Jaring Penangkap Ikan Termahal

id susi, menkop, dkp, nelayan

Harga jaring di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara,"
Jakarta, (ANTARA Lampung) - Tingkat harga jaring penangkap ikan yang digunakan oleh nelayan tradisional dinilai merupakan yang termahal di negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara.
        
"Harga jaring di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara," kata Susi Pudjiastuti dalam rapat kerja Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin.
      
Menurut Susi, harga jaring perikanan di Tanah Air sangat mahal, bahkan harga jaring di Indonesia bisa mencapai empat kali lipat lebih besar dibandingkan dengan harga jaring di Singapura.
        
Ia memaparkan, mahalnya harga tersebut antara lain karena nilon (bahan baku pembuat jaring) ternyata termasuk ke dalam kategori tekstil yang dilindungi dan diproteksi, sehingga diterapkan bea masuk yang cukup tinggi.
        
Menteri Kelautan dan Perikanan mempertanyakan mengapa nilon sebagai pembentuk bahan baku jaring bisa disamakan dengan nilon untuk bahan tekstil pakaian.
        
Untuk itu, Susi mengemukakan bahwa hal tersebut hanya karena ketidaktahuan, sehingga berbagai pihak terkait seperti Kementerian Perdaganan harus duduk bersama guna membahas hal tersebut.
        
Apalagi, ia mengingatkan bahwa di Indonesia hanya terdapat satu perusahaan produksi jaring yang cukup kuat, yaitu yang terdapat di daerah Cirebon, Jawa Barat.
        
Dengan harga yang mahal dan sedikit yang memproduksi di dalam negeri, maka hal tersebut dinilai membuat kalangan nelayan menangkap dengan alat-alat seperti portas dan dinamit.
        
Selain terkait dengan impor nilon untuk jaring, Susi juga menyorot besarnya penerapan tarif impor dari sejumlah negara sasaran ekspor, terutama terhadap dua komoditas perikanan nasional yang penting, yaitu tuna dan udang.
        
"Saya berteriak impor produk baik tuna maupun udang karena saya anggap itu bisnis UMKM yang berkaitan dengan nelayan yang bisnisnya masih marjinal," ujarnya.
        
Sedangkan terkait dengan pembatasan komoditas lobster untuk diekspor, ia mengemukakan bahwa pihaknya pada bulan Mei atau Juni bakal membeli bibit lobster asal Lombok.
        
Beragam bibit itu, ujar dia, akan diberikan untuk distok di kawasan perairan Samudera, namun diharapkan setelah itu mereka bakal menjadi pembudi daya lobster dan tidak lagi menjual bibit.
        
Sementara terkait pemberantasan pencurian ikan, Menteri Susi mengklaim bahwa upaya yang dilakukan selama ini telah menyelamatkan minimal satu juta ton ikan dari kawasan perairan Indonesia.
        
Selain itu, terjadinya deflasi beberapa waktu lalu juga dikatakan merupakan hasil kontribusi dari gencarnya pemberantasan pencurian ikan.
        
"Semua kita lakukan dan tentu saja kita tidak boleh berhenti. Bila berhenti, maka kapal-kapal asing itu kembali merajalela dan mengambil hasil lautan kita," tukasnya.
        
Susi menegaskan, pihaknya bergabung dengan Kabinet Kerja adalah untuk menyumbangkan pengalaman dan pemikiran untuk memajukan Indonesia menjadi hebat di sektor kelautan dan perikanan.