Hukuman pelaku pelecehan bukan pada kebiri tapi tegaknya hukum

id Hukum kebiri,pelaku pelecehan seksual,kejagung,kpk,pelecehan seksual

Hukuman pelaku pelecehan bukan pada kebiri tapi tegaknya hukum

Ilustrasi kebiri kimia (Biggishben-commonswiki)

Jakarta (ANTARA) - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan hukuman bagi para pelaku pelecehan seksual tidak terletak pada kebiri, tetapi pada penegakan hukum tanpa memandang derajat seseorang.

“Konteksnya bukan pada kebiri atau tidaknya. Tapi konteks hukum yang mengefekjerakan selama penegakan hukum itu, betul-betul dilakukan,” kata Hermawan saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Menanggapi soal pengesahan hukum kebiri, Hermawan menuturkan hukuman pada pelaku seksual itu tak bisa asal diputuskan, karena perlu melihat dua perspektif yang berbeda, yakni kemanusiaan dan hukum itu sendiri.

Baca juga: Tiga tersangka suap PUPR Musi Banyuasin diperpanjang masa tahanannya oleh KPK

Pada perspektif kemanusiaan, hukum kebiri dapat dikatakan sebagai sebuah hukum yang memaksa mengambil separuh sisi kemanusiaan secara anatomis dan fisiologis untuk di non-aktifkan, sehingga bertentangan dengan kode etik milik para dokter yang mengemban tugas untuk menyelamatkan dan menjaga jiwa seseorang.

Tetapi bila melihat perspektif hukum, selama hal itu diatur dalam undang-undang atau terdapat regulasi yang jelas, maka hukum tersebut dapat berlaku baik dalam kesepahaman yang bersifat norma ataupun moralitas dan keagamaan.

Menurut dia, selama hukum itu bisa diterima sebagai sebuah hukum yang positif di Indonesia, mungkin saja dapat dilakukan. Sama seperti hukum mati yang mungkin saja berlaku pada seorang narapidana.

“Tetapi sekali lagi, tentu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan atau human rights dan menyangkut hukum itu sendiri, perlu dilihat dari kesepakatan bersama secara kolektif,” kata Hermawan.

Baca juga: Kejagung menyeilidik dugaan korupsi PT Taspen

Hanya saja, jika kebiri berada di luar konteks hukum maka hukuman itu bisa dikatakan tidak manusiawi dan tidak sesuai. Kemudian, pada sisi hukum juga harus dilihat apakah kejahatan pidana yang dilakukan hanya merusak dirinya sendiri atau lingkungan dan tatanan sosialnya.

Hermawan menegaskan, bila pelaku sudah merusak dan merugikan lingkungan atau bahkan tatanan sosial, maka pelaku harus dihukum setinggi-tingginya bahkan hukuman mati menjadi sebuah kepantasan untuk menimbulkan efek jera.

Hanya saja, efek jera itu hanya bisa terjadi apabila hukum benar-benar ditegakan dan diberlakukan secara adil tanpa memandang apakah pelaku seorang pejabat, orang kaya atau seorang figur publik. Agar tak ditiru kembali oleh orang lain.

“Kebiri itu belum dikenal di dalam perundang-undangan kita terkecuali memang diatur, itu baru. Tapi kalaupun hukum itu ditegakkan, saya rasa segera dan pasti ada. Orang juga tidak akan coba coba untuk membuat kejahatan lebih jauh,” tegas dia.