Jakarta (ANTARA) - Pelestarian aksara Nusantara perlu dukungan digitalisasi yakni bagaimana mengupayakan penerapan dan pemanfaatan aksara-aksara daerah yang merupakan bagian dari budaya Indonesia itu dalam dunia digital.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) Yudho Giri Sucahyo dalam pernyataan pers terkait webinar merayaakan Hari Aksara Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September.
"Dalam dua tahun ini, PANDI melalui program bertajuk Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN), masih mengedepankan pelestarian aksara. Mulai saat ini, paradigma tersebut akan ditujukan pada upaya penerapan dan pemanfaatan, yaitu bagaimana agar aksara Nusantara ikut berperan dalam kemajuan teknologi, terutama di era industri 4.0," kata Yudho, dalam siaran pers, dikutip Senin.
Yudho Giri Sucahyo menyampaikan bahwa program MIMDAN merupakan perjalanan panjang yang dimulai sejak tahun lalu.
"Kerja sama pentaheliks sudah benar-benar terwujud karena kita punya teman-teman dari unsur pemerintah seperti BSN (Badan Standardisasi Nasional), Kominfo, dan pemerintah daerah. Kemudian dari unsur akademisi dan komunitas pegiat aksara, termasuk rekan-rekan media. Ini adalah perjalanan panjang yang butuh sinergi banyak pihak,” papar Yudho.
Chief Registry Operator, M. Shidiq Purnama, menambahkan bahwa ada berbagai kegiatan dari program strategis PANDI, Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN), dari awal hingga akhir, termasuk kegiatan yang akan dilakukan ke depan.
“Saat ini kita fokus mendukung aksara-aksara yang sudah terdaftar di UNICODE agar memenuhi standar ISO dan SNI, sehingga dapat diakui oleh dunia,” kata Shidiq.
Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Richard Mengko mengatakan, dalam kaitannya dengan aksara Nusantara, PANDI sebagai inisiator digitalisasi aksara harus mampu membuat platform yang merangkum semua aksara. Demikian pula dalam kurikulum sekolah, pengenalan aksara harus mencakup kekayaan aksara di Indonesia. Setelah mengetahui keragaman aksara, para siswa dapat lebih spesifik mendalami salah satu aksara.
Senada dengan Richard, pakar teknologi informasi Onno W. Purbo juga menekankan pentingnya pemanfaatan aksara dalam bidang teknologi informasi. Ada kesempatan bagi aksara Nusantara untuk dijadikan bahasa pemrograman komputer dan sistem keamanan. Namun, masalah terbesar saat ini adalah bagaimana agar aksara Nusantara menjadi default di berbagai sistem operasi.
Di Bali, akademisi Universitas Udayana Cokorda Rai Adi Pramartha mengembangkan papan ketik khusus untuk aksara Bali dan mendapat tanggapan baik dari pemerintah dan masyarakat. Pembuatan produk ini merupakan jawaban atas tantangan dan peluang dalam pengembangan aksara Bali.
“Bukan hanya untuk orang-orang yang tinggal di Bali, mereka yang berada di luar Bali pun dapat belajar aksara Bali. Meskipun ada tantangan bahwa generasi muda Bali lebih menyukai bahasa Indonesia dan aksara Latin, pembuatan papan ketik dapat memberi peluang bagi siapa pun yang mau belajar aksara Bali. Lebih jauhnya, ini merupakan upaya agar komputer bisa mengenali teks beraksara Bali sehingga menghasilkan informasi yang tepat bagi pengguna,” kata Cokorda Rai.
Sementara Ilham Nurwansah dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta mengatakan bahwa dalam pengembangan aksara di dunia digital masih ada kendala karena belum semua aksara tampil dengan baik dalam berbagai aplikasi. Hal ini karena belum ada keseragaman atau standar dari aksara tersebut.
Untuk menjawab masalah standardisasi tersebut, narasumber lainnya yaitu Mayastria Yektiningtyas dari BSN telah mengupayakan Persetujuan usulan program Nasional Perumusan Standar (PNPS) untuk beberapa aksara Nusantara sebagai kebutuhan mendesak di tahun 2021.
"Kita banyak budaya, tapi tidak didokumentasikan. Jadi ini sebagai salah satu dokumentasi nasional. Di ISO (organisasi standar internasional) misalnya ada aksara Bali, tapi tidak ada keterangan bahwa itu aksara milik Indonesia. Agar menjadi milik Indonesia, maka harus tertuang dalam standar nasional Indonesia, selain untuk kebutuhan digitalisasi," kata Mayastria.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) Yudho Giri Sucahyo dalam pernyataan pers terkait webinar merayaakan Hari Aksara Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September.
