Dompet Dhuafa Sulsel menjaga warisan leluhur lewat Program Aksara Lontara
Makassar (ANTARA) - Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan (DD Sulsel) berusaha menjaga warisan aksara (huruf) leluhur melalui Program Aksara Lontara.
"Sebagai bangsa yang besar, Indonesia patut berbangga karena memiliki beragam budaya yang kental yang membentuk karakter masyarakatnya hingga saat ini," kata Pimpinan DD Cabang Sulsel Rahmat Hidayat di Makassar, Ahad.
Dia mengatakan DD sebagai lembaga kemanusiaan juga turut peduli terhadap budaya, karena budaya adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan bermasyarakat yang bisa menunjang perbaikan kehidupan di masa mendatang.
Menurut dia, berbicara soal budaya Indonesia, tak bisa dipisahkan dari keberadaan Suku Bugis yang masuk ke dalam suku yang turut berpengaruh di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Suku Bugis dikenal dengan kekayaan klasiknya. Sebutlah, salah satunya La Galigo. Sering dikenal dengan nama lain, Sureq Galigo karya sastra dari tanah Bugis yang telah diakui Organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni UNESCO sebagai Memory of The World.
Sejak berabad tahun yang lalu, Suku Bugis dikenal senang menulis. Hal ini tercatat dalam sejarah penemuan tulisan.
Program Serambi Budaya hadir sebagai salah satu upaya pelestarian kebudayaan Bugis.
Berangkat dari kondisi semakin berkurangnya anak muda yang mampu membaca Aksara Lontara, maka DD Sulsel menginisiasi kelas Aksara Lontara dengan harapan dapat menjadi ruang belajar bersama, agar menciptakan kesadaran akan pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya yang masyarakat miliki.
Di samping itu, program ini bertujuan meningkatkan peran anak muda dalam kegiatan promosi literasi Aksara Lontara di Sulsel.
Program Serambi Budaya DD Sulsel ini digelar di Kota Parepare, Sulsel yang diawali Dialog Kebudayaan bertema Aksara Bugis Di Tengah Kemajuan Peradaban.
Kegiatan tersebut sekaligus dirangkaikan dengan peluncuran program Aksara Lontara oleh DD Sulsel yang dilaksanakan selama satu tahun ke depan dengan
menghadirkan budayawan lokal yaitu Andi Oddang Opu To Sessungriu, Rahmaniar sebagai aktivis aksara Lontara dan Kabid Kebudayaan Kota Parepare, Mustadirham.*
"Sebagai bangsa yang besar, Indonesia patut berbangga karena memiliki beragam budaya yang kental yang membentuk karakter masyarakatnya hingga saat ini," kata Pimpinan DD Cabang Sulsel Rahmat Hidayat di Makassar, Ahad.
Dia mengatakan DD sebagai lembaga kemanusiaan juga turut peduli terhadap budaya, karena budaya adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan bermasyarakat yang bisa menunjang perbaikan kehidupan di masa mendatang.
Menurut dia, berbicara soal budaya Indonesia, tak bisa dipisahkan dari keberadaan Suku Bugis yang masuk ke dalam suku yang turut berpengaruh di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Suku Bugis dikenal dengan kekayaan klasiknya. Sebutlah, salah satunya La Galigo. Sering dikenal dengan nama lain, Sureq Galigo karya sastra dari tanah Bugis yang telah diakui Organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni UNESCO sebagai Memory of The World.
Sejak berabad tahun yang lalu, Suku Bugis dikenal senang menulis. Hal ini tercatat dalam sejarah penemuan tulisan.
Program Serambi Budaya hadir sebagai salah satu upaya pelestarian kebudayaan Bugis.
Berangkat dari kondisi semakin berkurangnya anak muda yang mampu membaca Aksara Lontara, maka DD Sulsel menginisiasi kelas Aksara Lontara dengan harapan dapat menjadi ruang belajar bersama, agar menciptakan kesadaran akan pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya yang masyarakat miliki.
Di samping itu, program ini bertujuan meningkatkan peran anak muda dalam kegiatan promosi literasi Aksara Lontara di Sulsel.
Program Serambi Budaya DD Sulsel ini digelar di Kota Parepare, Sulsel yang diawali Dialog Kebudayaan bertema Aksara Bugis Di Tengah Kemajuan Peradaban.
Kegiatan tersebut sekaligus dirangkaikan dengan peluncuran program Aksara Lontara oleh DD Sulsel yang dilaksanakan selama satu tahun ke depan dengan
menghadirkan budayawan lokal yaitu Andi Oddang Opu To Sessungriu, Rahmaniar sebagai aktivis aksara Lontara dan Kabid Kebudayaan Kota Parepare, Mustadirham.*