Jakarta (ANTARA LAMPUNG) - Ada peran Menteri Sekretaris Negara Letjen TNI (Purn) Sudi Silalahi yang belum banyak diketahui publik pada masa-masa kritis reformasi 1998.
Dalam bedah buku biografi Sudi berjudul "Jenderal Batak dari Tanah Jawa" di Toko Buku Gramedia Jalan Matraman, Jakarta, Sabtu lalu ,Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin menyebut "bersihnya" Gedung MPR/DPR dari pendudukan mahasiswa pada 1998 berkat kelihaian Sudi merayu mereka untuk pulang ke kampus masing-masing.
Pada 23 Mei 1998, tutur Sjafrie, Gedung MPR/DPR masih diduduki oleh mahasiswa, meski Presiden Soeharto sudah mengundurkan diri dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada BJ Habibie.
"Kita harus mengosongkan Gedung MPR dari mahasiswa. Kita mempelajari, mempersiapkan cara dan waktu yang paling tepat untuk itu," ujar Sjafrie yang kala itu menjabat Pangdam Jaya.
Sudi yang ketika itu masih berpangkat Brigjen TNI dan menjabat Kepala Staf Kodam Jaya akhirnya didaulat untuk "turun gunung" dan berbicara langsung dengan mahasiswa di Gedung MPR/DPR.
"Pak Sudi berhubungan dengan mahasiswa dan menjelaskan persoalan sudah selesai, mari pulang ke rumah masing-masing," ujar Sjafrie pada acara bedah buku yang tidak dihadiri oleh Sudi itu.
Sudi, menurut Sjafrie, harus melepaskan pakaian dinasnya untuk tugas tersebut dan mengenakan baju biasa untuk meniadakan jarak psikologis dengan para mahasiswa.
Akhirnya, Sudi pun menjadi akrab dengan para mahasiswa dan bisa membujuk mereka untuk membubarkan diri.
"Sudi sambil bernyanyi-nyanyi masuk ke dalam bus yang mengantar mahasiswa pulang ke kampus masing-masing," tukasnya.
Karena pengalaman itu, Sjafrie menilai Sudi yang lahir di Kampung Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara, pada 13 Juli 1949 itu bisa berperan sebagai dinamisator yang mumpuni dalam menjalankan tugas-tugas lapangan, meski sebelumnya lebih banyak bertugas di balik meja.
Biografi Sudi Silalahi setebal 302 halaman yang ditulis oleh Abdul Azis Ritonga diluncurkan pada 16 Juli 2011 untuk memperingati hari ulang tahun ke-62 mantan Sekretaris Kabinet pada periode pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Buku tersebut mengisahkan perjalanan hidup ayah beranak tiga yang telah dianugerahi empat cucu itu, mulai dari masa kecilnya di Sumatera Utara, perantauannya ketika menuntut ilmu di STM Bandung demi cita-citanya masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) yang akhirnya kandas.
Dikisahkan pula perjalanan karier militer Sudi yang menikahi Sri Rahayu Mulyani dari Purworejo pada 1975 itu.
Dalam bedah buku biografi Sudi berjudul "Jenderal Batak dari Tanah Jawa" di Toko Buku Gramedia Jalan Matraman, Jakarta, Sabtu lalu ,Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin menyebut "bersihnya" Gedung MPR/DPR dari pendudukan mahasiswa pada 1998 berkat kelihaian Sudi merayu mereka untuk pulang ke kampus masing-masing.
Pada 23 Mei 1998, tutur Sjafrie, Gedung MPR/DPR masih diduduki oleh mahasiswa, meski Presiden Soeharto sudah mengundurkan diri dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada BJ Habibie.
"Kita harus mengosongkan Gedung MPR dari mahasiswa. Kita mempelajari, mempersiapkan cara dan waktu yang paling tepat untuk itu," ujar Sjafrie yang kala itu menjabat Pangdam Jaya.
Sudi yang ketika itu masih berpangkat Brigjen TNI dan menjabat Kepala Staf Kodam Jaya akhirnya didaulat untuk "turun gunung" dan berbicara langsung dengan mahasiswa di Gedung MPR/DPR.
"Pak Sudi berhubungan dengan mahasiswa dan menjelaskan persoalan sudah selesai, mari pulang ke rumah masing-masing," ujar Sjafrie pada acara bedah buku yang tidak dihadiri oleh Sudi itu.
Sudi, menurut Sjafrie, harus melepaskan pakaian dinasnya untuk tugas tersebut dan mengenakan baju biasa untuk meniadakan jarak psikologis dengan para mahasiswa.
Akhirnya, Sudi pun menjadi akrab dengan para mahasiswa dan bisa membujuk mereka untuk membubarkan diri.
"Sudi sambil bernyanyi-nyanyi masuk ke dalam bus yang mengantar mahasiswa pulang ke kampus masing-masing," tukasnya.
Karena pengalaman itu, Sjafrie menilai Sudi yang lahir di Kampung Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara, pada 13 Juli 1949 itu bisa berperan sebagai dinamisator yang mumpuni dalam menjalankan tugas-tugas lapangan, meski sebelumnya lebih banyak bertugas di balik meja.
Biografi Sudi Silalahi setebal 302 halaman yang ditulis oleh Abdul Azis Ritonga diluncurkan pada 16 Juli 2011 untuk memperingati hari ulang tahun ke-62 mantan Sekretaris Kabinet pada periode pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Buku tersebut mengisahkan perjalanan hidup ayah beranak tiga yang telah dianugerahi empat cucu itu, mulai dari masa kecilnya di Sumatera Utara, perantauannya ketika menuntut ilmu di STM Bandung demi cita-citanya masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) yang akhirnya kandas.
Dikisahkan pula perjalanan karier militer Sudi yang menikahi Sri Rahayu Mulyani dari Purworejo pada 1975 itu.