Kerumunan massa HUT Gereja Kingmi diselidiki polisi

id Polisi Mimika selidik kerumunan massa

Kerumunan massa HUT Gereja Kingmi diselidiki polisi

Massa membludak tanpa mematuhi protokol kesehatan saat menghadiri acara peringatan ke-82 tahun Pekabaran Injil Gereja Kingmi memasuki wilayah Pegunungan Tengah Papua bertempat di Gereja Kingmi Mile 32, Timika pada Rabu (13/1/2021). (ANTARA/Evarianus Supar)

Timika (ANTARA) - Jajaran Satuan Reserse dan Kriminal Polres Mimika, Papua, hingga kini masih menyelidiki dugaan pelanggaran hukum terkait kerumunan massa yang menghadiri peringatan ke-82 tahun Pekabaran Injil Gereja Kingmi masuk wilayah Pegunungan Tengah Papua pada Rabu (13/1) lalu.

Kasat Reskrim Polres Mimika AKP Hermanto di Timika, Rabu, mengatakan jajarannya akan meminta keterangan dari sejumlah pihak, termasuk Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Mimika.

"Rencananya esok kami akan meminta keterangan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika," kata Hermanto.

Menurut dia, penyelidikan soal kerumunan massa yang menghadiri peringatan ke-82 tahun Gereja Kingmi masuk wilayah Pegunungan Tengah Papua yang dipusatkan di pelataran Gereja Kingmi Mile 32, Jalan Agimuga, Distrik Kuala Kencana itu berdasarkan laporan dari sejumlah pihak.

Video kegiatan itu juga telah diunggah ke saluran chanel Youtube oleh seseorang dengan akronim 'Nusantara 2'.

"Yang jelas, itu kan kegiatan keagamaan. Kalau di Jakarta dan beberapa daerah lain di Indonesia saat ini memang sedang diterapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Tapi kalau di Mimika, sekarang diterapkan AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru). Apakah dengan status AKB itu bisa diterapkan UU Kekarantinaan Kesehatan. Itu yang sementara kami sedang dalami," jelas Hermanto.

Sejauh ini penyidik Polres Mimika telah meminta keterangan dari sejumlah pihak, terutama para pelapor atau pengadu.

"Pengadunya rata-rata melihat gambar dari video yang beredar, ada juga yang hadir saat pelaksanaan kegiatan itu. Kami juga sudah mintai keterangan dari pihak Sekretariat Satgas COVID-19 Mimika," ujar Hermanto.

Bupati Mimika Eltinus Omaleng beberapa waktu lalu telah melakukan klarifikasi terkait kehadirannya saat kegiatan peringatan ke-82 Gereja Kingmi masuk di wilayah Pegunungan Tengah Papua itu.

Bupati Omaleng mengaku semula dirinya sebetulnya enggan menghadiri acara tersebut.

"Saya sebetulnya tidak mau hadir. Lalu ada orang-orang komentar banyak bahwa bupati yang buat peraturan melarang orang kumpul-kumpul, tahu-tahu bikin acara besar-besaran," ujar Omaleng.

Terhadap kritikan publik itu, Bupati Omaleng mengaku sudah terus-menerus mengimbau warga terutama masyarakat asli Papua untuk selalu mematuhi protokol kesehatan dalam hal menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

"Masyarakat Papua itu beda dengan masyarakat yang lain. Hampir setiap minggu saya beri kesaksian di gereja soal penyakit COVID-19, tapi baru sekitar 50 persen yang mengerti, sementara sisanya mereka tidak mau mengerti, bahkan tidak mau tahu," katanya.

Dalam berbagai pertemuan dengan warga, terutama orang asli Papua, Bupati Omaleng mengisahkan pengalamannya terpapar COVID-19 pada akhir November hingga pertengahan Desember 2020 lalu.

"Saya ceritakan pengalaman saya kepada mereka. Saya sakit COVID-19 hampir mau mati. Saya tidak mau apa yang menimpa saya terjadi pada orang lain. Setiap minggu saya berdiri di gereja memberikan kesaksian. Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan itu bisa menggugah hati mereka," katanya.

Sebelum acara peringatan Pekabaran Ijil Gereja Kingmi masuk wilayah Pegunungan Tengah Papua itu dimulai, katanya, panitia telah membagikan masker kepada warga atau jemaat yang akan menghadiri acara tersebut.

Namun dalam praktik, hampir sebagian besar jemaat yang hadir tidak menggunakan masker.

"Kita bagikan masker untuk masyarakat yang hadir di sana, tapi mereka tidak mau pakai, bahkan buang atau masukan dalam noken. Yang jadi soal, masyarakat Papua sering mengatakan bahwa COVID-19 itu bukan penyakit mereka, tapi penyakit orang non Papua. Sikap mental yang seperti itu tentu jadi masalah," ujar Bupati Omaleng.

Dalam kenyataan, katanya, COVID-19 bisa menular kepada siapa saja, tidak memandang suku, ras dan warna kulit.

"Buktinya sudah beberapa orang Amungme meninggal karena COVID-19. Ada dua orang harus dikuburkan di Jakarta. Keluarganya datang menemui saya meminta pesawat untuk membawa pulang jenazah ke Timika, tapi saya tidak layani karena dia meninggal akibat COVID-19 sehingga terpaksa harus dikuburkan di Jakarta," jelas Bupati Omaleng.

Pendekatan kepada warga asli Papua agar benar-benar taat dan mematuhi protokol kesehatan dalam rangka pencegahan COVID-19 menurut Bupati Omaleng tidak akan mempan jika dilakukan dengan cara yang kasar atau melalui sosialisasi secara formal, namun harus dilakukan secara persuasif.

"Sampai sekarang bisa dilihat di Gereja-gereja Kingmi di Timika, semua orang yang datang beribadah tidak ada yang pakai masker. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk kita bagaimana mengajak mereka untuk sadar akan bahaya COVID-19," katanya.