Bandarlampung (ANTARA) - Lamban Dalom merupakan rumah adat Kebandaran Marga Balak Lampung Pesisir di Jalan Dr. Setia Budi Bandarlampung, yang sejak 1 April 2022 dijadikan rumah keadilan restoratif oleh Kejaksaan Negeri Bandarlampung.
Rumah dengan luas tanah 2.500 meter dan bangunan berukuran 15×20 meter itu kental bernuansa adat, berbentuk mirip rumah panggung yang didominasi material kayu. Rumah adat itu bahkan disebutkan berusia lebih dari 100 tahun dan dulu digunakan sebagai rumah musyawarah untuk menyelesaikan masalah warga sekitar dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.
Menurut Muhammad Yusuf Erdiansyah Putra--biasa disapa Pangeran oleh masyarakat di kawasan Lamban Dalom dan selama ini bertindak sebagai fasilitator--penyelesaian suatu masalah di rumah adat itu biasanya secara musyawarah, seperti kasus pencurian, masalah keluarga, dan lainnya.
Sebelum permasalahan masyarakat masuk ke ranah hukum formal, para pemangku adat akan mencoba menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan di rumah adat. Masyarakat setempat masih kental dengan adat istiadat setempat sehingga selalu mengedepankan musyawarah dalam penyelesaian suatu masalah yang terjadi di antara mereka.
Karena sejarahnya pula, rumah adat Lamban Dalom menjadi rumah keadilan restoratif. Kejaksaan Negeri Bandarlampung memilih rumah adat Lamban Dalom sebagai rumah keadilan restoratif untuk meningkatkan sinergi di antara tokoh masyarakat, pemerintah, dan penegak hukum dalam menyelesaikan suatu kasus tertentu yang terjadi di masyarakat.
Sejak dijadikan rumah keadilan restoratif, masyarakat menyambut antusias karena mereka kini bisa menjadikan sebagai tempat penyelesaian masalah tindak pidana ringan sebelum dibawa ke ranah penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Bukan hanya masyarakat, para tokoh masyarakat, adat, serta pemuka agama juga memberikan nilai positif atas rumah keadilan restoratif itu. Bagi tokoh adat, setidaknya mereka bisa mengingatkan kembali warganya untuk menjaga muruah norma adat sehingga tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Tokoh adat Negeri Olok Gading dengan sebutan Gusti Pangeran Igama Ratu Muhammad Yusuf Erdiansyah Putra menilai keberadaan rumah keadilan restoratif di lingkungan permukiman warga dapat meringankan biaya dan mempercepat penyelesaian suatu permasalahan hukum yang mereka hadapi.
Sejak rumah Lamban Dalom dijadikan sebagai rumah keadilan restoratif, tokoh adat bersama pihak kejaksaan telah menyelesaikan lima perkara melalui keadilan restoratif. Kelima kasus itu terkait ancaman Pasal 351 tentang Penganiayaan, Pasal 480 tentang Penadahan, dan Pasal 362 tentang Pencurian.
Terakhir pada pekan lalu, para pemangku adat bersama kejaksaan telah melakukan musyawarah di Lambah Dalom agar enam pencuri di salah satu kantor milik negara bisa mendapatkan keadilan restoratif dari Kejaksaan Agung.
Dalam penyelesaian musyawarah, mereka melakukan sidang secara adat. Ruang sidang yang berada di bawah rumah panggung tersebut memiliki daya tampung 100 orang yang dapat dihadiri oleh semua pihak terkait, seperti pemangku adat, keluarga pelaku, korban, hingga penegak hukum seperti Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Kejaksaan Negeri Bandarlampung.
Meski dilakukan musyarwarah di rumah adat dengan tujuan korban dan pelaku saling memaafkan sehingga permasalahan tak perlu berlanjut ke pengadilan, keputusannya tetap ada pada aparat hukum, apakah kasus perlu dilanjutkan ke pengadilan atau cukup diselesaikan di rumah keadilan restoratif itu melalui musyawarah.
Keadilan restoratif
Pada Mei 2022 Kejaksaan Agung membentuk rumah keadilan restoratif di setiap kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia. Seiring berjalan waktu, keberadaannya memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai altenatif dalam penyelesaian perkara tindak pidana di luar pengadilan.
Kinerja rumah keadilan restoratif ini diukur dalam penyelesaian perkara tindak pidana. Kehadirannya tentu harus memberikan keadilan, kepastian dan manfaat kepada masyarakat. Selain itu, rumah keadilan restoratif itu juga harus mampu mengawasi aktivitas tersangka yang telah mendapatkan keadilan resporatif agar tidak lagi mengulangi perbuatan pidana.
