Deformasi Lempeng Indo-Australia memicu gempa di Gunung Kidul

id gempa gunung kidul,lempeng indo-australia,dampak gempa

Deformasi Lempeng Indo-Australia memicu gempa di Gunung Kidul

Ilustrasi--Seismograf, alat pencatat getaran akibat gempa bumi. (ANTARA/Shutterstock/pri)

Jakarta (ANTARA) - Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan bahwa gempa dengan magnitudo 4,9 yang terjadi di sekira 24 km barat daya Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu pukul 10.03 WIB dipicu oleh deformasi pada Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Pulau Jawa.

"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa Yogyakarta yang terjadi pagi ini merupakan jenis gempa berkedalaman menengah akibat adanya deformasi atau patahan pada bagian Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Pulau Jawa, tepatnya di Zona Benioff," kata Daryono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.

Ia mengungkapkan bahwa Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Pulau Jawa, tepatnya di Zona Benioff, tidak lagi landai tetapi sudah menukik.

"Slab lempeng yang tersubduksi lebih dalam ini ada bagian yang mengalami deformasi atau patah yang kemudian memancarkan gelombang gempa," katanya.

Menurut dia, gempa di Zona Benioff yang dampaknya merusak sebelumnya terjadi pada 21 Mei 2021 di selatan Jawa Timur, tempat gempa dengan magnitudo 5,9 yang pusatnya berada pada kedalaman 110 km menyebabkan kerusakan ratusan rumah di tujuh kabupaten dan kota di Jawa Timur, khususnya Blitar dan Malang.

Daryono menjelaskan bahwa gempa dengan magnitudo 4,9 yang pusatnya berada di laut pada kedalaman 123 km di koordinat 8,21 Lintang Selatan dan 110,57 Bujur Timur, sekira 24 km barat daya Gunung Kidul, bukan jenis gempa subduksi megathrust dan bukan juga gempa akibat sesar aktif kerak dangkal.

Gempa yang pusatnya berada di barat daya Gunung Kidul menurut data BMKG getarannya dirasakan pada skala II MMI di Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), pada skala II MMI di Trenggalek (Jawa Timur), dan pada skala II-III MMI di Pacitan (Jawa Timur).

Pada skala II MMI getaran dirasakan oleh beberapa orang dan menyebabkan benda-benda ringan yang digantung bergoyang dan pada skala III MMI getaran dirasakan nyata di dalam rumah, terasa seakan-akan ada truk berlalu.

"Patut disyukuri bahwa hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut, karena gempa dalam lempeng semacam ini mampu memancarkan guncangan sangat kuat di atas rata-rata gempa sekelasnya. Seperti halnya Gempa Benioff di selatan Jawa Timur, meskipun magnitudonya relatif kecil 5,9 tetapi mampu merusak ratusan bangunan rumah," kata Daryono.

Menurut pantauan BMKG, hingga pukul 10.30 WIB belum ada aktivitas gempa susulan setelah gempa dengan magnitudo 4,9 yang terjadi di barat daya Gunung Kidul pada Rabu pukul 10.03 WIB.

Wilayah Yogyakarta dan sekitarnya termasuk daerah rawan gempa. Pada 1840, 1859, 1867, 1875, 1937, 1943, 1957, 1981, dan 2006 gempa merusak tercatat terjadi di wilayah itu.