Bandarlampung (ANTARA) - Bumi pertiwi kembali berduka ketika pengemudi ojek online Affan Kurniawan meninggal dunia dan menjadi korban dari oknum Brimob dalam aksi unjuk rasa menolak kenaikan tunjangan bagi anggota DPR, Kamis (28/8).
Kejadian memilukan yang terjadi di depan Gedung DPR MPR, Jakarta itu seperti menyulut api ke dalam bensin, karena aksi unjuk rasa berubah menjadi anarkis dan menyebabkan terjadinya pembakaran berbagai fasilitas umum.
Di kota besar lainnya seperti Bandung, Surabaya dan Makassar, kondisinya setali tiga uang. Di kota-kota ini, aksi yang berlangsung hingga malam hari pun ricuh serta terjadi pembakaran fasilitas umum dan gedung parlemen daerah.
Situasi pembakaran tersebut juga merembet ke daerah lain, termasuk ke kota kecil seperti Kediri, Cirebon, Mataram, yang hampir seluruhnya menyasar Gedung DPRD.
Belakangan diketahui tidak hanya Affan yang menjadi korban, karena tercatat ada delapan korban meninggal dunia termasuk Affan, dalam unjuk rasa 4 hari yang terjadi di berbagai daerah.
Berbagai kejadian itu sempat membuat masyarakat Lampung menjadi khawatir karena mengusik kedamaian di Bumi Ruwai Jurai, apalagi Lampung pernah mempunyai sejarah kelam dalam menghadapi konflik seperti di Mesuji dan Lampung Selatan beberapa waktu lalu.
Dalam kondisi kritis, para pemangku kepentingan dan masyarakat Lampung terus saling menjaga dengan menggaungkan salah satu falsafah yang selama ini dipegang oleh masyarakat adat Lampung yaitu Sakai Sambayan.
Sakai Sambayan sendiri merupakan bagian dari Piil Pesenggiri atau prinsip hidup masyarakat adat Lampung untuk menjaga suasana harmonis yang saling terikat dengan norma lainnya seperti Juluk Adek, Nemui Nyimah, dan Nengah Nyappur.
Masyarakat adat Lampung menyadari bahwa Sakai Sambayan merupakan prinsip kerja sama atau kebersamaan yang sangat penting karena mengedepankan konsep gotong-royong dalam melaksanakan pekerjaan, terutama ketika panen tiba.
Maka ketika beredar kabar bahwa elemen mahasiswa akan mengadakan aksi penyampaian pendapat di Gedung DPRD provinsi, pada Senin (1/9), seluruh komponen telah sepakat untuk ber"gotong royong" menjaga suasana tetap aman dan kondusif.
Malam sebelum aksi atau Minggu (31/8) bahkan sempat diadakan kegiatan Doa Bersama yang dipimpin para pemuka agama untuk mempertahankan kerukunan serta menjaga suasana kondusif untuk kepentingan seluruh masyarakat Lampung.
Mereka menyadari bahwa Lampung adalah rumah bersama atau ruang hidup yang perlu dijaga agar selalu aman dan damai. Tentunya agar "luka lama" akibat konflik yang sempat menghantui masyarakat tidak muncul kembali.
Kondusif
Ribuan mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Lampung Bergerak pun tiba di depan Gedung DPRD provinsi untuk menyampaikan aspirasi dalam suasana Senin pagi yang sejuk karena cuaca berawan.
Kondisi sempat mencekam karena toko-toko di sekitar jalan protokol Radin Intan dan Pasar Tengah, serta SPBU di wilayah tersebut sempat tutup untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Suasana aksi unjuk rasa elemen mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lampung Melawan di depan Kantor Pemerintah Provinsi dan Gedung DPRD Lampung, Bandarlampung, Senin (1/9/2025). (ANTARA/Rizky Gunawan)
Namun, kekhawatiran itu tidak terjadi berkat kesiapsiagaan para aparat penegak hukum gabungan dengan maupun komunikasi lintas kelompok yang berlangsung hingga jam-jam kritis.
Kepolisian Daerah (Polda) Lampung tercatat menerjunkan 1.257 personel dibantu TNI untuk pengamanan aksi unjuk rasa. Sebanyak 432 personel polisi turut terpantau siaga di Mapolresta Bandarlampung dan Polsek jajaran.
Bahkan mahasiswa juga terlihat saling menjaga satu sama lain dan bekerja sama dengan petugas keamanan untuk menangkap provokator yang ingin mengganggu jalannya aksi unjuk rasa.
Situasi yang kondusif itu membuat Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dengan tenang melakukan orasi dan bertemu dengan mahasiswa yang menyampaikan 13 tuntutan aksi.
Beberapa tuntutan itu antara lain meminta pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset, memotong tunjangan dan gaji DPR, meningkatkan kualitas gaji dosen dan guru, menolak efisiensi di sektor pendidikan dan kesehatan serta memerintahkan Presiden memecat menteri- menteri yang problematik.
Gubernur beserta para pimpinan DPRD pun berjanji akan menyalurkan aspirasi elemen mahasiswa tersebut untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat Lampung serta meneruskan tuntutan kepada pemerintah pusat untuk ditindaklanjuti.
Dalam kesempatan itu, Gubernur turut mengapresiasi kehadiran mahasiswa yang mampu menjaga suasana tetap kondusif karena hal tersebut menunjukkan Lampung mempunyai wajah demokrasi yang matang.
Ia pun mengharapkan semangat kebersamaan tersebut dapat terus dijaga demi terciptanya stabilitas dan pembangunan daerah di Lampung yang lebih baik dan sejahtera kedepannya.
Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika turut mengucapkan terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat seperti mahasiswa, buruh dan organisasi lainnya yang mampu bersama-sama menjaga kondusivitas dan proses demokrasi di Bumi Ruwa Jurai.
Sementara itu, pengamat kebijakan Publik Vincensius Soma Ferrer menilai keberhasilan para aparat dan elemen mahasiswa untuk menjaga suasana aksi di Lampung tetap kondusif adalah karena adanya sikap saling menghormati.
Menurut akademisi Universitas Lampung itu, keseimbangan antara massa yang tertib dan pendekatan pihak keamanan yang humanis dalam kegiatan aksi telah memperkuat posisi moral unjuk rasa di mata publik serta menjaga ruang demokrasi dapat terus terjaga.
Dengan berbagai upaya "gotong royong" tersebut, Lampung telah membuktikan mampu menjaga diri untuk menciptakan stabilitas politik tanpa mengorbankan nilai demokrasi dan kemanusiaan.
Semangat kebersamaan dari Lampung ini mungkin dapat menjadi contoh daerah lain agar pelaksanaan penyampaian pendapat selalu berada dalam koridor yang telah disepakati tanpa memunculkan aksi kekerasan yang dapat memberikan dampak merugikan secara politik, sosial dan ekonomi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Upaya gotong royong untuk jaga Lampung jadi rumah bersama yang aman
