Yang Muda Yang Berwirausaha

id Wirausaha Muda

Jakarta (ANTARA Lampung) - Beberapa pemuda di kisaran usia 20 tahun terlihat sibuk menyapa dan menyilakan pengunjung untuk "mampir" ke stan mereka saat pameran teknologi dan hasil pertanian Agrinex Expo 2015 di Jakarta, 20--22 Maret 2015.

Para anak muda yang memakai kaos cokelat bertuliskan "envoy" tersebut dengan penuh perhatian memperkenalkan produk-produk yang mereka jual, di antaranya makanan dan minuman jadi, seperti kue kering, keripik buah dan sayuran, cokelat, gula semut, serta tanaman "herbs" (rempah khas Eropa) yang dikemas dalam bentuk menarik.

Ya, mereka adalah duta (envoy) wirausahawan muda Indonesia yang mengawali usahanya di rentang usia 18-24 tahun dengan dukungan dari Mien R. Uno Foundation (MRUF), sebuah yayasan yang menyediakan beasiswa berupa program "training" dan "coaching" bagi mahasiswa yang berkecimpung di dunia wirausaha.

Salah satu contoh mahasiswa yang berkesempatan menjalani program beasiswa tersebut adalah Anika Sindhya Dewi dengan produk olahan cokelat yang diberinya nama "Pinonika Chocolate".

Dengan mengusung cokelat sebagai bahan utama, gadis asal Blitar, Jawa Timur, itu berupaya memanfaatkan cokelat sebagai ikon oleh-oleh khas daerahnya.

"Konsepnya memadukan cokelat dengan makanan khas Blitar, misalnya 'enting-enting' yang berbahan dasar kacang tanah dipadukan dengan coklat, atau keripik buah asal Blitar dijadikan isi cokelat," tuturnya.

Sejak memulai bisnisnya pada tiga tahun lalu, lulusan Jurusan Biologi Universitas Airlangga, Surabaya, itu kini telah memiliki "outlet" di kawasan makam Bung Karno, Jalan Soekarno, Blitar yang menjual berbagai inovasi olahan cokelat, seperti enting coklat, cokelat batangan dengan delapan rasa berbeda, cokelat berbentuk bulat yang dikemas dalam stoples, serta minuman cokelat siap seduh.

"Menjelang Lebaran kami juga membuat kurma lapis cokelat," ujarnya saat ditemui di arena pameran di Jakarta Convention Center (JCC) itu.

Meskipun tergolong industri rumahan, namun dengan memproduksi cokelat yang dibandrol dengan harga Rp6 ribu--Rp30 ribu itu, Anika sudah berhasil meraih omzet hingga Rp50 juta per bulan.

Kendati prospek usahanya cukup menjanjikan, Anika mengaku belum berniat untuk membuka toko di daerah lain atau mengekspor produk cokelatnya.

"Inginnya memperluas pemasaran, tapi kendalanya biasanya ketika ada yang mau kerja sama 'bussiness to bussiness' mereka maunya produk ini di-rebranding dengan merek mereka sendiri, itu kan merugikan saya sebagai produsen," ujarnya.

Selain Anika, ada pula Hadi Maulana Rahmat, mahasiswa Jurusan Sistem Komputer Universitas Diponegoro yang menekuni bisnis di bidang makanan sebagai oleh-oleh dengan produk lumpia bakso bermerek "Mans Nusantara Food".

Ide untuk memadukan dua makanan khas Semarang yakni lumpia dan tahu bakso tersebut berawal ketika banyak temannya yang tidak bisa menikmati kenikmatan lumpia karena tidak tahan dengan aroma rebung sebagai bahan dasar isian hidangan goreng tersebut.

"Dari situ saya mulai berpikir kenapa tidak membuat lumpia dengan isian bakso dan ayam, sehingga rasanya bisa lebih universal dan diterima semua kalangan," ujarnya.

Hadi pun cukup cerdik memanfaatkan statusnya sebagai mahasiswa dengan memasarkan produknya ke lingkungan kampus. Selain itu ia pun sudah mulai mengembangkan lumpia bakso dalam kemasan vakum sehingga memiliki ketahanan yang lebih lama.

"Yang dalam kemasan vakum itu kalau di suhu ruangan bisa tahan sampai satu minggu, tapi kalau dimasukkan 'freezer' bisa sampai dua bulan," kata pria asal Ciamis, Jawa Barat, itu.

