Budi daya udang jadi penopang ekonomi warga

id tambak udang, vaname, karimun jawa, klhk Oleh Agus Wira Sukarta

Budi daya udang jadi penopang ekonomi warga

Petambak udang Karimun Jawa (ANTARA/HO)

Bandarlampung (ANTARA) - Budi daya tambak udang oleh warga Karimun Jawa secara turun-temurun menjadi penopang ekonomi masyarakat setempat.

Ridwan (45), penduduk asli kelahiran Karimun Jawa, warga Dukuh Jatikerep, Karimun Jawa, dalam keterangannya, Minggu, mengatakan bahwa keluarganya bergelut di sektor usaha tambak secara turun-temurun. Dia menggambarkan, sebelum tambak udang mengalami booming, pasokan listrik PLN hanya berjalan selama 12 jam.

"Listrik menyala mulai pukul 18.00 WIB atau waktu Maghrib dan langsung mati saat waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB pagi. Sesudah itu, seluruh warga Karimun Jawa berkegiatan tanpa memakai listrik. Hotel, guest house, restoran, kantor agen wisata, travel, toko-toko, warung-warung, hingga rumah warga, semua tanpa listrik. Kalau petugas PLN kami tanya, mereka beralasan tekor," ujar Ridwan.

Menurutnya, seiring naiknya hasil panen tambak udang, ekonomi di Karimun Jawa menjadi lebih hidup. Warga lokal yang semula bekerja serabutan tanpa pendapatan tetap, mulai terserap di sektor ini. Tercatat sedikitnya 1.500 warga Karimun Jawa telah berhasil diserap di sektor tambak udang baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Pasokan listrik yang sebelumnya hanya 6 jam dari Maghrib sampai jam 6 pagi pun sejak itu mulai menyala penuh, 24 jam. Sektor usaha yang lain pun turut menikmati pasokan listrik secara penuh ini, khususnya biro perjalanan wisata yang memerlukan jaringan internet, restoran, usaha jasa warnet, dan lain-lain," tambah Ridwan.

Ia memaparkan, dirinya sudah menggeluti usaha tambak sejak tahun 1990-an, seperti sebagian petambak Karimun Jawa lainnya. Saat itu, dirinya masih memakai metode tradisional. 

Dikisahkannya, dirinya dan seluruh keluarga mulai membuka tambak udang bago pada 1996. Bibit, pakan, vitamin, dan keperluan tambak lainnya dibeli dari Jepara dengan mengandalkan perjalanan berperahu motor, dengan menempuh perjalanan selama 14 jam pulang-pergi. Kemudian, benih-benih yang dibelinya itu ditebar 18 petak di tambak miliknya seluas 2 hektare, dengan masing-masing 250.000 benih di setiap petaknya.

"Kalau dapat bibit bagus, hasil panennya bagus. Tapi kalau bibitnya jelek, ya terkadang impas bahkan bisa rugi juga. Karena kondisi itulah, ditambah dengan harga pakan yang tidak stabil, tambak udang keluarga kami akhirnya tutup," ujar Ridwan.

Informasi perihal adanya tradisi bertambak udang secara turun-temurun juga dipaparkan oleh Suroto. Ayah Suroto yang bernama Sukardi (almarhum) meneruskan tradisi menebar benih udang yang diwariskan kakeknya. Pria kelahiran asli Karimun Jawa ini memiliiki mertua asal Pati bernama Sumarlan yang juga menekuni usaha tambak di Karimun Jawa sejak era 80-an.

"Saya mulai terjun di  tambak udang sejak 1989 dengan hasil panen hingga 8 ton per tahun dengan masa panen dua kali. Sudah sejak lama, kami hidup dari tambak. Makan sehari-hari, untuk beli keperluan rumah tangga, sandang pangan dan biaya pendidikan, semua duitnya berasal dari hasil tambak,"ungkap Suroto.

Suroto menggambarkan, pada 2000, keluarganya berhasil menyisihkan hasil usaha tambak udangnya untuk membeli sebidang tanah dengan luas 2.000 meter per segi. Lahan tersebut dihibahkan kepada lingkungan desa untuk dibangun sarana pendidikan MTs dan MA NU Safinatul Huda, yang berlokasi di Desa Kemujan Karimun Jawa. 

"Sekolah tersebut masih berdiri sampai hari ini dan melaksanakan pendidikan bagi anak-anak warga Desa Kemujan dan Desa Parang," ujar Suroto.

Ia memaparkan, usaha tambak adalah satu-satunya kegiatan yang dikuasai secara baik oleh keluarganya secara turun-temurun. Setelah turun dari kakek kepada sang ayah dan kini diwariskan lagi kepada dirinya, Suroto juga punya keinginan kelak bisa menyaksikan usaha tambaknya diteruskan oleh anak-anaknya. 

"Kalau usaha satu-satunya yang saya kuasai ini ditutup pemerintah, lebih baik pemerintah bunuh saya dan seluruh keluarga dan keturunan saya  karena itu sama saja akibatnya buat kami," tandas Suroto.

Kisruh usaha budi daya tambak di Karimun Jawa bermula ketika Pemerintah Kabupaten Jepara, Balai Taman Nasional Karimun Jawa, yang semula memberi ruang bagi usaha budi daya tambak udang mengubah kebijakannya. Ruang gerak para petambak dipersempit dengan sulitnya mendapatkan izin dan akses ke kawasan perairan laut Karimun Jawa.