Bandarlampung (ANTARA) - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah menjadi harapan besar untuk meningkatkan gizi anak sekolah di seluruh Indonesia.
Di Provinsi Lampung, program ini mulai digerakkan melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) — dapur komunitas yang menyiapkan ribuan porsi makanan sehat setiap hari.
Namun, di balik semangat besar ini muncul pertanyaan penting: dari mana bahan pangan lokal bergizi tinggi akan disuplai secara berkelanjutan?
Sebuah penelitian terbaru dari Politeknik Negeri Lampung (Polinela) menemukan bahwa jamur merang yang dibudidayakan di atas tandan kosong kelapa sawit (tankos) berpotensi menjadi bahan pangan strategis untuk mendukung MBG.
Selain bernilai gizi tinggi, jamur ini juga ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah sawit yang selama ini belum termanfaatkan optimal.
Dari Limbah Sawit Jadi Pangan Bergizi
Tankos atau empty fruit bunches (EFB) merupakan sisa hasil pengolahan buah kelapa sawit yang jumlahnya melimpah di Lampung. Biasanya, bahan ini hanya dibuang atau dibakar, sehingga menimbulkan masalah lingkungan.
Padahal, dengan teknologi tepat, tankos bisa diubah menjadi media tanam jamur merang (Volvariella volvacea) — sumber protein nabati yang lezat, rendah lemak, dan digemari berbagai kalangan usia.
Menurut Prof Dr Sarono, dosen Teknologi Pertanian Polinela, yang memimpin penelitian: “Pemanfaatan tankos sebagai media tanam tidak hanya mengurangi limbah sawit, tetapi juga membuka peluang baru untuk produksi pangan sehat berbasis kearifan lokal.”
Menu Favorit Anak Sekolah: Capcay dan Tumis Jamur Merang
Hasil kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa dua menu jamur yang paling disukai dan sesuai dengan konsep gizi seimbang MBG adalah capcay jamur merang dan tumis jamur merang.
Menu lain seperti nugget, bakso, atau sosis jamur ternyata kurang diminati. “Anak-anak lebih suka sayur segar yang sederhana, seperti capcay atau tumisan. Teksturnya lembut, rasanya gurih alami, dan tidak terlalu berminyak,” ujar Sri Astuti, dosen Ekonomi dan Bisnis Polinela yang juga anggota tim.
Dari hasil uji komposisi resep, kebutuhan jamur merang segar untuk capcay MBG berkisar 51,5-67,3 gram per porsi, sementara untuk tumis jamur merang mencapai 66,2-78,0 gram per porsi. Dengan rata-rata 3.500 porsi per dapur MBG, kebutuhan jamur di Lampung diproyeksikan akan melonjak seiring bertambahnya jumlah dapur.
Kebutuhan Mencapai 150 Ton Per Bulan
Hingga Maret 2025, sudah ada 34 dapur MBG aktif di Lampung, dan jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 139 dapur pada akhir 2025. Jika seluruh dapur tersebut beroperasi, kebutuhan jamur merang untuk menu MBG akan mencapai 75-98 ton per bulan untuk capcay, dan 129-152 ton per bulan untuk tumis jamur.
Angka ini menunjukkan bahwa permintaan jamur merang bisa menyentuh lebih dari 150 ton per bulan, hanya untuk satu provinsi. Jumlah ini belum termasuk kebutuhan rumah tangga, restoran, dan pasar umum. Artinya, peluang bagi petani jamur di Lampung terbuka sangat lebar.
Produksi Berbasis Tankos: Solusi Pangan dan Lingkungan
Selain dari sisi gizi, pendekatan berbasis tankos juga menjawab tantangan keberlanjutan. Produksi jamur merang konvensional biasanya menggunakan jerami padi, yang ketersediaannya terbatas dan bersaing dengan kebutuhan pupuk organik. Sebaliknya, tankos sawit tersedia melimpah sepanjang tahun dan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan.
“Dengan teknologi pengomposan sederhana, tankos bisa menjadi media tumbuh jamur yang produktif,” ujar Supriyanto, dosen Budi Daya Tanaman Perkebunan Polinela. “Kami juga menemukan bahwa hasil jamur dari tankos tidak kalah kualitasnya dibanding media jerami,” katanya pula.
Menggerakkan Ekonomi Desa
Penerapan teknologi jamur merang tankos tak hanya berperan dalam pemenuhan gizi anak sekolah, tetapi juga membuka lapangan kerja baru di desa. Model kemitraan antara SPPG, petani jamur, dan koperasi pangan memungkinkan terbentuknya rantai pasok lokal yang mandiri, dari bahan baku hingga distribusi pangan MBG.
Salah satu pelaku lapangan, Bayu Murti dari P4S Bumi Alam Purba, Lampung Timur, menyebut bahwa produksi jamur tankos kini mulai dilirik petani muda. “Kami sudah memulai pelatihan untuk kelompok tani, dan hasilnya menjanjikan. Tankos yang tadinya jadi limbah, sekarang jadi sumber pendapatan,” ujarnya.
Menata Masa Depan Gizi dan Ketahanan Pangan Lampung
Temuan ini menegaskan pentingnya perencanaan terpadu antara sektor pendidikan, pertanian, dan kesehatan. Jika produksi jamur merang tankos dapat ditingkatkan, Lampung bukan hanya akan menjadi provinsi percontohan MBG, tetapi juga model ekonomi sirkular yang mengubah limbah menjadi gizi.
“Program MBG tidak boleh hanya dilihat sebagai kegiatan bagi-bagi makanan,” kata Sarono. “Ia harus menjadi penggerak ekonomi lokal dan inovasi teknologi pangan berkelanjutan,” ujarnya lagi.
Dengan riset dan kolaborasi yang terus dikembangkan, jamur merang tankos bisa menjadi simbol baru pangan bergizi, ramah lingkungan, dan berbasis rakyat — dari Lampung untuk Indonesia.