Bandarlampung (ANTARA) - Empat mahasiswa Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Sumatera (Itera) Wahyu Sony Ardiyansah, Safana Rizkika, Muhammad Ridho Saputra, dan Syifa Khalishah Husna, baru selesai mengikuti pertukaran mahasiswa ke Negeri Sakura, Jepang.
Selama setahun, mereka berkesempatan menimba ilmu dalam program The University of Kitakyushu-Student Exchange Research Program (UK-SERP). Selain mengenal budaya Jepang, mereka juga diajak melakukan riset terkait arsitektur, hingga penggunaan energi pada bangunan.
Program pertukaran mahasiswa ini diadakan setiap tahunnya oleh Prodi Arsitektur Itera. Biaya program tersebut diberikan dari Japan Student Services Organization (JASSO) oleh pemerintahan Jepang yang disalurkan ke kampus The University of Kitakyushu.
Umumnya, biaya yang diberikan adalah setengah biaya kehidupan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama mengikuti program pertukaran mahasiswa.
Salah satu peserta pertukaran mahasiswa, Muhammad Ridho Saputra menyampaikan pengalamannya setelah belajar setahun di Jepang. Sesuai judul program, Ridho mengaku lebih banyak diajak untuk mempelajari cara meriset pada bidang arsitektur.
Ridho menambahkan, ada satu mata kuliah yang mengharuskan para mahasiswa melakukan riset penggunaan energi pada bangunan yang dilakukan secara individu dan juga secara kelompok.
"Di program ini kami juga mempelajari low carbon pada bangunan arsitektur yang memiliki output summary dan juga PPT yang harus kita presentasikan di kelas," ujar Ridho.
Selain itu, para mahasiswa juga memiliki kesempatan belajar bahasa asing, bersosialisasi dengan mahasiswa lain, juga profesor dari berbagai negara dalam diskusi untuk bertukar ilmu arsitektur.
Selain kegiatan kampus, Ridho juga mengaku mengikuti kegiatan lain selama di Jepang, mulai dari menjadi volunteer di masjid Kagoshima Islamic Culture Center (KICC), hingga mengikuti kegiatan konservasi bambu dan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Kitakyushu.
Selama menjalani program pertukaran mahasiswa, Ridho mengaku tidak menemukan banyak kendala.
"Kesulitan yang dialami selama belajar adalah ketika saya mendapatkan tugas berkelompok dengan peserta dari negara lainnya, saat diskusi, saya harus menyesuaikan budaya belajar mereka, sehingga itu menjadi tantangan sendiri," ujar Ridho.
Ridho dan empat temannya merekomendasikan program ini untuk diikuti mahasiswa arsitektur Itera. Sebab, program ini memberikan banyak pengetahuan tentang arsitektur dan kesempatan untuk menjalin relasi.
"Saya pribadi berkesempatan untuk bertemu dengan berbagai profesor ahli di bidangnya masing-masing. Selain itu, pengalaman yang diperoleh juga sangat berharga, termasuk memahami sistem pembelajaran di Jepang," ungkapnya.
Meskipun memiliki tantangan yang besar selama belajar setahun di Jepang, tetapi tim mahasiswa Itera berhasil mendapatkan Best Presenter pada konferensi AILCD International Conference 2024.
Baca juga: 12 atlet mahasiswa Itera siap berlaga di PON XXI Aceh-Sumut 2024
Baca juga: Maksimalkan peran pendampingan, kakak asrama itera ikuti program pembekalan
Baca juga: Dosen Itera bangun reaktor untuk olah kotoran sapi jadi biogas