Pemprov Lampung: Angka stunting di Lampung turun

id stunting, angka stunting, pp aisyiyah, kental manis,yaici,stunting lampung

Pemprov Lampung: Angka stunting di Lampung turun

Edukasi pencegahan stunting oleh Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Yayasan Abhipraya serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. ANTARA/HO

Bandarlampung (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mengatakan bahwa daerah ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam upaya mengurangi angka stunting yang mengalami penurunan.

"Pada tahun 2019, angka stunting di provinsi ini tercatat sebesar 26,26 persen. Namun pada tahun 2023 angka tersebut berhasil turun menjadi 14,9 persen," kata  Staf Pemerintahan Hukum dan Politik Pemerintah Provinsi Lampung, Ir. Zainal Abidin, MT., dalam keterangannya saat pertemuan jajaran Pemprov Lampung dengan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Yayasan Abhipraya serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan, di Bandarlampung, Rabu. 

Ia menyebutkan pertemuan tersebut juga membahas upaya penanganan stunting tanpa konsumsi susu kental manis pada balita.

Zainal dalam kesempatan itu juga menyetujui jika kental manis bukan susu.

"Kami juga prihatin dengan masih banyak yang konsumsi dan menganggap kental manis adalah susu,” ujarnya pula.

Persoalan susu kental manis telah menjadi sorotan publik sejak badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Peraturan BPOM No. 18 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. 

Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah 5 tahun untuk label maupun iklan promosinya.

Terbaru, BPOM juga mengesahkan Peraturan BPOM No. 26 Tahun 2021 yang mengatur tentang Perubahan Takaran Saji. Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gram. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15 - 30 gram.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menyebut perubahan takaran saji tersebut adalah hal seharusnya dilakukan sejak awal.

“Ini menunjukkan adanya konsern BPOM terhadap risiko asupan gula yang tinggi saat mengonsumsi kental manis. Tapi yang harus diperhatikan adalah ketentuan baru ini tetap harus disosialisasikan dengan maksimal. Bila tersosialisasi dengan baik, seluruh elemen masyarakat paham sehingga bisa bersama sama ikut mengawasi produsen,” kata Arif Hidayat.

Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa menjelaskan tantangan dalam persoalan kental manis adalah persepsi masyarakat yang menganggap kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak.

"Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PP Aisyiyah, sebanyak 37 persen ibu beranggapan kental manis adalah susu dan minuman yang menyehatkan untuk anak. Masyarakat sudah mengetahui bahwa kental manis bukan merupakan susu, namun banyak yang mengabaikannya karena harga yang murah dibanding kategori susu lainnya," ujar Chairunnisa.
Baca juga: Dompet Dhuafa Lampung-AIMI bahas kolaborasi tangani stunting
Baca juga: Dinkes: Bandarlampung gencarkan sejumlah aksi tekan angka stunting