"Dalam dua tahun ini, PANDI melalui program bertajuk Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN), masih mengedepankan pelestarian aksara. Mulai saat ini, paradigma tersebut akan ditujukan pada upaya penerapan dan pemanfaatan, yaitu bagaimana agar aksara Nusantara ikut berperan dalam kemajuan teknologi, terutama di era industri 4.0," kata Yudho, dalam siaran pers, dikutip Senin.
Yudho Giri Sucahyo menyampaikan bahwa program MIMDAN merupakan perjalanan panjang yang dimulai sejak tahun lalu.
"Kerja sama pentaheliks sudah benar-benar terwujud karena kita punya teman-teman dari unsur pemerintah seperti BSN (Badan Standardisasi Nasional), Kominfo, dan pemerintah daerah. Kemudian dari unsur akademisi dan komunitas pegiat aksara, termasuk rekan-rekan media. Ini adalah perjalanan panjang yang butuh sinergi banyak pihak,” papar Yudho.
Chief Registry Operator, M. Shidiq Purnama, menambahkan bahwa ada berbagai kegiatan dari program strategis PANDI, Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN), dari awal hingga akhir, termasuk kegiatan yang akan dilakukan ke depan.
“Saat ini kita fokus mendukung aksara-aksara yang sudah terdaftar di UNICODE agar memenuhi standar ISO dan SNI, sehingga dapat diakui oleh dunia,” kata Shidiq.
Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Richard Mengko mengatakan, dalam kaitannya dengan aksara Nusantara, PANDI sebagai inisiator digitalisasi aksara harus mampu membuat platform yang merangkum semua aksara. Demikian pula dalam kurikulum sekolah, pengenalan aksara harus mencakup kekayaan aksara di Indonesia. Setelah mengetahui keragaman aksara, para siswa dapat lebih spesifik mendalami salah satu aksara.
Senada dengan Richard, pakar teknologi informasi Onno W. Purbo juga menekankan pentingnya pemanfaatan aksara dalam bidang teknologi informasi. Ada kesempatan bagi aksara Nusantara untuk dijadikan bahasa pemrograman komputer dan sistem keamanan. Namun, masalah terbesar saat ini adalah bagaimana agar aksara Nusantara menjadi default di berbagai sistem operasi.
Di Bali, akademisi Universitas Udayana Cokorda Rai Adi Pramartha mengembangkan papan ketik khusus untuk aksara Bali dan mendapat tanggapan baik dari pemerintah dan masyarakat. Pembuatan produk ini merupakan jawaban atas tantangan dan peluang dalam pengembangan aksara Bali.
“Bukan hanya untuk orang-orang yang tinggal di Bali, mereka yang berada di luar Bali pun dapat belajar aksara Bali. Meskipun ada tantangan bahwa generasi muda Bali lebih menyukai bahasa Indonesia dan aksara Latin, pembuatan papan ketik dapat memberi peluang bagi siapa pun yang mau belajar aksara Bali. Lebih jauhnya, ini merupakan upaya agar komputer bisa mengenali teks beraksara Bali sehingga menghasilkan informasi yang tepat bagi pengguna,” kata Cokorda Rai.
Sementara Ilham Nurwansah dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta mengatakan bahwa dalam pengembangan aksara di dunia digital masih ada kendala karena belum semua aksara tampil dengan baik dalam berbagai aplikasi. Hal ini karena belum ada keseragaman atau standar dari aksara tersebut.
Untuk menjawab masalah standardisasi tersebut, narasumber lainnya yaitu Mayastria Yektiningtyas dari BSN telah mengupayakan Persetujuan usulan program Nasional Perumusan Standar (PNPS) untuk beberapa aksara Nusantara sebagai kebutuhan mendesak di tahun 2021.
"Kita banyak budaya, tapi tidak didokumentasikan. Jadi ini sebagai salah satu dokumentasi nasional. Di ISO (organisasi standar internasional) misalnya ada aksara Bali, tapi tidak ada keterangan bahwa itu aksara milik Indonesia. Agar menjadi milik Indonesia, maka harus tertuang dalam standar nasional Indonesia, selain untuk kebutuhan digitalisasi," kata Mayastria.