"New normal" picu perilaku turis eksplorasi wisata baru ?

id asosiasi,periaku turis,new normal

"New normal" picu perilaku turis eksplorasi wisata baru ?

Ilustrasi - Pengunjung berada di kawasan wisata alam Danau Tangkas, Desa Tanjung Lanjut, Sekernan, Muarojambi, Jambi. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Sales Travel Indonesia atau Asati menilai terjadi pergeseran perilaku wisatawan  yang cenderung lebih suka mengeksplorasi destinasi wisata baru melalui kecanggihan teknologi informasi dalam kondisi normal baru atau new normal pascapandemi COVID-19.

"Tahun ini, akan penuh dengan eksplorasi mengingat kemajuan teknologi bisa membantu wisatawan menjelajahi berbagai tempat untuk berlibur," ujar Ketua Umum Asati Syukri Machmud dalam seminar daring di Jakarta, Sabtu.

Syukri mengatakan bahwa saat ini wisatawan lebih suka mengadakan perjalanan secara individu atau keluarga kecil berjumlah empat orang, artinya tidak lagi bersifat kuantitas atau dalam jumlah besar, namun lebih kepada kualitas.

Salah satu alasannya, lanjut dia, saat ini sudah terdapat kemajuan teknologi yang akan membuat para wisatawan melakukan perencanaan perjalanan secara mandiri.

"Peluang ini betul-betul harus diambil dan kita harus betul-betul menguasai teknologi informasi," katanya.

Sebelumnya, Dosen Ekonomi Islam Universitas Padjadjaran Ikram Nur Muharam menilai sebuah kondisi new normal atau kebiasaan baru setelah pandemi Corona akan mengubah industri wisata.

Menurut dia, pada kondisi normal yang baru itu, orang-orang masih senang berlibur dan berwisata, namun sejumlah prosedur akan berubah.

Ikram menjelaskan sejumlah prosedur, misalnya di bandara dan pesawat terbang sebelum melakukan take off, kebersihan dan kesehatan akan lebih ketat untuk dijalankan.

Kemudian, industri perhotelan juga mungkin akan menerapkan sistem self check-in dan self service kepada konsumen dengan tetap memerhatikan higienitas.

Hal yang sama juga terjadi pada restoran yang akan meningkatkan standar higienitasnya, mengingat hal tersebut yang paling diperhatikan oleh konsumen.

Jumlah wisatawan juga ada kemungkinan untuk dibatasi karena dampak overtourism dan kaitannya dengan keberlanjutan lingkungan (sustainability) yang mulai dirasakan oleh masyarakat, terutama setelah adanya pandemi COVID-19 ini.