Pemprov Lampung susun "Integrated Area Development" berbasis perhutanan sosial

id Perhutanan sosial lampung, Pemprov lampung, kehutanan lampung

Pemprov Lampung susun "Integrated Area Development" berbasis perhutanan sosial

Ilustrasi - Kawasan hutan yang ada di Kabupaten Lampung Barat. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi.

Kerusakan hutan pada akhirnya berdampak bagi semua. Dan yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi ini adalah perhutanan sosial, ucap dia

Bandarlampung (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menyusun Integrated Area Development (Pengembangan Wilayah Terpadu) berbasis perhutanan sosial untuk mendukung pelestarian ekosistem serta kesejahteraan masyarakat.

"Kabupaten dan kota yang memiliki kawasan hutan diharapkan dapat ikut aktif membina petani hutan. Oleh karena itu, penyusunan dokumen Integrated Area Development berbasis perhutanan sosial mulai mendesak untuk dilakukan," ujar Asisten Pemerintahan dan Kesra Provinsi Lampung M Firsada berdasarkan keterangannya di Bandarlampung, Jumat.

Ia mengatakan hal tersebut dilakukan agar pembinaan lintas sektor dalam upaya menjaga kelestarian ekosistem dan mendukung kesejahteraan masyarakat bisa berjalan dengan dukungan anggaran yang sah dari pemerintah daerah.

"Hutan bukan sekadar hamparan hijau, tetapi juga sebuah entitas kehidupan dan sumber penghidupan bagi masyarakat. Kemudian saat ini sedang marak fenomena bencana alam, seperti banjir, yang kerap terjadi saat musim hujan," katanya.

Dia menjelaskan adanya kondisi tersebut tak lepas dari perubahan fungsi kawasan hutan yang kini banyak beralih menjadi budidaya monokultur maupun permukiman. Tercatat sekitar 80 persen kawasan hutan yang menjadi kewenangan provinsi telah dimanfaatkan oleh manusia.

"Kerusakan hutan pada akhirnya berdampak bagi semua. Dan yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi ini adalah perhutanan sosial. Melalui skema ini petani tidak lagi dianggap sebagai penggarap ilegal, tetapi sebagai mitra untuk mengelola hutan dengan pola agroforestri yang memberi manfaat ekonomi sekaligus memulihkan fungsi lingkungan," ucap dia.

Dia melanjutkan, saat ini lebih dari 94 ribu kepala keluarga telah menggantungkan hidup pada kawasan hutan, dan menghasilkan berbagai komoditas dengan nilai transaksi ekonomi mencapai lebih dari Rp300 miliar.

“Angka ini membuktikan hutan bisa menyejahterakan warga sekaligus tetap hijau jika dikelola dengan bijak. Selain itu, penting juga dilakukan pencatatan data produksi perhutanan sosial agar tidak ada kontribusi masyarakat yang terlewat," ujarnya.

Menurut dia, hal tersebut dilakukan karena komoditas yang dihasilkan masyarakat dalam kawasan hutan tidak seluruhnya masuk dalam data resmi sektor pertanian, perkebunan, maupun peternakan.

"Pemerintah memiliki keterbatasan untuk mengawasi langsung seluruh kawasan hutan. Maka perlu melibatkan masyarakat sebagai garda terdepan. Dengan menjaga hutan, sesungguhnya kita sedang menjaga kehidupan," kata dia.

Pewarta :
Editor : Edy Supriyadi
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.