Siswa MAN Kudus ciptakan beras analog dari buah laut
Kudus (ANTARA) - Tiga siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, berhasil membuat beras analog sebagai pengganti makanan alternatif untuk beras yang dibuat dengan memanfaatkan bahan makanan, seperti buah laut atau lamun, tepung jagung dan mocaf serta aman dikonsumsi untuk penderita diabetes.
Atas temuan beras analog dari bahan-bahan di alam tersebut, ketiga pelajar MAN 1 Kudus tersebut meraih medali perunggu pada kompetisi Intellectual Property Invention, Innovation and Technology Exposition (IPITEX) 2020 di Bangkok, Thailand.
Kepala MAN 1 Kudus Suhamto di Kudus, Selasa mengatakan lomba inovasi yang diselenggarakan International Invention Innovation Competition in Canada tersebut, berlangsung tanggal 2-6 Februari 2019.
Ketiga pelajar pembuat beras analog memanfaatkan buah laut tersebut, yakni Indra Faizatun Nisa, Novilla Dwi Candra, dan Alfi Fatimatuz Zahro, siswa kelas XI MIPA dengan guru pembimbing Nurul Khotimah.
Suhamto mengaku bersyukur ketiga anak didiknya itu berhasil mempersembahkan medali perunggu di ajang bergengsi di Bangkok, Thailand.
Terlebih lagi, lanjut dia, jumlah pesertanya mencapai 514 peserta dari 21 negara di dunia, namun ketiga anak didiknya berhasil menyabet medali perunggu.
"Nantinya, temuan mereka bisa didaftarkan hak patennya. Jika memungkinkan juga akan dikembangkan lagi agar lebih bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama penderita diabetes, serta bisa menangkal radikal bebas," ujarnya.
Novilla Dwi Candra didampingi dua temannya mengungkapkan pembuatan beras analog tidak sulit karena bahan yang dibutuhkan berupa tepung mocaf, jagung, dan buah lamun yang semuanya dibentuk dalam bentuk bubuk.
Khusus buah lamun, kata dia, diperoleh dari nelayan di Kabupaten Jepara, kemudian dibuat tepung sebelum dimanfaatkan sebagai bahan beras analog.
Untuk menghasilkan 2 kilogram beras analog, kata dia, dibutuhkan waktu 30 menit, sedangkan pencetakannya menjadi butiran kecil, seperti beras, harus ke Purwodadi karena terdapat alat tersebut. Dalam melakukan uji coba, dibuat empat jenis komposisi bahan yang berbeda guna mengetahui kandungan antioksidan yang tertinggi.
Hasilnya, kata dia, dengan komposisi 7:3:1 untuk tepung buah lamun, mocaf dan jagung mendapatkan antioksidan tertinggi 80,52 persen.
Untuk menguji kandungan beras analog tersebut, kata dia, dilakukan di laboratorium milik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Beras analog yang diberi label atau merek "Arass" tersebut, untuk ukuran kemasan 800 gram dijual dengan harga Rp25.000, sedangkan kemasan 250 gram dijual dengan harga Rp7.000.
Metode memasaknya, nasi analog tidak jauh berbeda dengan nasi biasa, tetapi warnanya tidak seputih beras dari beras asli. Selain itu, beras analog tidak perlu dicuci saat hendak dimasak.
Atas temuan beras analog dari bahan-bahan di alam tersebut, ketiga pelajar MAN 1 Kudus tersebut meraih medali perunggu pada kompetisi Intellectual Property Invention, Innovation and Technology Exposition (IPITEX) 2020 di Bangkok, Thailand.
Kepala MAN 1 Kudus Suhamto di Kudus, Selasa mengatakan lomba inovasi yang diselenggarakan International Invention Innovation Competition in Canada tersebut, berlangsung tanggal 2-6 Februari 2019.
Ketiga pelajar pembuat beras analog memanfaatkan buah laut tersebut, yakni Indra Faizatun Nisa, Novilla Dwi Candra, dan Alfi Fatimatuz Zahro, siswa kelas XI MIPA dengan guru pembimbing Nurul Khotimah.
Suhamto mengaku bersyukur ketiga anak didiknya itu berhasil mempersembahkan medali perunggu di ajang bergengsi di Bangkok, Thailand.
Terlebih lagi, lanjut dia, jumlah pesertanya mencapai 514 peserta dari 21 negara di dunia, namun ketiga anak didiknya berhasil menyabet medali perunggu.
"Nantinya, temuan mereka bisa didaftarkan hak patennya. Jika memungkinkan juga akan dikembangkan lagi agar lebih bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama penderita diabetes, serta bisa menangkal radikal bebas," ujarnya.
Novilla Dwi Candra didampingi dua temannya mengungkapkan pembuatan beras analog tidak sulit karena bahan yang dibutuhkan berupa tepung mocaf, jagung, dan buah lamun yang semuanya dibentuk dalam bentuk bubuk.
Khusus buah lamun, kata dia, diperoleh dari nelayan di Kabupaten Jepara, kemudian dibuat tepung sebelum dimanfaatkan sebagai bahan beras analog.
Untuk menghasilkan 2 kilogram beras analog, kata dia, dibutuhkan waktu 30 menit, sedangkan pencetakannya menjadi butiran kecil, seperti beras, harus ke Purwodadi karena terdapat alat tersebut. Dalam melakukan uji coba, dibuat empat jenis komposisi bahan yang berbeda guna mengetahui kandungan antioksidan yang tertinggi.
Hasilnya, kata dia, dengan komposisi 7:3:1 untuk tepung buah lamun, mocaf dan jagung mendapatkan antioksidan tertinggi 80,52 persen.
Untuk menguji kandungan beras analog tersebut, kata dia, dilakukan di laboratorium milik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Beras analog yang diberi label atau merek "Arass" tersebut, untuk ukuran kemasan 800 gram dijual dengan harga Rp25.000, sedangkan kemasan 250 gram dijual dengan harga Rp7.000.
Metode memasaknya, nasi analog tidak jauh berbeda dengan nasi biasa, tetapi warnanya tidak seputih beras dari beras asli. Selain itu, beras analog tidak perlu dicuci saat hendak dimasak.