Bandarlampung (ANTARA) - Pagi itu, rombongan wisatawan bersama pemandu dari Koperasi Plangijo tengah bersiap bersafari melintasi kawasan hutan di Desa Labuhan Ratu IX, Kabupaten Lampung Timur, Lampung.

Kicauan merdu burung liar yang bernyanyi di pagi hari menjadi pelepas penat. Apalagi ketika terlihat kepakan sayap-sayap burung yang menerpa sinar matahari yang menyelisip di antara dahan pohon di dalam hutan di dekat desa itu.

Beberapa jenis burung yang berasal kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) bermigrasi ke areal hutan di desa itu, juga terlihat bertengger di ranting pohon.

Pemandu yang membawa kamera dengan lensa telefoto siap membidik aktivitas berbagai spesies burung di atas pohon dan memperlihatkannya kepada wisatawan.   

Namun kicauan burung dan suasana syahdu di pagi hari seperti itu bisa saja tak lagi dinikmati anak cucu di masa mendatang, bila habitat burung liar itu tak dijaga dengan baik sejak dini.

Status keterancaman spesies burung di Indonesia itu terjadi akibat banyak hal, seperti rusaknya habitat akibat perambahan hutan, ataupun adanya perburuan liar yang kemudian diperjualbelikan secara ilegal.

Data Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) mencatat pada awal 2024 dari total populasi burung di Indonesia terdapat 1.836 spesies. Sedangkan untuk burung endemis Indonesia berjumlah 542 spesies. Berdasarkan persebarannya, di Sumatera ada 56 spesies burung endemik.

TNWK di Lampung Timur adalah rumah bagi lebih dari 312 spesies burung. Kawasan ini menjadi habitat penting bagi berbagai jenis burung, namun aktivitas ilegal seperti penangkapan burung untuk diperjualbelikan masih menjadi ancaman serius bagi kelestarian ekosistem.

Makin mengkhawatirkannya keberlangsungan hidup burung liar itu terbukti dengan rutinnya Karantina Lampung menggagalkan upaya penyelundupan burung liar yang hendak dikirim secara ilegal.

Di tengah maraknya penjualan ilegal burung liar, di sekitaran TNWK itu, ada upaya upaya konservasi burung yang melibatkan warga desa. Ada sebanyak 312 spesies burung di taman nasional itu.

Praktik baik dalam mendukung konservasi burung liar itu telah terlaksana di Desa Labuhan Ratu IX sebagai desa penyangga yang langsung berbatasan dengan tegakan hutan TNWK.

Desa itu menggagas satu program pelestarian satwa sekaligus penyadartahuan masyarakat desa setempat akan konservasi melalui Program Desa Ramah Burung. Masyarakat luas diajak akan pentingnya perlindungan satwa burung sebagai bagian integral dari ekosistem.

 

Salah satu spesies burung di Desa Labuhan Ratu IX, Kabupaten Lampung Timur, Lampung. ANTARA/HO-Dokumen Pribadi



Kampanye Program Desa Ramah Burung

PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) melalui Integrated Terminal (IT) Panjang mengampanyekan pelestarian burung di Way Kambas, Lampung Timur.

Kampanye Program Desa Ramah Burung bertema "Suara dari Hutan: Menjadikan Desa Kita Rumah Bagi Burung" itu, berlangsung di Desa Labuhan Ratu IX, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, beberapa waktu lalu.

"Kegiatan ini difokuskan pada masyarakat umum, terkhusus pendidikan anak-anak sejak dini mengenai pentingnya perlindungan satwa burung sebagai bagian integral dari ekosistem," kata Supervisor Health, Safety, Security and Environment (HSSE) and Fleet IT Panjang Catur Yogi Prasetyo.

Ia menyebutkan kawasan Desa Labuhan Ratu IX, Lampung Timur, adalah salah satu desa penyangga, khususnya yang berbatasan dengan Taman Nasional Way Kambas, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan menjadi habitat penting bagi berbagai spesies burung.

Namun, katanya lagi, aktivitas ilegal seperti penangkapan burung untuk diperjualbelikan masih menjadi ancaman serius bagi kelestarian ekosistem.

Melihat kondisi itu, inisiatif Desa Ramah Burung hadir sebagai solusi untuk menciptakan harmonisasi antara kehidupan masyarakat dengan pelestarian satwa.

"Program ini mengajarkan masyarakat tentang peran vital burung dalam menjaga keseimbangan ekosistem, serta memberikan panduan praktis untuk melindungi dan melestarikan habitat burung," ujarnya.

Ia menjelaskan inisiatif Desa Ramah Burung tidak hanya berfokus pada aspek konservasi, tetapi juga mengajak masyarakat untuk menjadikan desa sebagai habitat yang aman dan nyaman bagi beragam jenis burung, baik yang menetap maupun yang bermigrasi.

Yogi menegaskan bahwa sosialisasi ini merupakan langkah konkret dari Pertamina bersama Koperasi Plang Ijo dalam menjaga keanekaragaman hayati.

"Pertamina percaya bahwa kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah dan masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam menjaga kelestarian alam. Melalui dukungan kami, kami berharap dapat mewujudkan visi bersama untuk menjaga keberagaman satwa liar dan lingkungan yang sehat bagi generasi mendatang," ujarnya.

Ketua Kelompok Koperasi Plang Ijo Arif Fauzun yang merupakan binaan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina, menyampaikan dampak positif program ini terhadap perubahan perilaku masyarakat.

"Sebelum program ini, masyarakat masih melakukan aktivitas ilegal di desa penyangga dan kawasan Way Kambas, salah satunya menangkap burung untuk dijual. Setelah sosialisasi desa ramah burung, aktivitas ilegal tersebut berkurang signifikan," katanya lagi.

Lebih lanjut, Arif menyebutkan bahwa kesadaran masyarakat kini meningkat dalam melindungi satwa burung.

"Masyarakat lebih paham cara melindungi burung, dan jika menemukan adopsi sarang burung, mereka segera melaporkannya ke Koperasi Plang Ijo untuk dilestarikan. Way Kambas sendiri merupakan salah satu spot terbaik di Asia Tenggara bagi pengamat burung atau birder," ujarnya lagi.

Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel Rusminto Wahyudi memaparkan strategi keberlanjutan program ini berupa langkah-langkah peningkatan program meliputi sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada masyarakat dan anak sekolah untuk menjaga dan melestarikan satwa burung di desa penyangga Taman Nasional Way Kambas, serta menghentikan kegiatan ilegal penangkapan burung dilindungi.

Rusminto menambahkan bahwa program ini juga mencakup konservasi dan rehabilitasi habitat melalui penanaman pohon, kegiatan adopsi sarang burung, monitoring dan pengawasan, serta penguatan aturan desa.

"Pendekatan komprehensif ini memastikan kelestarian jangka panjang bagi ekosistem burung dan habitatnya," katanya pula.

Inisiatif Desa Ramah Burung ini sejalan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 13 (Penanganan Perubahan Iklim) mengenai penanganan perubahan iklim dan Tujuan 15 (Ekosistem Daratan) tentang pelestarian ekosistem darat.

Program ini diharapkan dapat menjadi model replikasi bagi desa-desa lain dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya sejumlah spesies burung agar terus hidup lestari dan terus dapat kita dengarkan nyanyian merdunya setiap berkunjung ke Way Kambas.
 


Pewarta : Agus Wira Sukarta
Editor : Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025