Lumpia bakso dalam kemasan vakum dijual dengan harga Rp25 ribu (isi 10 buah).

Dalam menjalankan usahanya, pemuda 21 tahun itu dibantu oleh tiga orang ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya.

Produk lumpia bakso yang dipasarkan dari kampus ke kampus, dititipjualkan di toko oleh-oleh, dan dijual melalui fanpage facebook tersebut telah mengantarkan Hadi pada omzet sebesar Rp3 juta - Rp5 juta per bulan.

Ia pun berniat melakukan ekspansi bisnis dengan mengembangkan produk makanan khas Nusantara lain seperti cireng, makanan yang berbahan dasar tepung tapioka (dalam bahasa Sunda aci) yang diolah dengan cara digoreng.

 "Tapi cirengnya juga harus unik, misalnya cireng yang dipadukan dengan 'marshmallow' (makanan kenyal bertekstur seperti busa)," ujarnya.

Berbeda dari Anika dan Hadi, salah satu lulusan program beasiswa MRUF bernama Raden Nanda Teguh Perkasa memilih tanaman florikultura dan "herbs" yang merupakan produk diferensiasi dari komoditas florikultura (tanaman hias) dengan mengusung konsep miniatur kebun dan tanaman mini sebagai dasar dari produksi agar memiliki nilai lebih.

Mengandalkan desain kemasan yang unik dan menarik, Nanda berhasil menciptakan "branding" bahwa tanaman hias dapat disubstitusikan pada kebutuhan sehari-hari masyarakat sehingga produk bernama "A Little Gardenia" itu cocok digunakan sebagai hiasan interior, "gift", suvenir pernikahan, dan "merchandise".

"Ide untuk mengembangkan jenis tanaman "herbs" seperti mint dan oregano muncul karena tanaman berdaun kecil-kecil dengan tinggi tak lebih dari 16 sentimeter itu selain bisa berfungsi sebagai tanaman hias, juga bisa dicampurkan dalam masakan sehari-hari sebagai bumbu pelengkap, penyedap rasa, dan penambah aroma," tuturnya.

Meskipun berhabitat asli di Eropa, Nanda mengaku tanaman tersebut tidak sulit untuk dikembangkan di Indonesia dan sangat cocok bagi mereka yang ingin mempraktikkan "urban farming" (pertanian perkotaan) yang seringkali terkendala dengan lahan sempit dan waktu yang terbatas.

"Perawatannya pun mudah, cukup disiram dua hari sekali dan harus kena cahaya matahari minmal 3-4 jam sehari, karena cahaya adalah sumber makanan pokok mereka," ujarnya.

Dengan memasang harga Rp10 ribu - Rp300 ribu untuk tanaman hias jenis sansevieria, haworthia, notocactus (kaktus berbentuk bulat), kalanchoe (cocor bebek), krasula, bromelia dan Rp50 ribu - Rp100 ribu untuk tanaman "herbs", alumni Jurusan Pertanian Universitas Padjajaran itu telah berhasil meraih omzet hingga Rp13 juta per bulan.

Kendati belum memiliki gerai sendiri, namun produk tanaman mini tersebut dapat dengan mudah ditemukan di Lawangwangi Creative Space, Dago, Bandung.

"Produk kami sudah tersebar di beberapa daerah di Pulau Jawa, tapi sebagian besar konsumen masih berasal dari Bandung dan Jakarta," katanya.

Selain itu, konsumen yang tertarik juga dapat terlebih dulu melihat informasi produk tanaman tersebut melalui website littlegardenia.com dan melalui akun instagram @littlegardenia_official.

Terinspirasi dari negara Belanda dimana industri tanaman hias mendapat perhatian cukup besar, Nanda bertekad untuk menjadikan Indonesia sebagai "Negeri Florikultura" dengan membuat masyarakat Indonesia lebih "melek" akan keberadaan dan fungsi tanaman hias itu sendiri.

"Saya ingin industri hortikultura menjamur di Indonesia, bahkan kalau bisa saya ingin jadi 'pioneer' industri florikultura," katanya diiringi senyum lebar.

Selanjutnya, pemuda berusia 21 tahun itu akan mengembangkan usahanya dengan produk tanaman karnivora seperti kantong semar (Nepenthes) dan "growing kit" yaitu produk paket pembudidayaan tanaman mini mulai dari benih, media tanam, pupuk, dan pot.

