Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Siti Nurbaya Bakar mengatakan jumlah titik panas (hotspot) atau titik panas yang tersebar di sejumlah daerah berkurang drastis jika dibandingkan data satu minggu terakhir.
"Sudah menurun jauh, data per hari ini ada 600 titik panas padahal minggu lalu mencapai angka tiga hingga empat ribu," kata dia di Jakarta, Rabu.
Dari 600 titik panas tersebut, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) merupakan daerah paling dominan dibandingkan wilayah lainnya. Turun drastisnya angka titik panas itu juga dipengaruhi oleh penerapan teknologi modifikasi cuaca selama satu minggu terakhir.
Penerapan teknologi modifikasi cuaca tersebut bekerja sama dengan Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) serta Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPBT) untuk membuat hujan buatan.
Terkait titik panas yang masih dominan di Sumsel, KLHK telah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat agar persoalan itu mendapat perhatian serius. Selain itu, Dirjen penegakan hukum beserta Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) diminta segera mendata perusahaan swasta yang terlibat.
"Pihak swasta ini harus bekerja juga, kalau tidak mereka bisa kena," katanya.
Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut juga memastikan semua perusahaan yang wilayah konsesinya terbakar wajib disegel. Setelah itu pemerintah akan mengidentifikasi langkah selanjutnya.
Masih adanya wilayah konsesi yang kembali terbakar pada 2019, Siti Nurbaya menduga kuat banyak perusahaan tidak membangun menara pantau sehingga kebakaran tidak diketahui.
Terkait perkembangan jumlah perusahaan yang telah disegel, Siti membenarkan sudah melebihi 62 korporasi baik dalam negeri maupun dari Singapura dan Malaysia. Namun, untuk angka pasti belum diketahui.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya menjaga komitmen dari seluruh pihak untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) agar tidak mengeluarkan biaya lebih banyak lagi.
"Pencegahan itu lebih efektif. Pencegahan itu tidak membutuhkan biaya banyak. Lebih efektif. Tapi kalau sudah kejadian seperti yang kita lihat sekarang ini, sudah kerja yang luar biasa (sulitnya)," kata Jokowi.*