Menyikapi Kekecewaan Jepang

id Menyikapi Kekecewaan Jepang, Jepang Kalah Tender Kereta Cepat, Tiongkok Menangkan KA Cepat, IB Ilham Malik

Karena jika dibandingkan dengan Filipina dan Malaysia, apalagi negara kecil lainnya yang tergabung dalam ASEAN, hanya Indonesia yang memiliki posisi kuat dan berpotensi menjadi negara yang sangat berpengaruh di Asia.
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Keluhan Ketua Majelis Tinggi dan Majelis Rendah Jepang terkait dengan terpilihnya proposal Tiongkok (China) dalam pembangunan Megaproyek Indonesia yaitu pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung pada saat kunjungan Delegasi DPR RI Indonesia yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Setya Novanto yang didampingi oleh Dubes RI untukJepang (Selasa, 10/11/2015), menunjukkan betapa kasus kalahnya Jepang dalam tender pembangunan proyek tersebut sangat serius disikapi oleh Negara Jepang.

Karena itu, kunjungan delegasi DPR RI yang didampingi kedutaan RI di Jepang ini sangatlah strategis karena Indonesia memang tetap perlu menjaga harmoni hubungan yang selama ini sudah ada antara Indonesia dan Jepang.

Meskipun keputusan soal kereta cepat ini sudah diambil Pemerintah Indonesia yaitu menetapkan Tiongkok/China sebagai pemenangnya, namun Indonesia perlu menunjukkan bahwa kehadiran Jepang dan kerja sama antara Indonesia dan Jepang dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia sangatlah perlu diteruskan dan dikembangkan di masa yang akan datang.

Karena itu, terkait dengan kekalahan Jepang dalam pembangunan infrastruktur KA cepat ini tidaklah perlu menjadi masalah panjang bagi Jepang. Dan untuk meyakinkan Jepang terkait dengan hal itu, selain melakukan kunjungan, Indonesia juga perlu membeberkan beberapa megaproyek lain yang dibutuhkan Indonesia. Dan dipersilakan padanegara lain terutama Jepang untuk berinvestasi secara khusus pada megaproyek tertentu.

Tentu saja, sangatlah wajar jika Jepang sebagai negara yang telah banyak membantu Indonesia, merasa kecewa ketika mereka kalah dalam tender pembangunan megaproyek KA cepat ini. Sebab, KA Cepat Jakarta-Bandung ini bukanlah saja megaproyek bagi Indonesia, namun bagi Jepang juga adalah sebuah proyek mercusuar dan bisa dijadikan salah satu ikon investasi dan dukungan Jepang dalam pembangunan infrastruktur Indonesia.

Kalahnya Jepang sebagai sebuah negara maju dan memiliki pengalaman panjang dalam membangun dan mengoperasikan KA cepat yang hampir nihil kasus kecelakaan jika dibandingkan dengan negara lain, tentu saja membuat Jepang bertanya secara wajar terkait dengan alasan kalahnya mereka dalam megaproyek ini.
Sayangnya, dalam mengambil keputusan siapa pihak pemenang tender untuk membangun KA cepat ini, pertimbangannya tidaklah saja diambil berdasarkan pertimbangan teknis. Namun lebih banyak pada keputusan nonteknisnya. Karena itu, alat ukur kalahnya Jepang ini akhirnya menjadi multiperspektif dan bisa menimbulkan perdebatan yang tidak berkesudahan. Apalagi jika dikaitkan dengan masalah ekonomi politik praktis (kekuasaan), misalnya demikian.

Ada hal yang perlu disadari bahwa masih ada banyak infrastruktur yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan rakyatnya sejahtera. Khusus untuk infrastruktur transportasi saja, Indonesia masih membutuhkan investasi yang teramat sangat besar. Apalagi jika ditambah dengan kebutuhan infrastruktur energi, telekomunikasi, air besih, sanitasi dan persampahan, pendidikan, dan kesehatan. Masih ada banyak proyek yang harus segera dibangun oleh Indonesia. Dan semenjak keterpurukan Indonesia pada 1998, baru sejak 2004 Indonesia memulai kembali membenahi infrastruktur. Dan jika membandingkan kondisi Indonesia dengan kondisi infrastruktur di negara lain, menempatkan Indonesia pada posisi yang semakin tertinggal karena sepanjang 1998--2004 tidak mampu membangun infrastruktur karena perhatian terkuras pada gonjang-ganjing politik.

Pemerintahan SBY (2004--2014) yang dilanjutkan oleh pemerintahan Jokowi saat ini, sedang terus menerus mengupayakan mengejar ketertinggalan infrastruktur yang akan menempatkan Indonesia pada posisi ekonomi yang lebih kuat. Keberhasilan SBY menempatkan Indonesia dalam 16 besar negara dengan ekonomi terkuat dunia (sejak tergabung dalam G20), harus mampu memupuk kepercayaan diri bangsa ini. Apalagi pemerintahan Jokowi saat ini juga mengupayakan percepatan pembangunan tersebut agar Indonesia bisa semakin tinggi peringkat ekonominya yang akan membawa pada kesejahteraan rakyat Indonesia.
Jepang punya sejarah panjang membantu Indonesia membangun infrastruktur bangsa ini.

Sudah sejak puluhan tahun yang lalu, melalui berbagai skema bantuan pembangunan, Jepang berupaya membantu Indonesia menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Melalui JICA dan beberapa lembaga lainnya, Jepang menegaskan betapa Indonesia dianggap sebagai sahabat dan bahkan saudara yang perlu dibangun bersama agar bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Karena Jepang menyadari, hanya Indonesia sebagai negara besar dan kuat yang akan menyokong kepentingan Jepang di masa yang akan datang.

Karena jika dibandingkan dengan Filipina dan Malaysia, apalagi negara kecil lainnya yang tergabung dalam ASEAN, hanya Indonesia yang memiliki posisi kuat dan berpotensi menjadi negara yang sangat berpengaruh di Asia.

Karena itu, Jepang tentu saja menganggap bahwa Jepang harus menjadi bagian penting dalam pembangunan di Indonesia agar di masa yang akan datang, Jepang mendapatkan sokongan kuat dari Indonesia atas seluruh kepentingan politiknya di dunia. Apalagi Jepang juga melihat bahwa posisi dan pengaruh Indonesia, tanpa adanya campur tangan Jepang, sudah sedemikian kuatnya. Tentu saja Jepang berkeinginan agar Indonesia di masa yang akan datang akan menempatkan Jepang sebagai benar-benar mitra strategis sebagaimana Jepang saat ini menganggap Indonesia sebagai mitra strategisnya.

Apalagi pernyataan Presiden Jokowi bahwa pada saat ini orientasi pembangunan di negeri ini adalah Indonesia Sentris, tidak lagi Jawa Sentris, semakin memperkuat sinyalemen pada seluruh investor dan negara donor, terutama Jepang, bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan bersama Indonesia di masa yang akan datang. Bahwa saat ini Jepang sudah terkalahkan pada tender pembangunan KA cepat Jakarta-Bandung, Indonesia perlu mengingatkan Jepang bahwa Jepang bisa berkontribusi pada pembangunan infrastruktur di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Terutama pada Pulau Sumatera.

Ada yang perlu dipertimbangkan bahwa perspektif pembangunan saat ini adalah: Jawa adalah Pulau Masa Lalu, Sumatera adalah Pulau Masa Kini, dan Kalimantan-Sulawesi adalah Pulau Masa Depan. Karena setiap pembangunan pulau selalu ada masanya, Jawa kini masuk fase pembangunan peningkatan kualitas pembangunan. Sementara Sumatera baru memulai pembangunannya. Karena itu, peluang investasi kini sebenarnya ada di Sumatera. Jika para investor dan negara donor memahaminya, seperti halnya yang seharusnya Jepang rasakan, terpilihnya Tiongkok/China pada proyek pembangunan KA Cepat Jakarta-Bandung bukanlah hal yang perlu diratapi. Jepang, perlu dan harus masuk ke proyek lain. Dan seluruh sumberdaya Indonesia, terutama para pelajar Indonesia yang saat ini ada di Jepang, tentu saja siap untuk menyokong kerja sama pembangunan antara Indonesia dan Jepang tersebut.

*IB Ilham Malik, Mahasiswa PhD di Kitakyushu University Jepang melalui Monbukagakusho MEXT 2015. Ketua 1 Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang.