Jakarta (ANTARA) - Mikael Reno Prasasto mengenakan kaus biru tua bertulisan #UnderstandingHuman, menuturkan bagaimana dia bersama tujuh kawannya dari Program Studi Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mulai membangun Pijar Psikologi tahun 2015.
Di sebuah kedai kopi di area Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/4) siang, setelah meminum es kopi di depannya Reno menjelaskan bahwa pendirian situs penyedia artikel kesehatan psikologis dan layanan konseling gratis secara daring itu dilandasi oleh keinginan untuk menyebarkan pengetahuan mengenai kesehatan jiwa menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat umum.
"Dengan adanya pengetahuan, maka orang akan dengan mudah menyadari. Dengan timbulnya kesadaran, maka stigma negatif mengenai permasalahan psikologis dapat dikurangi. Memahami manusia, understanding human, itu intinya," kata pria 24 tahun itu.
Salah satu laman yang banyak diakses di situs Pijar Psikologi adalah layanan konseling daring gratis, yang menurut Reno bisa menjadi awal yang baik bagi pengguna untuk berbagi cerita dan memahami kondisi psikologis mereka.
"Sekarang, orang-orang semakin sadar terhadap isu kesehatan mental ini. Dan lambat laun kami berpikir bahwa sebenarnya mereka tidak takut ke psikolog, melainkan takut bila ketemu orang lain pas mereka jalan ke psikolog," katanya.
"Selain itu, kami juga berpikir bahwa sebenarnya mereka mungkin tidak butuh jawaban, melainkan butuh telinga untuk mendengarkan, dan mulut yang tidak judgemental (menghakimi)," kata Reno, lalu meneguk es kopinya.
Sembari membenahi jam tangan, Reno mengungkapkan besarnya antusiasme pengguna layanan konseling daring di Pijar Psikologi, yang kadang membuat dia dan teman-temannya agak kewalahan melayani.
Pada usianya yang baru empat tahun, tercatat sudah 17 ribu orang lebih yang menggunakan layanan itu untuk berkonsultasi mengenai kesehatan mental.
"Kami juga tidak menyangka peminat dari konseling gratis ini setinggi ini. Karena kewalahan, kami membatasi kuota hingga 30 konsultasi per minggu, setiap hari Rabu," kata Reno.
Mengenai kerahasiaan data, Reno meminta para pengguna layanan konseling daring Pijar Psikologi tidak khawatir.
"Di Pijar, kerahasiaan data pasien hanya diketahui oleh pemegang konsultasi (konselor) dan yang berkonsultasi (konseli). Sehingga pengguna tidak perlu khawatir akan kerahasiaan datanya," katanya.
Namun, ia melanjutkan, ada pilihan bagi pengguna untuk memperbolehkan kisahnya dibagikan kepada publik dengan harapan cerita mereka bisa menjadi pencerahan bagi orang-orang yang punya masalah serupa.
"Karena Pijar tidak hanya memberikan layanan e-counseling, ada juga rubrik cerita inspiratif dari pengguna kami sebelumnya yang boleh ditulis dan dibagikan. Nama asli mereka tentu kami anonimkan," imbuh Reno.
Penerang di balik layar
Menurut Reno, ada puluhan psikolog dan mahasiswa Magister Psikologi Profesi Universitas Gadjah Mada yang mendukung penyelenggaraan pelayanan Pijar Psikologi di bawah supervisi psikolog senior.
Setiap konselor, ia melanjutkan, biasanya memegang dua hingga tiga konsultasi per minggu.
Dalam layanan Pijar Psikologi, pengguna layanan konsultasi menyampaikan kondisi atau masalah lewat surel dan konselor akan merespons surel mereka tujuh hari dari tanggal konseli menyampaikan kisah.
"Saya berharap bisa membagikan hal yang saya ketahui dan senang jika bisa bermanfaat untuk orang lain," kata Anna Rusdiyana, seorang konselor, mengenai alasannya bergabung dengan Pijar Psikologi.
Anna mulai bergabung dengan Pijar pada Januari tahun lalu. Motivasi awalnya sederhana, ingin berbagi pengalaman dan cerita dengan orang lain.
Dengan bekal pendidikan di bidang psikologi, selanjutnya ia ingin menjangkau lebih banyak orang dan mengetahui lebih banyak jenis permasalahan psikologis.
Setelah setahun menjadi "telinga" bagi orang-orang dengan beragam masalah psikologis, perempuan berkerudung itu mengaku mendapat banyak pelajaran dari cerita orang-orang yang menggunakan layanan konseling daring. Kisah-kisah mereka juga meninggalkan kesan dalam dirinya.
"Setiap kasus yang masuk tentunya punya kesan tersendiri bagi saya pribadi. Akan tetapi, salah satu kasus yang memberikan kesan lebih untuk saya yakni ketika ada klien yang menceritakan mengenai keinginan atau pikiran bunuh diri," ungkap Anna melalui layanan pesan singkat.
"Berkesan karena saya baru menyadari bahwa sebenarnya hal-hal tersebut bisa jadi sangat dekat dengan saya dan ada di sekitar kita. Selain menyadarkan saya, hal itu menjadi keprihatinan karena banyak sekali kasus terjadi pada remaja," ia menambahkan.
Ketika disinggung mengenai penghargaan yang dia dapat melalui Pijar, Anna mengatakan ia mendapatkan banyak ilmu, pengalaman, dan topik-topik yang belum ia pelajari.
Sebagaimana Anna, kontributor dan penulis artikel kesehatan mental Zahrah Nabila mengemukakan bahwa penghargaan materi bukanlah tujuan utamanya bergabung dengan Pijar Psikologi.
"Kalau reward (penghargaan) material ya mungkin seadanya, tapi itu bukan concern (perhatian) utamaku. Selain itu, lingkungan kerja di Pijar sendiri sangat menyenangkan dan sehat secara mental," kata Zahrah, yang biasa disapa Ara, melalui sambungan telepon.
Ara, yang tengah menempuh pendidikan pascasarjana psikologi di Universitas Gadjah Mada, menambahkan orang-orang di lingkungan kerjanya sangat terbuka dan profesional.
"Mereka sudah seperti keluarga," katanya.
Reno, Anna, maupun Ara melakukan apa yang mereka lakukan di Pijar Psikologi dengan harapan sama, agar klien-klien mereka mengizinkan diri untuk mencari dan menerima bantuan dari profesional yang kini aksesnya makin terbuka, baik melalui layanan daring maupun fasilitas kesehatan umum.