LPSK: Anak laki-laki dominasi korban pelecehan seksual

id ketua lpsk, abdul haris semendawai, pelecehan seksual, anak laki-laki

LPSK: Anak laki-laki dominasi korban pelecehan seksual

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (ANTARA/Wahyu Putro A)

korban dari satu kasus pelecehan seksual pun bisa lebih dari satu, kata Abdul Haris

Jakarta (Antaranews Lampung) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban melaporkan jumlah anak korban berjenis kelamin laki-laki makin banyak.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Kamis (1/2), mengatakan korban dari satu kasus pelecehan seksual pun bisa lebih dari satu.

Contoh pada kasus di Tangerang dengan pelaku W alias Babe, yang korbannya mencapai 43 orang. Kemudian di Jakarta Timur yang korbannya berjumlah 16 orang dan masih banyak kasus lainnya.

"Muncul pertanyaan, bagaimana dengan masyarakat di sekitar lingkungan korban, bagaimana peran mereka," ujar Semendawai.

Semendawai menyoroti banyaknya anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Dari pemberitaan di media massa, untuk bulan Januari saja, jumlah anak korban kekerasan seksual bisa lebih dari 100 orang yang tersebar di beberapa daerah.

"Itu yang terpantau. Masih banyak kasus lainnya. Makin banyak anak yang menjadi korban. Rata-rata mereka takut untuk melaporkan kejadian yang menimpanya," kata dia.

Selain takut, kesulitan dalam pengungkapan tindak pidana kekerasan seksual anak antara lain disebabkan orang tua yang tidak mendukung anaknya mengungkap kejadian yang dialaminya, sulitnya pembuktian, kurangnya keberpihakan penyidik terhadap korban, rasa malu pada diri korban, trauma dan kurangnya dukungan dari lingkungan di sekitar korban.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto mengatakan angka kasus kekerasan pada Januari 2018 sudah terjadi puluhan.

Adapun motif dari kasus kekerasan seksual ini ada beberapa hal, antara lain karena faktor ekonomi, dendam maupun dorongan seksual tinggi.

Sedangkan jika berbicara mengenai ciri-ciri pelaku, jelas Susanto, sulit untuk mengetahuinya, dari kajian KPAI, tidak ada ciri khusus pelaku seksual anak, baik dari warna kulit, pendidikan atau profesi.

"Yang bisa kita lakukan adalah memantau anak-anak kita, dimana pun, kapan pun," kata dia.

Sementara itu Psikolog Kassandra Putranto menilai kekerasan seksual anak ini bagai fenomena gunung es, yang tampak hanya bagian puncaknya saja, sedangkan di bawahnya sulit terdeteksi.

Dia juga menyoroti beberapa kelemahan dalam penanganan korban. Salah satunya layanan bagi korban yang tidak berkesinambungan.

"Korban kekerasan seksual membutuhkan waktu pemulihan yang tidak sebentar dan harus berkelanjutan," kata Kassandra.

Pada beberapa kasus, ungkap dia, ada trauma yang diderita korban yang menarik dikaji. Sebagai contoh, ada korban yang justru senang dengan pelaku karena pelaku diakui lebih menyayangi mereka.

"Tanpa sadar kadang orang tua yang membuka peluang pelaku kekerasan seksual mendekat. Bahkan, pelaku rela menunggu korban sampai orang tua mereka lengah," kata dia.