Bandarlampung (ANTARA) - Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul menilai Komisi Yudisial (KY) bisa membantu untuk mengawal proses Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan tersangka korupsi Mardani Maming.
"Jika buktinya kuat tapi hukumannya ringan, itu diduga ada permainan," kata Chudry dalam pernyataan diterima di Bandarlampung, Kamis.
Menurut dia, PK hanya dapat diterima apabila terdapat keadaan baru atau jika terdapat pernyataan di pengadilan yang saling bertentangan. Untuk itu, menurut dia, PK Mardani Maming layak ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) karena tidak memiliki novum baru.
"PK itu (diterima) menurut 23 KUHAP, apabila ada keadaan baru dan diketahui saat sidang atau jika ada pernyataan di pengadilan yang saling bertentangan atau jika ada kesalahan atau kekhilafan hakim saat putusan sidang," ujarnya.
Ia mengatakan KY juga bisa memeriksa rekam jejak Hakim Ansori yang tidak mempertimbangkan deretan barang bukti yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal (PT BLEM) Samin Tan, yang justru memperkuat putusan bebas.
Sebelumnya, Hakim Ansori, bersama Hakim Agung Sunarto dan Hakim Prim Haryadi, terpilih menjadi anggota majelis Hakim dalam kasus PK Mardani Maming, meski pernah meninggalkan sejumlah jejak kontroversial.
"Kalau memang dulu dirasakan ada keanehan, ya dilaporkan saja ke KY atau MA," ujarnya.
Tersangka dan terpidana korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mardani Maming mendaftarkan PK pada awal Juni 2024. PK yang diajukan tersebut bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024.
Dilansir dari laman Kepaniteraan MA, permohonan PK Mardani Maming terdaftar dengan nomor perkara: 1003 PK/Pid.Sus/2024. Saat ini PK Mardani Maming berstatus proses pemeriksaan Majelis Hakim MA.
Baca juga: Mardani Maming mengaku tidak melarikan diri tetapi ziarah Wali Songo
Baca juga: KPK amankan sejumlah dokumen dari perusahaan Mardani Maming