Jakarta (ANTARA) - Maskapai Garuda Indonesia mengoptimalkan perawatan pesawat karena pesawat yang terawat dinilai lebih siap menghadapi cuaca yang buruk.
“Kualitas maintenance (pesawat) saya ingin menegaskan harus prima karena dipengaruhi kemampuan maintenancing, kondisinya ready (siap),” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfa Setiaputra dalam webinar yang bertajuk Waspada Cuaca Ekstrem di Transportasi di Jakarta, Selasa.
Irfan mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan jika harus mengubah prosedur operasi standar (SOP) dalam menghadapi cuaca buruk sebab mengedepankan faktor keselamatan.
“Karena menekankan keamanan dan keselamatan sebagai ujung tombak aktivitas dari Garuda selain kondisi biasa kami juga menyiapkan kondisi ekstrem,” katanya.
Untuk itu, dia menyebutkan dua hal yang disiapkan menghadapi cuaca ekstrem, yakni memastikan pesawat diterbangkan dan dirawat sebaik-baiknya dan bisa diterbangkan.
Kendati demikian, lanjut Irfan, keputusan akhir di pilot untuk memutuskan terbang atau tidak apalagi dalam cuaca ekstrem.
“Kasus kecil wiper enggak jalan, pilot bilang enggak bisa terbang dan ganti pesawat sehingga delay (terlambat),” ujarnya.
Ia menambahkan pihaknya juga memastikan operator di bandara memahami manualnya dan dipastikan memiliki kewaspadaan tinggi yang memungkinkan secara 24 jam memonitor sehingga bisa diantisipasi sebaik-baiknya.
“SOP penerbangan sendiri cuaca BMKG diperoleh setiap hari. Jadi BMKG mitra kita dan mendapatkan informasi penerbangan terakhir. Dan beberapa saat sebelum penerbangan terjadi. Untuk memastikan informasi terakhir yang kami peroleh, Kami lakukan untuk memastikan pesawat yang diterbangkan siap dan personel terlibat. Apa yang perlu dipersiapkan. Informasi yang kita peroleh menunda penerbangan jika diperlukan. Prakiraan kondisi cuaca bagaimana," katanya.
"Meminta informasi tersebut bukan hanya cuaca tapi panjang landasan apakah tercukupi genangan air dan memberikan informasi terkait turbulensi. Terakhir pilot punya kewenangan penuh apakah pendaratan dilakukan sesuai direncanakan atau divert (dialihkan)."
Ia mengatakan kendala cuaca yang paling sering adalah curah hujan tinggi, sehingga menyulitkan pilot karena mengganggu jarak pandang.
Selain cuaca hujan, Irfan menyebutkan kendala lain, yakni semburan abu vulkanik yang bisa menyebabkan penundaan penerbangan hingga beberapa hari kemudian, sebab abu vulkanik berpotensi merusak mesin.
“Kalau hujan masih bisa sikapi dengan menunggu. Penumpang bisa mengetahui khususnya mendarat kondisi cuaca di lokasi pendaratan. Abu ini pengaruhnya ke mesin pesawat juga,” ujarnya.
Ia juga memastikan seluruh informasi tersampaikan kepada calon penumpang, sehingga apabila terjadi kendala cuaca, penumpang berhak tahu dan mengambil langkah selanjutnya.