Lebanon hadapi risiko krisis pangan

id lebanon,hassan diab,krisis pangan,krisis ekonomi,krisis covid-19,pandemi,wabah,virus corona

Lebanon hadapi risiko krisis pangan

Bocah lelaki pengungsi Suriah melihat keluar tenda, saat Lebanon memperpanjang masa karantina untuk mencegah penyebaran virus corona (COVID-19) di kamp pengungsian Suriah di lembah Bekaa, Libanon, Kamis (7/5/2020). Gambar diambil 7 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Ali Hashisho/AWW/djo

Beirut (ANTARA) - Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab memperingatkan bahwa negara itu menghadapi risiko krisis pangan dan banyak masyarakat yang dalam waktu dekat mungkin kesulitan untuk membeli roti karena kondisi keuangan yang buruk serta dampak dari pandemi COVID-19.

"Sekali Lebanon, negeri produsen makanan untuk kawasan Mediterania Timur, menghadapi kesulitan luar biasa yang tidak tampak terbayangkan pada satu dekade silam: risiko krisis pangan besar," kata Diab dalam tulisannya di Washington Post.

"Beberapa pekan lalu, Lebanon menyaksikan 'demonstrasi akibat kelaparan' yang pertama kali terjadi. Banyak warga Lebanon telah berhenti membeli daging, buah, dan sayuran, dan mungkin akan segera kesulitan untuk sekadar membeli roti."

Dalam tulisannya itu, Diab juga memperingatkan tentang keadaan darurat ketahanan pangan global yang dipicu krisis COVID-19.

Dia menyebut upaya untuk membatasi ekspor makanan harus ditolak dan menyeru kepada Amerika Serikat serta Uni Eropa agar menyiapkan dana darurat untuk membantu negara kawasan Timur Tengah menghindari krisis yang parah.

Jika tidak, dia menulis, "kelaparan mungkin akan memicu arus migrasi ke Eropa yang kemudian bisa memunculkan ketidakstabilan di kawasan."

Lebanon sudah mengalami krisis bahkan sebelum muncul pandemi. Nilai mata uang negara itu merosot hingga lebih dari setengah sejak Oktober tahun lalu di tengah kekurangan likuiditas mata uang; inflasi dan pengangguran juga melonjak. Negara itu bahkan mengalami gagal bayar nasional pada Maret lalu.

Sejak awal 2020, harga pangan impor di Lebanon naik dua kali lipat, tulis Diab. Sementara lebih dari setengah pasokan pangan di negara itu adalah hasil impor.

Sebanyak 80 persen stok gandum Lebanon dipasok dari Ukraina dan Rusia, namun bulan lalu Rusia menangguhkan ekspor gandum, sedangkan Ukraina juga tengah mempertimbangkan langkah serupa.

Diab, yang menjabat mulai awal tahun ini dengan dukungan dari Hizbullah--kelompok politik Syiah yang disokong Iran--serta sekutunya, juga menyalahkan kesalahan penanganan urusan politik selama beberapa dekade ke belakang dan korupsi atas kurangnya investasi pada pertanian.

Pandemi COVID-19 disertai karantina wilayah telah "secara hebat memperparah krisis ekonomi dan mengganggu rantai pasok pangan."

Sumber: Reuters