Jurnalis-Aktivis Lampung Nonton Bareng "Rayuan Pulau Palsu"

id Nonton Bareng Film Rayuan Pulau Palsu, Film Rayuan Pulau Palsu, Dandhy Dwi Laksono

Jurnalis-Aktivis Lampung Nonton Bareng "Rayuan Pulau Palsu"

Pimpinan Rumah Produksi WatchDoc Dandhy Dwi Laksono (kanan), saat berbincang santai dalam nonton bareng dan diskusi film "Rayuan Pulau Palsu", di Bandarlampung, Minggu (8/5) malam. (FOTO: ANTARA Lampung/Budisantoso Budiman)

WatchDoc ingin menyebarluaskan pemahaman bahwa reklamasi bukan cuma masalah Jakarta, tetapi Indonesia, mengingat ada banyak reklamasi yang sedang dikerjakan dan direncanakan di Indonesia.
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Belasan jurnalis dan aktivis di Lampung menggela nonton bareng film dokumenter "Rayuan Pulau Palsu" karya komunitas film WatchDoc di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung, Minggu (8/5) malam.

Pemutaran film itu dilanjutkan dengan dialog bersama yang menghadirkan pimpinan rumah produksi WatchDoc Dandhy Dwi Laksono, bersama Ketua AJI Bandarlampung Padli Ramdan, jajaran pengurus dan sejumlah wartawan maupun aktivis LSM di Lampung.

Film itu mendokumentasikan fakta penolakan warga Muara Angke di Jakarta atas proyek reklamasi di dekat perkampungan mereka.

Dalam film itu ditampilkan sikap tokoh nelayan setempat yang melakukan konsolidasi bersama masyarakat Muara Angke untuk menolak pembangunan Pulau G yang berada dekat perkampungan nelayan.

Kendati awalnya justru sempat mendapatkan penolakan dari sesama warga di sana, belakangan sejumlah warga bersama tokoh nelayan itu mengajukan gugatan izin reklamasi Pulau G yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN) pada 15 September 2015.

Sejak melayangkan gugatan, masyarakat nelayan Muara Angke menuntut penghentian kegiatan reklamasi di sepanjang pantai utara Jakarta. Mereka pun berunjuk rasa di depan Istana Negara dan Gedung DPRD DKI Jakarta.

Sebanyak 17 pulau buatan dengan luas total 5.100 hektare dengan melibatkan 9 pengembang akan dibangun di areal Teluk Jakarta.

Menurut Dandhy Dwi Laksono, inilah kisah perjuangan masyarakat dalam mempertahankan wilayahnya sekaligus melawan hegemoni kekuasaan. Sebuah potret kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan hak masyarakat dan membawa dampak negatif pada pelaksanaannya.

Film berdurasi satu jam ini merekam persoalan reklamasi Teluk Jakarta yang dimulai dari suasana pelelangan ikan di Muara Angke, pasar olahan ikan, hingga kehidupan nelayan sebelum dan sesudah dibangun reklamasi.

Film ini juga membeberkan rancangan hunian ala Pluit City yang diiklankan di YouTube. Lalu, cuplikan para nelayan yang berdemo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Ada pula kasus tolak reklamasi yang dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Adegan klimaksnya saat Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi dan bos Agung Podomoro Land sebagai tersangka dugaan suap peraturan reklamasi.

Sebelumnya, Sutradara film "Rayuan Pulau Palsu", Rudi Purwo Saputro, mengatakan film ini dibuat sekitar 2,5 bulan. Rudi adalah kamerawan di komunitas film WatchDoc. Ia ditantang menggarap film ini oleh para pendiri WatchDoc. "Awalnya kami riset tentang reklamasi, lalu wawancara dengan warga untuk mendapatkan cerita dari mereka," ujarnya lagi.

Menurut Rudi, sebetulnya film sudah selesai saat penangkapan Mohamad Sanusi, mantan politikus Partai Gerindra yang menjadi tersangka suap reklamasi. Tetapi, mereka harus memasukkan cuplikan itu di dalam film.

Produser film ini, Randy Hernando, juga tak menyangka Sanusi bakal ditangkap KPK sehubungan dengan reklamasi. "Kami sudah punya gambaran mau bikin apa, tapi model film ini cinema verite yang bercerita, jadi kami kumpulkan dulu bahannya baru kami susun," ujar dia lagi.

Ia menjelaskan, judul Rayuan Pulau Palsu sebenarnya adalah plesetan dari Rayuan Pulau Kelapa. Kata 'rayuan' juga berhubungan dengan kasus dugaan korupsi Sanusi. "Bahwa pulau ini mempunyai magnet yang kuat bagi siapa saja yang mudah disuap," katanya.

Menurut Dandhy Dwi Laksono, film ini berikutnya direncanakan masih akan terus diputar dengan konsep nonton bareng. "Kami ingin film ini ditonton para pengambil kebijakan di Jakarta dan para menteri termasuk Presiden Jokowi agar tahu persoalan sebenarnya di masyarakat," kata Dandhy pula.

Pihaknya sepakat menggelar kegiatan nonton bareng film itu di kampung-kampung, kampus, maupun tempat-tempat pembuatan film, seperti dilakukan AJI Bandarlampung tanpa melalui perencanaan panjang sebelumnya. "Spontanitas saja, tapi kami gelar pula dialog dan diskusi bersama dalam pemutaran film ini agar menjadi pembelajaran untuk kita bersama," ujarnya lagi.

Menurutnya, lewat film ini, WatchDoc ingin menyebarluaskan pemahaman bahwa reklamasi bukan cuma masalah Jakarta, tetapi Indonesia, mengingat ada banyak reklamasi yang sedang dikerjakan dan direncanakan di Indonesia.

Reklamasi tidak hanya terjadi di Jakarta. Beberapa kota di Indonesia juga mengalaminya, seperti di Palu, Manado, Ternate, Bali, Makassar, dan Kota Bandarlampung Provinsi Lampung baik dalam tahap perencanaan maupun yang sudah berjalan dan berlanjut.

Dandhy Dwi Laksono berada di Bandarlampung selama dua hari hingga Senin ini, untuk menjadi juri pembuatan film pendek bagi pelajar SMA sederajat di Lampung yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI.