Ketimpangan Skill pemicu pengangguran

id Menaker Hanif Dhakiri, ketimpangan skill, pemicu pengangguran, lapangan kerja

Ketimpangan Skill pemicu pengangguran

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakri menjawab pertanyaan pers seusai membuka "The 6th ASEAN Oshnet Conference" di Yogyakarta, Kamis. (Foto Antara/Luqman Hakim)

Problem riilnya adalah ketimpangan skill, bukan lapangan kerja, kata Hanif

Bandarlampung (ANTARA) - Persoalan pengangguran di Indonesia bukan disebabkan minimnya ketersediaan lapangan kerja melainkan dipicu oleh ketimpangan "skill" atau keterampilan calon tenaga kerja, kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

"Problem riilnya adalah ketimpangan skill, bukan lapangan kerja," kata Menteri Hanif seusai membuka "The 6th ASEAN Oshnet Conference" di Yogyakarta, Kamis.

Menurut Hanif, penciptaan lapangan kerja di era Presiden Joko Widodo saat ini justru telah melampui target yang ditetapkan mencapai 10 juta lapangan kerja selama lima tahun pemerintahan.

"Selama 4,5 tahun (pemerintahan) Pak Jokowi itu sudah mencapai 10 juta 540 ribu lapangan kerja dan mayoritas adalah sektor formal. Artinya janji Pak Jokowi menciptakan lapangan kerja 10 juta sudah tercapai dalam waktu 4 tahun, satu tahun lebih cepat," kata Hanif.

Dengan demikian, ia menegaskan bahwa persoalan pengangguran di Indonesia bukan disebabkan oleh faktor minimnya ketersediaan lapangan kerja.

Hanif menjelaskan saat ini jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 131 juta orang, di mana 58 persen di antaranya adalah lulusan SD dan SMP. Selain dominasi lulusan SD dan SMP, problem miss match atau lapangan kerja yang tak sesuai dengan latar belakang pendidikan mencapai 50 persen.

"Kalau ada 10 orang (angkatan kerja), 6 orang merupakan lulusan SD-SMP dan 2 orang yang 'miss match'. Artinya hanya 2 orang yang memang punya pendidikan baik dan skill yang baik sesuai kebutuhan pasar kerja," kata dia.

Menurut Hanif, Kartu Pra Kerja yang digagas Presiden Joko Widodo diyakini mampu menjawab persoalan ketimpangan skill. Sebab melalui kartu itu akan memudahkan masyarakat mengakses pelatihan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja.

"Pada intinya memberikan akses untuk pelatihan vokasi, pelatihan kerja yang berkualitas. Itu menjawab masalah dasar dari kita," kata Hanif.