                                              Tekad Berwirausaha
Pencapaian bisnis yang diraih oleh Anika, Hadi, dan Nanda ternyata tidak diperoleh dengan mudah.

Sebelumnya, mereka hanya mahasiswa yang "iseng" berbisnis hanya sekedar untuk hobi dan menambah pemasukan, tanpa niat serius untuk menganggapnya sebagai sumber mata pencaharian.

"Dulu waktu masih kuliah, omzetnya masih di bawah Rp5 juta," kata Anika.

Namun selama satu tahun mengikuti program beasiswa dari MRUF dan diajari berbagai materi tentang kewirausahaan, ia mengaku saat ini mantap memilih jalan wirausaha sebagai pilihan hidup.

Hadi dan Nanda pun setelah lulus dari program beasiswa MRUF kini mengaku siap menekuni bisnis mereka.

"Saya maunya bisnis lumpia ini tetap jalan, di samping itu saya juga sedang menyiapkan bisnis lain yang berkaitan sesuai dengan 'background' saya yaitu IT," kata Hadi.

Nanda memiliki motivasi yang cukup mulia selain aspek finansial, dia ingin melalui bisnisnya, akan lebih banyak petani yang bisa terbantu untuk memasarkan produknya.

"Sejak memulai 'Little Gardenia' setahun yang lalu, saya sudah bekerjasama dengan beberapa petani tanaman hias dan 'herbs' asal Bandung dan Cianjur. Selanjutnya untuk mengembangkan tanaman karnivora kami akan menggandeng petani dari Bekasi dan Balikpapan," ujarnya.

Salah satu mentor MRUF Sujianto menuturkan, program beasiswa yang memprioritaskan mahasiswa dari keluarga kurang mampu tersebut memang bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang mau berkarya di bidang wirausaha melalui beragam program "coaching" (pelatihan) seperti "personal mastering", penguasaan bisnis, pemasaran, dan pengelolaan keuangan.

"Intinya kami mendampingi mereka agar mampu mandiri (bebas dari biaya orang tua dan dari beasiswa lain) melalui pengembangan usaha," tuturnya.

Melalui sistem "coaching" yang  "one on one conversation", setiap mahasiswa bebas mendiskusikan dengan mentor mereka tentang ide, pengelolaan, bahkan kendala yang dihadapi selama menjalani bisnis.

"Masalah umum yang dihadapi ya manajemen waktu, kan mereka perannya banyak baik sebagai mahasiswa, anak, dan belajar jadi pengusaha juga," ujar Sujianto.

Ada pula kasus dimana orang tua dari mahasiswa yang bersangkutan tidak setuju dengan pilihan anaknya untuk menjadi wirausahawan karena paradigma bahwa wirausaha tidak bisa menjadi sumber pendapatan utama.

"Tahun lalu ada anak bimbingan kami yang terpaksa menghentikan usahanya karena tidak didukung oleh orang tua padahal omzetnya sudah mencapai Rp5 juta per bulan," kata laki-laki yang sejak 2008 telah meluluskan 211 mahasiswa dari program MRUF tersebut.

Namun ia berpendapat bila seseorang sudah memiliki tekad kuat untuk memilih jalan wirausaha dan menyadari bahwa mimpi-mimpinya tidak akan terbeli dengan hanya menjadi pegawai atau bekerja untuk orang lain, maka orang tersebut akan menempuh berbagai cara agar usaha yang dirintisnya berhasil.

Kuncinya, menurut dia, adalah mimpi. Jika seseorang berani bermimpi dan menetapkan target dalam hidupnya, dia akan menemukan jalan dan upaya untuk mewujudkan mimpi tersebut tentunya dengan berbagai risiko dan kendala yang pasti akan dihadapi.

"Masalahnya sekarang kan banyak yang ingin berwirausaha tapi tidak mau 'membeli' rasa sakitnya, tidak siap gagal, tidak siap kalau produknya ditolak," tuturnya.

Pebisnis yang baik, katanya, harus mampu menyusun berbagai strategi baik itu menyangkut pengelolaan bisnis yang berkelanjutan dan melakukan berbagai inovasi.

"Bisnis itu ibarat kapal, pebisnis yang baik itu ibarat nakhoda yang harus tahu panel-panel kontrol untuk menjalankan kapalnya sampai ke tujuan yang diinginkan," ujarnya lagi.