Bertemu nelayan, Presiden cari solusi terkait cantrang

id solusi terkait cantrang, presiden temui nelayan, joko widodo

Bertemu nelayan, Presiden cari solusi terkait cantrang

Presiden Joko Widodo (FOTO: ANTARA/Widodo S. Jusuf/Dok)

Kita carikan solusi agar nelayan ini juga bisa melaut dengan baik tapi juga dari sisi penggunaan alat-alat yang berdampak tidak baik bagi lingkungan itu juga perlu diatur, tambah Presiden
Tegal, Jawa Tengah (Antaranews Lampung) - Belasan nelayan di Tegal, Jawa Tengah bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk mencari solusi terkait dengan pelarangan penggunaan cantrang.

"Nanti kita bertemu hari Rabu (17/1) kembali untuk mencari solusi dari problem yang berkaitan dengan cantrang," kata Presiden di Tegal, Senin.

Presiden berdialog dengan nelayan di restoran batibul "Bang Awi" Tegal. Ia didampingi oleh Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki.

"Kita carikan solusi agar nelayan ini juga bisa melaut dengan baik tapi juga dari sisi penggunaan alat-alat yang berdampak tidak baik bagi lingkungan itu juga perlu diatur," tambah Presiden.

Tapi Presiden tidak merinci apa saja masalah yang disampaikan oleh para nelayan tersebut.

"Nanti hari Rabu, intinya tadi kita sudah bertemu, sudah sama-sama ketemu solusinya, hanya nanti lebih didetailkan lagi di Jakarta, nanti disampaikan hari Rabu," ungkap Presiden.

Sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No 2/2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) dan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu pukat hela, pukat tarik, termasuk cantrang tidak diperbolehkan terhitung sejak 1 Januari 2018.

Jumlah kapal cantrang di Kota Tegal, sesuai data dari Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, terhitung Juni 2017 adalah 600 kapal cantrang yang sebagian besar sudah melakukan pendaftaran verifikasi atau ukur ulang di Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP).

Data Aliansi Nelayan Indonesia, dampak dari pelarangan cantrang untuk 600 kapal cantrang atau 80 persen dari keseluruhan kapal di wilayah Tegal itu kini berhenti beroperasi. Terdapat 12 ribu Anak Buah Kapal (ABK) dan nelayan cantrang di wilayah tersebut kehilangan pekerjaan dan berdampak pada 48 ribu orang keluarga nelayan.

Selain berdampak kepada nelayan, kebijakan ini juga membuat 11 unit pengolahan ikan (UPI) dengan 550 pekerja tutup, 12 unit "cold storage" dengan 180 pekerja tutup, 864 buruh dan pekerja di pelabuhan perikanan menganggur serta 101 pemilik kapal mengalami kredit macet dengan total utang mencapai Rp70,13 miliar.

Berdasarkan catatan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, ada sekitar 6.000 dari 16.000 kapal berukuran di bawah 10 gros ton (GT) di provinsi itu yang teridentifikasi menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan.

Sejauh ini, baru 2.341 unit bantuan alat tangkap pengganti yang disalurkan pemerintah pusat. Artinya, lebih dari 3.000 kapal di bawah 10 GT belum menerima bantuan dan kini berhenti melaut sama sekali.

Cantrang adalah alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.

Penggunaan tali selambar yang mencapai total panjang lebih dari 1.000 meter (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 meter) menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal.

Pada kapal berukuran di atas 30 Gross Ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar sepanjang 6.000 meter. Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 m, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 hektare.

Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut.