Banda Aceh (ANTARA) - Akademisi Universitas Abulyatama Aceh Dr Wiratmadinata menyarankan kepada pemerintah untuk melindungi warga, terutama kalangan remaja, dari hoaks, antara lain melalui program literasi media digital.
"Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih serius mendidik literasi media digital kepada warga, terutama kalangan remaja dan pemuda, agar mereka tidak terjebak dalam penyebaran berita hoaks, 'fake news', dan sejenisnya," katanya di Banda Aceh, Rabu (6/10).
Ia mengatakan rendahnya literasi media berdampak pada buruknya kehidupan sosial dan politik di Indonesia.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Abulyatama Aceh ini, menjelaskan hoaks diproduksi oleh orang-orang atau kelompok tertentu dengan tujuan beragam, namun pada intinya menyampaikan kebohongan secara terus-menerus.
Penyebaran hoaks, kata Wira, sering menggunakan kanal media sosial (medsos), seperti Facebook, Instagram, Twitter, serta media daring abal-abal dan sejenisnya, sehingga dapat tercuci otak warga sampai akhirnya menganggap kebohongan sebagai kebenaran.
"Kebohongan yang diceritakan terus-menerus, viral dan dikemas dengan apik, lama-lama dianggap sebagai kebenaran. Itu lah bahayanya hoaks," ujarnya.
Wira menuturkan materi kebohongan dalam hoaks biasanya bermotif politik, misalnya mendiskreditkan pemerintah, menuding negatif kelompok lain yang tak disukai, mendiskreditkan tokoh masyarakat tertentu, dan individu tertentu.
Selain itu, kata dia, hoaks bisa merusak ketahanan nasional, akibat generasi muda diprovokasi untuk membenci pemerintah, melecehkan negara sendiri, dan akhirnya anarkis serta menurunkan kebanggaan atas negara sendiri atau menurunnya nasionalisme.
Oleh karena itu, Wira berharap, pemerintah tidak lagi menganggap masalah literasi media digital ini sebagai persoalan kecil sebab berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik yang sedang dihadapi akan semakin sulit untuk diselesaikan apabila berita palsu yang disinformatif menyebar secara masif di tengah masyarakat.
"Orang mudah diprovokasi, kohesi sosial jadi rentan dan konflik politik mudah terjadi, karena persepsi publik dikacaukan oleh berita hoaks di media sosial. Jadi pemerintah wajib melindungi rakyat dari serangan berita hoaks," demikian mantan Jubir Pemprov Aceh itu.
"Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih serius mendidik literasi media digital kepada warga, terutama kalangan remaja dan pemuda, agar mereka tidak terjebak dalam penyebaran berita hoaks, 'fake news', dan sejenisnya," katanya di Banda Aceh, Rabu (6/10).
Ia mengatakan rendahnya literasi media berdampak pada buruknya kehidupan sosial dan politik di Indonesia.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Abulyatama Aceh ini, menjelaskan hoaks diproduksi oleh orang-orang atau kelompok tertentu dengan tujuan beragam, namun pada intinya menyampaikan kebohongan secara terus-menerus.
Penyebaran hoaks, kata Wira, sering menggunakan kanal media sosial (medsos), seperti Facebook, Instagram, Twitter, serta media daring abal-abal dan sejenisnya, sehingga dapat tercuci otak warga sampai akhirnya menganggap kebohongan sebagai kebenaran.
"Kebohongan yang diceritakan terus-menerus, viral dan dikemas dengan apik, lama-lama dianggap sebagai kebenaran. Itu lah bahayanya hoaks," ujarnya.
Wira menuturkan materi kebohongan dalam hoaks biasanya bermotif politik, misalnya mendiskreditkan pemerintah, menuding negatif kelompok lain yang tak disukai, mendiskreditkan tokoh masyarakat tertentu, dan individu tertentu.
Selain itu, kata dia, hoaks bisa merusak ketahanan nasional, akibat generasi muda diprovokasi untuk membenci pemerintah, melecehkan negara sendiri, dan akhirnya anarkis serta menurunkan kebanggaan atas negara sendiri atau menurunnya nasionalisme.
Oleh karena itu, Wira berharap, pemerintah tidak lagi menganggap masalah literasi media digital ini sebagai persoalan kecil sebab berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik yang sedang dihadapi akan semakin sulit untuk diselesaikan apabila berita palsu yang disinformatif menyebar secara masif di tengah masyarakat.
"Orang mudah diprovokasi, kohesi sosial jadi rentan dan konflik politik mudah terjadi, karena persepsi publik dikacaukan oleh berita hoaks di media sosial. Jadi pemerintah wajib melindungi rakyat dari serangan berita hoaks," demikian mantan Jubir Pemprov Aceh itu.