Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Tjandra Yoga Aditama mengajak masyarakat untuk tidak ragu-ragu divaksin menggunakan vaksin buatan Sinovac meskipun itu tidak diakui oleh Singapura.
"Vaksin buatan Sinovac sudah di-approve (disetujui, red.) oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) dan di-approve BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," kata Prof. Tjandra saat sesi diskusi virtual yang diikuti dari kanal YouTube ANTARA TV Indonesia di Jakarta, Kamis.
Menurut Tjandra, yang saat ini aktif menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi, keputusan Singapura tidak memasukkan CoronaVac—vaksin buatan Sinovac—dalam daftar vaksinasinya merupakan langkah yang harus dihormati karena tiap negara memiliki kebijakannya masing-masing untuk menanggulangi pandemi COVID-19.
Namun, keputusan Singapura itu diharapkan tidak memengaruhi pandangan masyarakat soal pelaksanaan vaksinasi di Indonesia, yang saat ini sebagian besar menggunakan CoronaVac.
Baca juga: Singapura beri izin khusus vaksin COVID-19 Sinovac
Baca juga: China izinkan Sinovac digunakan untuk anak usia 3-17 tahun
Pasalnya, CoronaVac telah mendapat izin pakai darurat tidak hanya dari WHO dan BPOM, tetapi juga dari badan kesehatan dan pengendali obat negara-negara lain, misalnya di Filipina, sebut Prof. Tjandra, yang pada bulan Februari 2021 terpilih sebagai anggota tim independen pembagian jatah vaksinasi (IAVG) COVID-19 Vaccine Global Access (COVAX).
Sejauh ini, CoronaVac telah mendapat izin pakai dari Cina, dan izin pakai darurat di Azerbaijan, Bangladesh, Botswana, Brasil, Kamboja, Chile, Kolombia, Republik Dominika, Ekuador, Mesir, Laos, Malaysia, Meksiko, Moldova, Oman, Pakistan, Panama, Filipina, Afrika Selatan, Thailand, Timor Leste, Tunisia, Turki, Ukraina, Uruguay, dan Zimbabwe.
"CoronaVac merupakan satu dari sedikit vaksin yang sudah di-approve WHO. Jadi, saya ingin menekankan jangan ragu-ragu karena ada pendapat Singapura ini, (jangan) membuat kita ragu-ragu dengan vaksin ini," tegas Tjandra.
Walaupun demikian, dia mengakui tingkat kemanjuran/efikasi CoronaVac lebih rendah jika dibandingkan dengan vaksin buatan Pfizer dan BioNTech, Comirnaty/BNT162b2.
Tingkat kemanjuran vaksin buatan Pfizer mencapai lebih dari 90 persen, sementara vaksin buatan Sinovac sekitar 51 persen.
Akan tetapi, menurut Tjandra, tingkat efikasi CoronaVac itu masih memenuhi batas minimal yang ditetapkan oleh WHO dan banyak negara, termasuk Indonesia.
Menteri Kesehatan Singapura pada hari Rabu (7/7) mengumumkan pihaknya mengeluarkan CoronaVac dari daftar perhitungan vaksinasi karena kurangnya ketersediaan data ilmiah yang menunjukkan CoronaVac ampuh mencegah varian baru COVID-19, khususnya varian delta.
Oleh karena itu, jumlah peserta vaksinasi di Singapura hanya akan dihitung dari mereka yang menggunakan vaksin COVID-19 buatan Pfizer dan BioNTech serta Moderna.
Baca juga: Menteri BUMN berduka atas meninggalnya ketua uji klinis vaksin Sinovac