguan tersebut. Singkatnya, operasional pembangkitan listrik di PGE Ulubelu tidak mengalami masalah.
Meski demikian, listrik tetap padam di Lampung karena gangguan terjadi pada saluran transmisi milik PLN yang mendistribusikan listrik ke masyarakat.
Saat ini, PGE Ulubelu berperan penting dalam memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Lampung. Panas bumi yang dipasok dari pembangkit mampu menyuplai sekitar 20 persen kebutuhan listrik untuk Lampung.
Energi bersih panas bumi ini dihasilkan oleh PLTP Ulubelu yang telah beroperasi sejak 2012.
PLTP Ulubelu yang dikelola PGE terdiri dari empat unit masing-masing berkapasitas 55 MW. Dengan demikian, total kapasitas energi listrik panas bumi yang dikelola PGE Ulubelu sebesar 220 Megawatt (MW).
Pjs General Manager PT PGE Ulubelu, Manda Wijaya Kesumah, di Ulubelu Tanggamus, Lampung, Kamis (23/10) mengungkapkan bahwa kebutuhan listrik di Lampung cukup besar, dengan beban puncak mencapai sekitar 1.200 MW.
Oleh karena itu, menurut dia, PLTP Ulubelu bisa menjadi penyedia utama energi terbarukan di provinsi tersebut.
"Masyarakat Lampung telah menikmati 20 persen pasokan listrik dari energi baru terbarukan yang bersumber dari panas bumi yang dipasok PLTP Ulubelu,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa potensi panas bumi di Lampung masih sangat besar dan berpotensi menyuplai lebih dari separuh kebutuhan listrik di wilayah ini.
Selain di Ulubelu, potensi panas bumi juga ditemukan di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Rajabasa, WKP Way Ratai, WKP Suoh, dan beberapa daerah lainnya.
"Jika potensi ini dikelola secara optimal, Lampung bisa semakin mandiri dalam penyediaan energi bersih," tambahnya.
Manda juga menekankan pentingnya peran semua pihak dalam menyebarluaskan informasi mengenai manfaat energi panas bumi kepada masyarakat. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa 20 persen listrik di Lampung berasal dari sumber energi terbarukan ini.
Secara nasional, potensi panas bumi di Indonesia diperkirakan mencapai 23 Gigawatt. Presiden Prabowo Subianto melalui program Astacita telah menetapkan geothermal sebagai salah satu pilar utama dalam mewujudkan swasembada energi di masa depan.
Namun, pengembangannya masih menghadapi tantangan, seperti perizinan dan investasi yang besar.
"Pengelolaan panas bumi di kawasan hutan lindung, misalnya, membutuhkan perizinan khusus dari pemerintah, yang prosesnya bisa cukup kompleks. Selain itu, investasi yang diperlukan juga tidak kecil," jelas Manda.
Meski demikian, pemerintah terus mendorong pengembangan energi panas bumi sebagai bagian dari transisi energi menuju Net Zero Emission 2060.
Manda menegaskan bahwa keberlanjutan energi sangat berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi daerah.
"Ketersediaan energi yang cukup akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, tanpa energi yang memadai, perkembangan ekonomi sulit untuk dicapai," katanya.
Kemandirian Energi
Sementara itu, PGE turut memastikan perannya dalam memperkuat fondasi kedaulatan energi, serta mengawal transisi menuju energi bersih.
Direktur Utama PGE Julfi Hadi menyampaikan bahwa arah kebijakan pemerintah untuk mewujudkan kemandirian energi menjadi dorongan kuat bagi PGE untuk terus memperluas dan memperdalam pengelolaan potensi panas bumi di seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini, PGE adalah tulang punggung transisi energi Indonesia. Dengan potensi panas bumi mencapai 23 gigawatt atau sekitar 40 persen dari cadangan dunia.
"Kami memiliki mandat besar untuk mengubah potensi ini menjadi kekuatan nyata bangsa. Melalui pengelolaan yang bertanggung jawab, kami ingin memastikan energi bersih menjadi fondasi kedaulatan dan masa depan hijau Indonesia," ujar Julfi dalam keterangannya.
Selama setahun terakhir, PGE mencatat sejumlah pencapaian penting. Salah satunya beroperasinya PLTP Lumut Balai Unit 2 (55 MW) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, yang menjadi simbol kemajuan teknologi efisien dan ramah lingkungan di sektor panas bumi nasional.
Selain itu, PGE juga telah memulai pembangunan PLTP Gunung Tiga 55 MW di Ulubelu, Lampung, pada Agustus 2025.
Proyek ini akan memperkuat sistem kelistrikan Sumatera sekaligus menjadi tonggak penting bagi pencapaian target PGE untuk mencapai 1 gigawatt (GW) kapasitas terpasang mandiri dalam 2-3 tahun ke depan, serta 1,8 GW pada 2033.
PGE juga terus memperkuat inovasi menuju ekonomi hijau melalui pengembangan Hidrogen Hijau (Green Hydrogen) di Pilot Project Green Hydrogen Ulubelu.
Proyek ini membangun rantai nilai hidrogen hijau dari produksi, distribusi, hingga pemanfaatan, sebagai langkah awal menuju industri rendah karbon dan pencapaian emisi nol karbon (Net Zero Emission) 2060.
Dari sisi sosial dan lingkungan, PGE menunjukkan komitmen kuat terhadap prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dengan masuk ke dalam daftar Top 50 ESG Global versi Sustainalytics, yang mana PGE meraih skor risiko ESG 7,1 dengan tingkat risiko yang dapat diabaikan (negligible risk).
Hingga kini, PGE telah meraih 18 penghargaan PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk 14 kali berturut-turut oleh PGE Area Kamojang, rekor tertinggi di sektor panas bumi Indonesia.
Selain itu, PGE juga mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan langsung panas bumi (Direct Use Geothermal).
Program ini mencakup pemanfaatan panas bumi untuk kegiatan pertanian seperti pengeringan kopi dengan inovasi Geothermal Dry House, budidaya melon geothermal,
hingga pupuk Geo-fert yang dikeringkan oleh sisa uap panas bumi.
Inisiatif ini tidak hanya menumbuhkan ekonomi lokal, tetapi juga memperkuat peran masyarakat dalam ekosistem transisi energi berkelanjutan.
Hingga kini, PGE mengelola total kapasitas panas bumi sebesar 1.932 megawatt (MW), terdiri atas 727 MW dioperasikan langsung oleh PGE dan 1.205 MW melalui skema Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC) bersama mitra strategis.
Energi bersih yang dihasilkan PGE mampu menyuplai listrik bagi lebih dari dua juta rumah tangga dan berpotensi menurunkan emisi karbon sekitar 10 juta ton CO2 per tahun, memperkuat langkah Indonesia menuju kedaulatan energi yang berkelanjutan.
