Kemenag sebut rektor PTKN satu suara dukung Permendikbud PPKS

id Permendikbud PPKS,Nizar Ali,Kemenag

Kemenag sebut rektor PTKN satu suara dukung Permendikbud PPKS

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nizar Ali. (ANTARA/HO-Kemenag)

Karena ini di level perguruan tinggi, ada Satker masing-masing. Rektor nanti sebagai penanggung jawab di situ. Jadi nanti kalau ada civitas akademika yang dilecehkan, rektor akan bergerak, kata dia

Jakarta (ANTARA) - Sekjen Kementerian Agama Nizar Ali mengatakan semua rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) satu suara dalam mendukung Permendikbud 30/2021 soal Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

"Kalau di Kementerian Agama nggak ada (yang menolak), semua sepakat, mufakat. Mana (yang menolak)? Nggak ada. Full 100 persen satu suara (mendukung Permendikbud)," ujar Nizar Ali di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (11/11).

Menurutnya, Kemenag telah mengirimkan Surat Edaran (SE) tentang dukungan itu kepada seluruh civitas perguruan tinggi dan akan diterapkan di seluruh PTKN sebagai bentuk perlindungan bagi perempuan dari ancaman kekerasan seksual.

"Maka, Kemenag sangat mendukung dan akan menerapkan Permendikbud di seluruh PTKIN dan PTK non-Islam," kata dia.

Perihal implementasi dan tindak lanjut SE dukungan tersebut, Nizar mengembalikan pada masing-masing rektor karena memiliki satuan kerja (Satker) dan rektor yang menjadi penanggung jawabnya.

Baca juga: Kemenag sebut tak ada alasan tak mendukung Permendikbud PPKS

"Karena ini di level perguruan tinggi, ada Satker masing-masing. Rektor nanti sebagai penanggung jawab di situ. Jadi nanti kalau ada civitas akademika yang dilecehkan, rektor akan bergerak," kata dia.

Sebelumnya, Nizar menjelaskan Permendikbud tersebut harus dipahami secara utuh dan tidak bisa dilepaskan dari konteks. Permendikbud memberi ruang dan payung bagi para korban kekerasan seksual agar berani berbicara serta dapat mengakomodir hak-haknya apabila menjadi korban.

Permendikbud tersebut, kata dia, memiliki konteks pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, sehingga tidak tepat apabila dikaitkan dengan "pelegalan zina" di lingkungan pendidikan.

"Kalau memahami sebuah regulasi, itu mestinya harus utuh. Tidak boleh lepas konteksnya. Nah konteks ini, di Permendikbud ini adalah konteks untuk pencegahan dan penindakan terhadap pelecehan seksual. Jadi tidak ada di situ kata-kata yang melegalkan zina," kata dia.