Ancaman kepunahan bahasa daerah sangat besar

id Kemendikbudrisek,badan bahasa,bahasa daerah,bahasa daerah punah,Bahasa Batak

Ancaman kepunahan bahasa daerah sangat besar

Seorang petugas museum memperlihatkan buku aksara Batak Simalungun di Pameran Pesta Danau Toba 2011 di Parapat Kab Simalungun, Sumut, Rabu (28/12/2011). (FOTO ANTARA/Septianda Perdana)

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) E. Aminudin Aziz mengatakan Indonesia akan mendapatkan ancaman kepunahan bahasa daerah yang sangat besar.

Hal tersebut ia katakan berdasarkan pada hasil kajian yang dilakukan badan itu pada 2021, menunjukkan bahwa jumlah bahasa daerah yang rentan bertambah empat bahasa, mengalami kemunduran bertambah 14 bahasa, dan terancam punah bertambah tiga bahasa.

“Artinya bahwa kita akan mendapatkan ancaman kepunahan bahasa daerah kita itu sangat besar. Oleh karena itu, kita perlu melakukan upaya,” kata Aminudin dalam webinar “Menjaga Bahasa Memuliakan Bangsa” secara virtual, di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan sebelumnya pihaknya telah melakukan kajian pada 2019 yang menemukan terdapat 11 bahasa daerah yang punah. Pada kajian tahun 2019 itu pula disebutkan terdapat 27 bahasa daerah yang rentan, 29 bahasa daerah yang mengalami kemunduran, dan 26 bahasa daerah terancam punah.

Sementara itu, bahasa daerah yang dikategorikan masih aman atau masih dipakai oleh semua orang dalam etnik berjumlah 18 bahasa serta yang mengalami kondisi kritis atau dituturkan hanya kelompok masyarakat berusia 40 tahun ke atas sebanyak delapan bahasa.

“Kepunahan ini terjadi terutama karena penutur bahasa tidak lagi menggunakan atau mewariskan bahasa tersebut ke generasi berikutnya,” kata Aminudin.

Menurut Data Pokok Kebahasaan dan Kesastraan, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah yang teridentifikasi. Aminudin mengatakan wilayah Barat memiliki jumlah bahasa daerah yang sedikit, namun penduduknya banyak. Sementara wilayah Timur mempunyai jumlah bahasa daerah yang banyak akan tetapi jumlah penduduknya sedikit.

“Ini berbanding terbalik dan ini tentu saja akan menjadikan upaya untuk melestarikan bahasa-bahasa dan sastra daerah ini menjadi berat kalau melihat fakta seperti ini,” katanya.