Bandarlampung (ANTARA) - Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) Universitas Lampung (Unila) menciptakan inovasi teknologi pangan berkelanjutan berupa edible film nanokomposit multifungsi berbasis isolat protein kulit ari kedelai dan nanopartikel Piper nigrum (lada hitam).
Inovasi yang dirancang untuk melapisi filet ikan siap masak (ready to cook/RTC) khusus pediatrik ini digagas sebagai solusi terhadap permasalahan tingginya angka stunting di Indonesia akibat rendahnya konsumsi protein hewani pada anak-anak.
"Ini adalah pendekatan multifungsi yang memadukan keberlanjutan, potensi lokal, dan pemanfaatan limbah menjadi kemasan aktif yang bisa dimakan," kata Ketua Tim PKM-RE Unila Renaldi Noaf Pratama dalam pernyataan di Bandarlampung, Senin.
Para anggota tim ini adalah Nova Adelia (Teknologi Hasil Pertanian), Septyani Mutya (Teknologi Industri Pertanian), Ghina Nurul Jannah (Teknologi Industri Pertanian), Novita Safitri (Teknologi Industri Pertanian), dengan bimbingan Nurullia Febriati, SPt, MSi.
Renaldi yang menempuh Studi Teknologi Industri Pertanian menjelaskan, salah satu penyebab utama penolakan konsumsi ikan adalah bau amis dan tekstur yang kurang disukai. Oleh karena itu, edible film hadir untuk meningkatkan daya terima anak terhadap ikan sekaligus menjaga mutu dan keamanan produk secara alami.
Bahan utama yang digunakan dalam edible film ini merupakan limbah kulit ari kedelai, yang memiliki kandungan protein tinggi dan mampu membentuk lapisan film.
Sementara lada hitam lokal (Piper nigrum), setelah diproses menjadi nanopartikel, berfungsi sebagai agen antimikroba dan pemberi aroma alami yang mampu menutup bau amis pada ikan.
Proses pembuatannya melibatkan beberapa tahap, yaitu isolasi protein dari kulit ari kedelai, pembuatan nanopartikel lada hitam menggunakan metode gelasi ionik, pencampuran bahan bersama karagenan dan gliserol, hingga pencetakan dan pengeringan menjadi lembaran film.
"Film ini nantinya diaplikasikan pada filet ikan untuk diuji daya tahan, sifat fisik-mekanik, dan kualitas sensori," katanya lagi.
Selanjutnya, pengujian meliputi ketebalan, kuat tarik, kelarutan, serta daya regang film. Selain itu, diuji pula dampaknya terhadap filet ikan, seperti kadar bakteri, pH, bau, warna, dan penerimaan oleh panelis anak-anak.
"Harapannya, edible film ini mampu menurunkan total bakteri (TPC), mempertahankan nilai TVB, serta meningkatkan skor hedonik, terutama aroma dan rasa," kata Renaldi.
Dalam pengembangan riset, tim menghadapi tantangan terkait keterbatasan fasilitas laboratorium dan jadwal anggota yang padat karena praktik umum dan magang. Namun, dengan manajemen waktu yang baik, pembagian tugas berdasarkan minat, dan evaluasi rutin, proyek tetap berjalan lancar.
Renaldi memastikan produk ini berpotensi menjadi solusi pengawet alami untuk industri pangan anak-anak, seperti nugget atau ikan beku siap masak.
Lebih dari itu, edible film ini dinilai scalable dan dapat dikembangkan melalui kemitraan dengan UKM penghasil tempe serta petani lada lokal. Ke depan, riset ini juga diarahkan menuju komersialisasi dan perlindungan paten.
"Proses PKM itu penuh tantangan. Tapi seperti kata Tan Malaka, ‘terbentur, terbentur, terbentuk.’ Dari situlah kita belajar dan tumbuh," kata Renaldi.
Dengan semangat kolaboratif dan solusi yang berdampak, inovasi edible film ini menjadi bukti bahwa mahasiswa Unila mampu menghadirkan teknologi pangan ramah lingkungan, sekaligus berkontribusi dalam penanganan masalah gizi nasional.
Baca juga: Unila fasilitasi uji kelayakan dan kepatutan calon direksi BUMD Lampung
Baca juga: Unila gelar upacara HUT ke-80 RI dan perayaan Dies Natalis ke-60
