"Fikih Kawin Anak" Perspektif Baru Pernikahan Dini

id Fikih Kawin Anak, Kawin Anak, Pernikahan Anak

Jakarta (ANTARA Lampung) - Dunia kini sedang membutuhkan wacana baru tentang konsep pernikahan dini karena upaya rasional lain yang dilakukan kerap kali berbenturan dengan teks keagamaan yang seolah-olah membenarkan perkawinan anak.

Di Indonesia, misalnya, Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seperti mati kutu ketika dihadapkan dengan pandangan yang bersumber dari hadis-hadis yang dipersepsikan membenarkan perkawinan pada usia anak-anak.

Bahkan, yang lebih ekstrem ketika tanpa konteks dalil perkawinan Aisyah (yang konon ketika itu masih anak-anak) dan Nabi Muhammad diterapkan sebagai pembenaran atas praktik perkawinan anak.

Karena berbagai alasan itulah buku berjudul Fikih Kawin Anak yang ditulis Mukti Ali, Roland Gunawan, Ahmad Hilmi, dan Jamaluddin Mohammad menjadi penting untuk dibaca.

Buku yang diterbitkan atas kerja sama Rumah Kitab, Ford Foundation, dan Norwegian Centre for Human Rights itu berupaya menyajikan ulang teks keagamaan perkawinan usia anak.

Direktur Yayasan Rumah Kita Bersama Lies Marcoes-Natsir pada sampul belakang buku menuliskan pihaknya melakukan kajian lebih mendalam tentang bagaimana teks keagamaan bicara soal perkawinan anak.

"Upaya menghentikan praktik perkawinan anak dengan melakukan kajian ulang atas teks dilakukan dengan membangun pemikiran keagamaan tentang keharusan dihentikannya perkawinan anak yang selama ini telah menggunakan legitimasi agama," tulis Lies Marcoes.

Kata pengantar yang renyah dan gurih disajikan oleh Prof. Dr. Nadirsyah Hosen seorang pakar hukum Islam yang kini menjadi guru besar pada Universitas Wollongong Australia.

Pada pengantarnya di halaman 11 buku itu, Gus Nadir menyarankan agar umat Muslim tidak gengar untuk menggunakan logika dalam memaknai hukum yang bersumber dari teks keagamaan, termasuk hukum kawin pada usia anak-anak.

"Cara itu pula yang dicontohkan Nabi Muhammad ketika menunda usia nikah putrinya, Fatimah," katanya.

Rasul berkata bahwa Fatimah masih kecil ketika sejumlah sahabat menyarankan pernikahan untuk putrinya.

Dengan menggunakan logika dan akal, kata Gus Nadir, publik hukum seharusnya bisa dipandu untuk mencari kemaslahatan, kebaikan bagi anak perempuan, dan bukan demi kepentingan para patronnya.

"Dengan cara itu hubungan perkawinan anak dengan teks konvensional yang dirujuk para pendukung perkawinan anak bisa diakhiri," katanya.

             Islam Dinamis
Membaca buku yang terbit cetakan pertama pada bulan September 2015 setebal 442 halaman itu, pertama pembaca akan dibawa masuk dalam pembahasan bagaimana membaca dan memahami teks keagamaan secara kontekstual.

Selanjutnya, secara perlahan pembaca mulai diajak untuk menyentuh tema utama mengenai perkawinan usia dini.

Nadirsyah Hosen yang pakar hukum Islam itu menegaskan bahwa kehadiran buku tersebut sangat melegakan dirinya secara pribadi.

"Kajian hukum Islam yang dinamis, yang tidak semata-maya tekstual, tetapi juga kontekstual masih terus berlangsung dan tersaji di sini," katanya lagi.

Secara sistematika penyajian buku yang terbit di Jakarta itu terdiri atas sembilan bagian, yakni: Pendahuluan; Berinteraksi dengan Teks-Teks Keagamaan: Sebuah Tawaran Metodologis; Perkawinan dalam Islam; Polemik Perkawinan Anak di Dunia Islam; dan Perkawinan Anak sebagai Pemaksaan Terlarang.

Pada Bab 6 di halaman 185 disajikan Perkawinan Anak dan MBA (Married by Accident), Menafsir Ulang Teks-Teks Keagaman tentang Perkawinan Anak, Pembebasan Perempuan dari Perkawinan Anak Melalui Pendidikan, dan Legalisasi Batasan Usia Perkawinan di Negara-Negara Muslim.

Buku ini ditutup dengan epilog dari K.H. Husein Muhammad, kiai dengan pengetahuan teks klasik yang sangat mendalam serta pemahaman yang luas soal hak-hak kaum perempuan dan anak-anak perempuan dalam perspektif hak asasi manusia (HAM).

Pengasuh Pondok Pesantren Darut Taugid Arjawinangun Cirebon itu menegaskan bahwa hukum agama pada dasarnya haruslah berguna untuk kebaikan dan kemaslahatan, dan tidak ada keduanya jika di dalamnya terdapat pemaksaan dan penindasan.

Menurut dia, buku ini telah menyajikan sejumlah argumen yang bernas dan mendasar serta menyajikan kajian yang lebih baru tentang tak akuratnya dalil-dalil keagamaan soal perkawinan anak.

"Buku ini sangat penting untuk dibaca bukan hanya sebagai bahan permenungan, melainkan juga bagi upaya mewujudkan kesehatan reproduksi, hak-hak kemanusiaan perempuan, dan kemaslahatan secara lebih luas," ujarnya.

              Pemilihan Judul
Secara konten, buku tersebut memuat bobot yang amat berat dan kaya karena merupakan hasil kajian tim yang dibentuk khusus selama enam bulan penuh.

Namun, sayangnya pemilihan judul buku Fikih Kawin Anak pada kesan pertama menimbulkan pertanyaan karena kejanggalan atas kalimat yang belum biasa terdengar.

Awam belum terlampau biasa dengan penyebutan frasa "kawin anak", tetapi cenderung familier dengan istilah "pernikahan dini".

Oleh karena itu, diksi yang lebih manis menjadi usulan pada edisi revisi, terutama dalam soal pemilihan judul yang lebih memasyarakat.

Dari sisi kemasan, buku itu sangat menarik karena tidak mengesankan sebagai bacaan yang "berat", tetapi ringan untuk dibaca oleh siapa pun, bahkan bagi mereka yang awam soal pengetahuan agama.

Kalimat-kalimat yang disajikan pun mudah dipahami meski ada beberapa bagian memuat dalil-dalil yang teknis, seperti soal hukum perkawinan pada halaman 29.

Dalam bagian-bagian tertentu buku itu berani menggugat norma yang telah lama berlaku sehingga ada beberapa kalimat yang mestinya bisa dikemas khusus agar tidak terkesan mendiskreditkan pemahaman kaum Muslim secara umum.

Pembelaan terhadap nilai-nilai gender pun kental dirasakan, terutama dalam kaitan dengan penghormatan atas reproduksi perempuan.

Buku itu pun meskipun tergolong tebal, ringan untuk dijinjing ke mana pun dan enak dipegang alias "handy".

Penyajian yang bernuansa islami di dalamnya sedikit mengesankan bahwa buku tersebut bagi segmen khusus pembaca muslim di Indonesia.

Akan tetapi, sah-sah saja ketika sebuah buku memilih segmen pasarnya sendiri secara spesifik.

Judul buku: Fikih Kawin Anak
Penulis: Mukti Ali, Roland Gunawan, Ahmad Hilmi, Jamaluddin Mohammad
Penerbit: Rumah Kitab
Edisi: Cetakan I September 2015