Pemicu konflik dokter dengan pasien

id dokter dianiaya,profesi dokter,keterbatasan dokter,konflik dokter pasien,pakar hukum kesehatan,kemenkes,universitas anda

Pemicu konflik dokter dengan pasien

Seluruh dokter di Lampung dan daerah lainnya di Indonesia menentang keras tindak kriminalisasi atas profesi dokter (ANTARA/ /Agus Wira Sukarta)

Padang (ANTARA) - Ahli Hukum Kesehatan dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) Dr Yussy Adelina Mannas mengatakan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), terutama dokter, yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang mesti ditangani, bisa menjadi salah satu pemicu konflik.

"Itu (keterbatasan) bisa jadi faktor pencetus karena jumlah antrean pasien yang banyak bisa menyebabkan konflik," kata Dr Yussy Adelina Mannas.
 
Hal tersebut disampaikan Dr Yussy menanggapi kasus penganiayaan pasien terhadap dua dokter magang di Puskesmas Pajar Bulan, Kecamatan Way Tenong, Lampung Barat.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan memberikan pendampingan hukum kepada dua dokter internship atau magang di Lampung Barat yang diduga menjadi korban tindakan penganiayaan oleh pasien.

Menurut Dr Yussy, tidak seimbangnya antara jumlah pasien yang mesti ditangani dengan ketersediaan dokter akan berpengaruh pada psikologis pasien.

Dari sisi kaca mata hukum, kata dia, profesi dokter termasuk kategori officium nobile (profesi mulia) karena berkaitan dengan tindakan-tindakan kemanusiaan.

Apalagi, lanjutnya, profesi tersebut juga menyangkut aspek keselamatan dokter itu sendiri terkait bisa saja seorang dokter terpapar virus dari pasien yang ditangani, seperti kasus HIV/AIDS dan COVID-19.

Mengingat tingginya risiko serta mengusung misi kemanusiaan, Dr Yussy menegaskan profesi tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih dari aspek hukum, terutama apabila terjadi konflik dengan pasien.

Guna menghindari terjadinya konflik antara pasien dengan dokter, ia menyarankan pentingnya mengetahui latar belakang pasien dengan baik, misalnya tingkat pendidikan pasien.

"Sebab cara komunikasi kita (dokter) dengan seseorang itu perlu diperhatikan dengan siapa kita berkomunikasi," ujarnya.

Pendapat ahli hukum

Praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nasional, Dr. Sopian Sitepu, SH., M.H., M.Kn. menanggapi adanya penganiayaan oleh pasien terhadap dua dokter internship atau magang di Lampung Barat.

Menurut dia, adanya dugaan penganiayaan terhadap dua dokter di Provinsi Lampung tersebut kuat dugaan didorong oleh faktor keinginan atau desakan pasien untuk segera sembuh atas obat yang telah diberikan dokter.

 Dia melanjutkan dalam persoalan tersebut, dokter tidak dapat dituntut untuk jaminan kesembuhan pasien. Menurut dia, tanggungjawab dokter terhadap pasien adalah bersifat medical liability atau pertanggungjawaban medis.

"Artinya hal ini karena perikatan antara dokter dan pasien adalah suatu perikatan ikhtiar atau upaya semaksimal mungkin dalam bentuk penyembuhan, tetapi bukan perikatan hasil atau dijamin sembuh. Sehingga dokter tidak dapat dituntut atau digugat oleh pasien dengan tuntutan kesembuhan dan dalam praktiknya dokter memiliki hak-hak yang diatur dalam undang-undang," kata dia.

Ia menambahkan hak dokter tersebut di antaranya diatur  dalam UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Pasal 50, 51 disebutkan dokter atau dokter gigi berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang menjalankan tugas, memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien.

"Kemudian memberikan pelayanan medis sesuai SOP, merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan  atau pengobatan, serta merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien itu meninggal dunia," katanya.

Menurut dia, untuk hak pasien sendiri, apabila dalam penanganan medis seorang pasien mendapatkan layanan yang kurang memuaskan atau malpraktik maka diatur dalam Pasal 32 huruf q dan r UU No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit bahwa seorang pasien berhak menggugat atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan tidak sesuai dan baik.

"Jika pasien mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan bisa menyampaikan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan peraturan perundang-undangan," tambahnya