Berkaitan itu, rumah keadilan restoratif kini bertebaran di wilayah Lampung. Diharapkan melalui rumah keadilan restoratif itu bisa dilaksanakan peradilan cepat, sederhana, berbiaya ringan, dan memperhatikan hati nurani. Keadilan restoratif ini memang menekankan pendekatan sosial kultural dibandingkan pendekatan normatif dalam penegakan hukum.
Di Kabupaten Pesawaran Lampung, Kejaksaan Negeri setempat menyiapkan sebanyak 114 rumah keadilan restoratif yang tersebar di desa-desa kabupaten setempat.
Kepala Kejaksaan Negeri Pesawaran, Diana Wahyu Widiyanti, mengatakan kehadiran ratusan rumah keadilan restoratif yang tersebar di kabupaten tersebut merupakan bentuk komitmen memberikan keadilan kepada masyarakat Pesawaran, terutama di tempat-tempat terpencil.
Salah satu contoh keadilan restoratif dicapai di daerah itu penghentian kasus seorang pedagang es di Desa Gebang Pandan Pesawaran, yang menjadi tersangka kasus pembelian ponsel hasil curian. Tersangka kala itu sedang membutuhkan ponsel untuk keperluan perkuliahan sehingga membeli ponsel yang ditawarkan kepadanya. Namun, tersangka tak mengetahui kalau ponsel itu adalah hasil curian.
Contoh kasus lainnya di Bandarlampung, Kejaksaan Negeri setempat menghentikan perkara tindak pidana pencurian ponsel. Pelaku pada 1 Agustus 2022 mencuri ponsel temannya saat mengunjungi rumah kontrakan korban.
Bukan hanya kejaksaan, kepolisian dan pengadilan juga melakukan keadilan restoratif. Misalnya, Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung dalam kurun waktu 6 bulan sejak Januari-Juni 2022, melakukan upaya keadilan restoratif terhadap 10 perkara pidana umum yang melibatkan anak.
Adapun Polda Lampung menghentikan kasus persekusi dan ujaran kebencian atas sembilan orang dan kasus tiga wartawan yang melakukan pemerasan melalui keadilan restoratif dengan mengacu pada Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice.
Penyelesaian masalah hukum secara kekeluargaan dan musyawarah sebenarnya sudah terbentuk sejak lama di masyarakat Indonesia. Peran tokoh masyarakat dan agama sangat penting dalam mendamaikan pihak-pihak yang terkait permasalahan itu melalui mediasi dan ganti rugi.
Penerapan keadilan restoratif ini sebenarnya bisa diartikan kembali ke budaya masyarakat Indonesia yang menekankan mediasi dan musyawarah dalam menuntaskan masalah di antara mereka. Kasus-kasus hukum tertentu, seperti kasus ringan dan delik aduan, memang seyogianya diselesaikan secara kekeluargaan sehingga tidak perlu berlanjut ke ranah hukum (kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan).
Tokoh adat, masyarakat, dan pemuka agama bisa mengajukan kepada kejaksaan jika ada warga setempat yang terlibat tindak pidana untuk mendapatkan keadilan restoratif. Usulan itu akan dibahas di rumah keadilan restoratif dan akan diajukan kepada Jaksa Agung jika memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dengan kata lain, sebagaimana disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Bandarlampung, Helmi Hasan, tidak semua kasus hukum bisa diselesaikan melalui rumah keadilan restoratif karena kasus seperti korupsi, narkoba, residivis, perampokan, dan kejahatan berat lainnya tetap harus diproses hukum.
Pemerintah Indonesia, kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Heni Yuwono, memang sedang mengupayakan akselerasi penerapan keadilan restoratif di Tanah Air sebagai pendekatan penegakan hukum di semua fase, dari pra-ajudikasi, ajudikasi, hingga pasca-ajudikasi.
Akselerasi penerapan keadilan restoratif tersebut tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dan telah menjadi program prioritas di kementerian dan lembaga di bidang hukum.
Namun, penanganan keadilan restoratif ini harus terintegrasi di semua penegak hukum dengan payung hukum jelas, yang mampu menyamakan definisi, syarat, dan prosedur penerapan keadilan restoratif, agar mampu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Apresiasi berbagai kalangan terhadap implementasi keadilan restoratif jangan sampai ada yang menyelewengkan karena tidak semua perkara bisa diselesaikan melalui kebijakan ini.
Meraih keadilan di rumah "restorative justice"
...keberadaan rumah keadilan restoratif di lingkungan permukiman warga dapat meringankan biaya dan mempercepat penyelesaian suatu permasalahan hukum yang mereka hadapi...