Kenapa Harga BBM Bisa Diturunkan?

id Harga BBM Diturunkan, Kenapa Harga BBM Bisa Turun, Menteri ESDM, Harga BBM

Jakarta (ANTARA Lampung) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membeberkan alasan terkait harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang segera turun signifikan mulai 5 Januari 2016.

"Tahun ini kita menyaksikan berbagai kebijakan yang dirasa semakin memberikan efisiensi," kata Sudirman Said dalam jumpa pers setelah sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (23/12).

Ia mengatakan, dari tiga komponen pembentuk harga BBM seluruhnya memungkinkan bagi penurunan harga solar dan premium secara signifikan.

Terhitung mulai 5 Januari 2016, harga premium diturunkan dari Rp7.300 menjadi Rp7.150 per liter, dan harga solar turun dari Rp6.700 menjadi Rp5.650 per liter.

Ia menambahkan, tiga komponen pembentuk harga BBM yakni harga minyak dunia, kurs mata uang, dan efisiensi mata rantai pasokan yang 97 persen dikelola Pertamina memungkinkan bagi diturunkannya harga BBM.

Bahkan bukan sekadar memenuhi nilai keekonomian, harga BBM mulai tahun depan sudah termasuk pungutan dana ketahanan energi di mana untuk solar sebesar Rp300 per liter dan untuk premium Rp200 per liter.

"Kebijakan yang dirasa semakin memberikan efisiensi mata rantai pasokan misalnya pembubaran Petral, pengambilalihan Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama (TPPI) yang menurunkan impor," katanya.

Selain itu, juga semakin didorong oleh selesainya modernisasi kilang Cilacap tahap 1 sehingga impor turun maka stabilitas kurs pun turun.

"Dalam tiga bulan terakhir ada penurunan crude 80 persen sejalan penurunan mob solar 18 persen dalam bulan-bulan terakhir. Ada anomali di mob premium yakni turun 8 persen, solar (turun) lebih signifikan," katanya.

Pada kesempatan yang sama, ia mengatakan, pemerintah mulai memupuk dana ketahanan energi tahun depan yakni Rp300 per liter untuk solar dan Rp200 per liter untuk premi sebagai implementasi pasal 30 UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.

UU itu mengamanatkan keharusan bagi pemerintah untuk menerapkan premi energi fosil untuk pengembangan energi baru terbarukan.