Pekanbaru (ANTARA) - Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN RI Dr.dr.M.Yani, MKes, PKK mengatakan bahwa pencegahan kasus stunting harus melibatkan semua pihak terkait dalam suatu satuan tugas (satgas).
"Kasus stunting sifatnya spesifik dan sensitif sehingga penanganannya sesuai dengan tugas pokok dan tugas fungsinya masing-masing instansi terkait," katanya di sela acara pertemuan peningkatan kapasitas bagi pengelola proyek prioritas nasional pencegahan stunting tingkat provinsi Riau diikuti 52 peserta dari bidan desa, kepala desa, PLKB dan instansi terkait lainnya.
Menurut dia, kalau penanganan kasus stunting yang bersifat spesifik maka betul-betul dikerjakan oleh instansi yang bersangkutan dan lainnya dikeroyok rame-rame oleh instansi terkait.
Secara nasional, sebutnya pencegahan stunting dikoordinasikan langsung dibawah Wakil Presiden Jusuf Kalla dan BKKBN menjadi salah satu instansi terlibat dalam satgas penanganannya sesuai dengan pemicu dari munculnya kasus stunting itu.
"Secara umum penyebab stunting adalah terkait asupan gizi dan tentu yang menaganinya adalah kementrian dan lembaga yang berhubungan dengan seperti pangan, pertanian dan lainnya," ujarnya.
Pemicu kedua kasus stunting adalah terkait pola asuh dalam keluarga dan ini tupoksi BKKBN, serta ketiga berhubungan dengan infrastruktur, higienis dan sanitasi lingkungan.
Untuk bidang kesehatan, tambah dia hanya memiliki tupoksi sebesar 30 persen dan di luar itu maka harus dikerjakan bersama-sama oleh instansi terkait lainnya oleh pusat dan daerah.
"Secara nasional, prevalensi kasus stunting sepanjang 2017 tercatat 37 persen dan 2018 turun menjadi 30,8 persen, sudah luar biasa. Yang menarik angka stunting turun tetapi berhubungan dengan stunting tidak begitu banyak berubah seperti pola asuh," jelasnya.
Selanjutnya, katanya mudah-mudahan kita sudah menuju kearah yang lebih baik terkait dengan sanitasi dan bahkan Kemendes juga sudah berinisiasi untuk mempercepat program penuntasan stunting dengan pengadaan MCK dan air bersih.
Ia memandang bahwa rendahnya pengetahuan ibu terhadap gizi memicu rendahnya asupan gizi yang baik bagi balitanya, selain itu menjadi kendala juga karena kasus stunting dijumpai terletak di lokasi yang terisolasi dan minim akses transportasi.
"Namun berapapun jauhnya lokasi dijumpai stunting, atau semua daerah stunting yang telah ditetapkan harus dituntaskan termasuk BKKBN melalui pokja-pokja yang diketuai oleh dinas kesehatan setempat dan BKKBN misalnya bisa menjadi wakil atau bisa dari biro kesra. Tergantung daerahnya, tetapi yang jelas lintas sektor," terangnya.
Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Riau, Agus P. Proklamasi mengatakan, Kampar menjadi daerah sasaran intervensi penanganan stunting tahap kedua tahun 2019.
"Berdasarkan hasil pertemuan ini, terungkap ada desa yang tidak pernah dikunjungi satgas pencegahan stunting seperti dari BKKBN, dan itu wajar saja karena BKKBN bukan menjadi peserta Riskedes, namun tetap harus ikut dalam penanganannya secara lintas sektoral itu," katanya.
Ke depan, ujar dia BKKBN Perwakilan Provinsi Riau akan lebih mengiatkan peran Penyuluh Lapangan KB untuk mensosialisasikan program KKBPK minimal pada kelahiran bayi berikutnya tidak lagi terpapar gizi buruk.
Berita Terkait
Harga kelapa sawit Riau naik Rp427,30/kg
Selasa, 26 Maret 2024 22:14 Wib
BB KSDA Riau: Pekerja jangan tidur di barak usai serangan harimau
Senin, 18 Maret 2024 23:58 Wib
Ketua KPPS di Kuantan Singingi Riau meninggal saat bertugas
Kamis, 15 Februari 2024 19:12 Wib
Harga TBS sawit Riau turun Rp87,50/kg
Rabu, 7 Februari 2024 6:10 Wib
Banjir di Jalintim Sumatera di Pelalawan, Riau kembali meningkat
Jumat, 2 Februari 2024 5:42 Wib
Tersangka korupsi tiga bulan kabur, ditangkap Kejati Riau
Kamis, 1 Februari 2024 11:42 Wib
Tim gabungan Polda tembak perampok bersenjataapi
Minggu, 28 Januari 2024 22:43 Wib
Polisi tembak mati perampok bersenjata api
Minggu, 28 Januari 2024 11:55 Wib