Para pihak sampaikan alat bukti dalam sidang lanjutan praperadilan dugaan korupsi Direktur PT LEB

id Sidang praperadilan, kantor pengadilan tanjungkarang, sidang prapid korupsi pt lrb, sidang pt leb

Para pihak sampaikan alat bukti dalam sidang lanjutan praperadilan dugaan korupsi Direktur PT LEB

Kantor Pengadilan Negeri Tanjungkarang. (ANTARA/ADAM)

Dalam sistem peradilan tata negara Indonesia, putusan MK bersifat final dan mengikat bagi seluruh lembaga negara termasuk kejaksaan.

Bandarlampung (ANTARA) - Sidang praperadilan antara Direktur PT LEB, M Hermawan Eriadi dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung kembali digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang dengan agenda penyampaian bukti-bukti dari para pihak.

Dalam sidang tersebut, Kejati Lampung mengakui bahwa tidak pernah memeriksa pemohon dalam hal ini M Hermawan Eriadi sebagai calon tersangka.

Penasihat hukum PT LEB, Riki Martin mengatakan pernyataan tersebut telah disampaikan Kejati Lampung dalam jawabannya pada sidang praperadilan yang telah berlangsung sebelumnya.

"Dalam jawaban sebelumnya, bahwa Kejati Lampung tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap pemohon dalam kapasitas sebagai calon tersangka sebelum menetapkan status tersangka dalam perkara PI 10 persen PT LEB," katanya di Bandarlampung, Senin.

Ia melanjutkan pernyataan tersebut merupakan kekeliruan dalam memahami hukum acara pidana dan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pemeriksaan tersangka, lanjut dia, putusan MK mengikat secara menyeluruh bukan hanya amar melainkan ratio decidendi (pertimbangan hukum esensial).

Menurut dia, putusan MK 21/PUU-XII/2014 secara tegas menyatakan bahwa penetapan tersangka wajib didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah dan wajib didahului pemeriksaan calon tersangka agar dapat mengetahui secara jelas sangkaan terhadapnya dan memiliki kesempatan untuk memberikan klarifikasi.

"Dalam sistem peradilan tata negara Indonesia, putusan MK bersifat final dan mengikat bagi seluruh lembaga negara termasuk kejaksaan. Pemeriksaan calon tersangka disebut oleh MK sebagai sarana untuk melindungi hak konstitusional seseorang, mencegah tindakan sewenang-wenang, memenuhi prinsip due process of law, dan menjamin kepastian hukum yang adil sebagaimana Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," kata dia.

"Kejaksaan tidak memberikan pemberitahuan sangkaan pelanggaran Pasal 51 KUHAP dan tidak menjelaskan kepada pemohon mengenai perbuatan apa yang disangkakan, unsur melawan hukumnya, alat buktinya, dan kerugian negaranya," kata dia lagi.

Pewarta :
Editor : Satyagraha
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.