Bandarlampung (ANTARA) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung Mulyadi Irsan mengatakan bahwa dengan adanya pembentukan pertanian hijau di daerahnya akan mendukung transformasi ekonomi.
"Peningkatan produktivitas menjadi kunci pembangunan jangka panjang, sebab akan jadi salah satu penentu dalam peningkatan standar hidup suatu negara atau daerah, dan peningkatan produktivitas perlu dilakukan bersamaan dengan penerapan pola yang berkelanjutan," ujar Mulyadi Irsan dalam Diskusi Publik Transformasi Ekonomi untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung di Bandarlampung, Rabu.
Ia mengatakan dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan yang berimplikasi kepada transformasi ekonomi, maka diperlukan rencana aksi sejak dini.
"Langkah ataupun aksi yang dilakukan sejak sekarang yaitu dengan pembentukan green agriculture (pertanian hijau) di daerah, sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan di sektor pertanian. Di sini pertanian bisa berkontribusi dalam menjaga lingkungan dari proses dan praktik pengelolaan lahan," katanya.
Dia menjelaskan penerapan pertanian hijau itu pertama-tama akan dilakukan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia dan menggantinya dengan pupuk organik.
"Lampung yang bergantung pada sektor pertanian memang belum semua petani memahami konsep ini, jadi kami akan terus berproses melakukan edukasi, sosialisasi, serta pendampingan kepada petani untuk menerapkan praktik pertanian yang ramah terhadap lingkungan dan berkelanjutan," ucapnya.
Menurut dia melalui pertanian hijau ini juga dapat menciptakan sistem produksi yang efisien dan meningkatkan pendapatan petani.
"Disini juga mendukung penerapan konsep food waste (limbah pangan), sebenarnya sudah ada perusahaan yang menerapkan ini sejak 1987. Jadi dapat dikatakan bahwa Lampung berkomitmen melalui kebijakan dan program yang mendukung ekonomi sirkular," tambahnya.
Tanggapan atas adanya penerapan pertanian hijau sebagai bagian dari ekonomi sirkular dikatakan oleh Corporate Affairs Director PT Great Giant Pineapple (GGP) Willy Sugiono.
"GGP di Lampung sudah menerapkan ini sejak 1987, dengan membuat peternakan sapi yang pakannya berasal dari limbah nanas, lalu kotoran sapi tersebut dibuat jadi biogas," ujar Willy Sugiono.
Ia mengatakan dengan jumlah panen nanas sebanyak 2.500 ton per hari atau setara 2 juta buah per hari, perusahaan itu menghasilkan limbah sebanyak 250 ton per harinya.
"Dengan jumlah limbah yang sangat banyak kalau tidak dikelola maka akan bermasalah, jadi limbah digunakan untuk pakan 25 ribu ekor sapi, lalu ada juga limbah yang dibuat liquid organic biofertilizer. Dari 25 ribu ekor sapi itu bisa menghasilkan biogas setara empat megawatt listrik," ujarnya.
Selain itu dalam lahan pertanian nanas pihaknya juga menerapkan pertanian hijau dengan menggunakan pupuk hayati dan organik, pengendalian hama secara biologis, pengembalian biomass tanaman ke tanah, konservasi lahan, mengurangi kontaminasi zat berbahaya serta melakukan penampungan air, dan menerapkan pertanian presisi.
Selanjutnya dengan penerapan konsep berkelanjutan dalam sektor pertanian tersebut petani mitra tidak hanya mendapatkan pendapatan dari pengelolaan nanas kaleng, melainkan bisa mendapatkan pendapatan dari peternakan sapi, dan produk turunan limbah nanas.
"Peningkatan produktivitas menjadi kunci pembangunan jangka panjang, sebab akan jadi salah satu penentu dalam peningkatan standar hidup suatu negara atau daerah, dan peningkatan produktivitas perlu dilakukan bersamaan dengan penerapan pola yang berkelanjutan," ujar Mulyadi Irsan dalam Diskusi Publik Transformasi Ekonomi untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung di Bandarlampung, Rabu.
Ia mengatakan dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan yang berimplikasi kepada transformasi ekonomi, maka diperlukan rencana aksi sejak dini.
"Langkah ataupun aksi yang dilakukan sejak sekarang yaitu dengan pembentukan green agriculture (pertanian hijau) di daerah, sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan di sektor pertanian. Di sini pertanian bisa berkontribusi dalam menjaga lingkungan dari proses dan praktik pengelolaan lahan," katanya.
Dia menjelaskan penerapan pertanian hijau itu pertama-tama akan dilakukan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia dan menggantinya dengan pupuk organik.
"Lampung yang bergantung pada sektor pertanian memang belum semua petani memahami konsep ini, jadi kami akan terus berproses melakukan edukasi, sosialisasi, serta pendampingan kepada petani untuk menerapkan praktik pertanian yang ramah terhadap lingkungan dan berkelanjutan," ucapnya.
Menurut dia melalui pertanian hijau ini juga dapat menciptakan sistem produksi yang efisien dan meningkatkan pendapatan petani.
"Disini juga mendukung penerapan konsep food waste (limbah pangan), sebenarnya sudah ada perusahaan yang menerapkan ini sejak 1987. Jadi dapat dikatakan bahwa Lampung berkomitmen melalui kebijakan dan program yang mendukung ekonomi sirkular," tambahnya.
Tanggapan atas adanya penerapan pertanian hijau sebagai bagian dari ekonomi sirkular dikatakan oleh Corporate Affairs Director PT Great Giant Pineapple (GGP) Willy Sugiono.
"GGP di Lampung sudah menerapkan ini sejak 1987, dengan membuat peternakan sapi yang pakannya berasal dari limbah nanas, lalu kotoran sapi tersebut dibuat jadi biogas," ujar Willy Sugiono.
Ia mengatakan dengan jumlah panen nanas sebanyak 2.500 ton per hari atau setara 2 juta buah per hari, perusahaan itu menghasilkan limbah sebanyak 250 ton per harinya.
"Dengan jumlah limbah yang sangat banyak kalau tidak dikelola maka akan bermasalah, jadi limbah digunakan untuk pakan 25 ribu ekor sapi, lalu ada juga limbah yang dibuat liquid organic biofertilizer. Dari 25 ribu ekor sapi itu bisa menghasilkan biogas setara empat megawatt listrik," ujarnya.
Selain itu dalam lahan pertanian nanas pihaknya juga menerapkan pertanian hijau dengan menggunakan pupuk hayati dan organik, pengendalian hama secara biologis, pengembalian biomass tanaman ke tanah, konservasi lahan, mengurangi kontaminasi zat berbahaya serta melakukan penampungan air, dan menerapkan pertanian presisi.
Selanjutnya dengan penerapan konsep berkelanjutan dalam sektor pertanian tersebut petani mitra tidak hanya mendapatkan pendapatan dari pengelolaan nanas kaleng, melainkan bisa mendapatkan pendapatan dari peternakan sapi, dan produk turunan limbah nanas.