Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae memastikan bahwa tidak ada isu yang perlu dikhawatirkan oleh nasabah dan masyarakat luas terkait penarikan dana Muhammadiyah dari Bank Syariah Indonesia (BSI).
“Kalau kita melihat sejauh ini BSI masih sangat likuid dan sebetulnya tidak ada isu yang perlu dikhawatirkan dengan masalah penarikan dana ini,” kata Dian dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan Mei 2024 di Jakarta, Senin.
Dari sisi normatif, menurut Dian, penarikan dana dari bank sebetulnya peristiwa yang biasa terjadi selama bank memenuhi kecukupan dana apabila pihak ketiga sewaktu-waktu ingin menarik dananya. Oleh sebab itu, manajemen likuiditas dan manajemen risiko harus tetap dipertahankan.
Terkait hubungan antara BSI dan Muhammadiyah, Dian mengatakan bahwa permasalahan tersebut merupakan tugas manajemen dan pemegang saham pengendali untuk menyampaikan komunikasi yang lebih baik kepada publik. OJK dalam hal ini hanya ikut mendorong kedua belah pihak untuk terus meningkatkan komunikasi.
Dia berharap, isu penarikan dana Muhammadiyah dari BSI dapat diselesaikan oleh pihak terkait dengan segera sehingga tidak banyak menimbulkan spekulasi yang tidak perlu di masyarakat.
“Ada pertanyaan yang terkait dengan alasan khusus. Saya kira memang alasan khusus mungkin hanya para pihak yang tahu kira-kira apa. Tetapi saya melihatnya ini masalah proses komunikasi yang perlu ditingkatkan secara lebih baik antara nasabah dan banknya,” kata dia.
Secara umum, Dian juga memastikan bahwa bank syariah seluruhnya berada di jalur yang tepat (on the right tracks) termasuk terkait dengan penerapan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) di mana penguatan bank syariah diharapkan terus dilakukan di berbagai aspek.
Pemerintah bersama OJK juga mengharapkan perkembangan perbankan syariah ke depan dapat lebih terakselerasi. Oleh sebab itu, OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 tahun 2023 tentang spin-off unit usaha syariah (UUS). Melalui kebijakan ini, diharapkan bank syariah dengan size yang cukup besar bisa lahir sehingga tidak hanya BSI yang mendominasi pangsa pasar.
“Kalau sendirian seperti ini (hanya BSI dengan size yang besar), karena kalau apapun yang terjadi seperti apa yang terjadi sekarang (soal penarikan dana Muhammadiyah), jadi menjadi bahan sorotan utama. Padahal sebetulnya bank syariah bukan cuma BSI, tetapi sebetulnya banyak bank syariah lain. Tetapi karena size yang berbeda sendiri, tentu persoalan yang terkait dengan BSI menjadi persoalan kita,” kata Dian.
Diberitakan sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan untuk mengalihkan dananya dari BSI ke beberapa bank syariah lain. Menanggapi hal itu, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal Anwar Abbas pada Rabu (5/6) mengungkapkan bahwa porsi penempatan dana Muhammadiyah terlalu banyak di BSI, sementara penempatan dana di bank-bank syariah lain masih sedikit. Hal itu secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk).
Anwar juga telah menegaskan, Muhammadiyah memiliki komitmen yang tinggi untuk mendukung perbankan syariah. Oleh sebab itu, organisasi Islam itu terus melakukan rasionalisasi dan konsolidasi terhadap masalah keuangannya.
Sementara itu, dalam keterangan terpisah, Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar mengatakan bahwa BSI senantiasa berkomitmen memenuhi ekspektasi seluruh pemangku kepentingan dengan menerapkan prinsip adil, seimbang, dan bermanfaat (maslahat) sesuai syariat Islam. Perseroan juga akan terus berusaha memberikan pelayanan terbaik dan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
"Terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholder dalam upaya mengembangkan berbagai sektor ekonomi umat. Terlebih bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa,” kata Wisnu.