Jakarta (ANTARA) - Penerapan rekomendasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait kebijakan "free to air" atau siaran gratis bagi Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) dinilai sejumlah pakar dapat mengatasi fenomena ketidakadilan dalam industri media nasional.
Pakar komunikasi dari Universitas Negeri Riau, Suyanto dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyatakan ada kecenderungan ketidakadilan industri media dalam menyebarkan informasi ke seluruh negeri dan lebih mengutamakan kepentingan bisnis dan politik.
"Celakanya mengenyampingkan kepentingan pendidikan, kebutuhan informasi dan lain-lain," kata Suyanto.
Baca juga: KPI segera upayakan aturan pengawasan konten digital
Ia juga menyatakan sepakat dengan rekomendasi KPI terkait free to air atau siaran gratis untuk kepentingan kalangan masyarakat di daerah yang belum terpapar informasi dari stasiun TV swasta.
Menurut dia, hal itu pula penyebab sebagian masyarakat menjadi seakan-akan "brutal" akan informasi dengan mencari media alternatif seperti media sosial sebagai sumber utama.
Untuk itu, ujar dia, kebijakan KPI sudah seharusnya didukung, serta sepatutnya KPI dan lembaga lain perlu memperjuangkan hak-hak rakyat dalam memperoleh informasi.
Sebelumnya, penerapan free to air atau siaran gratis oleh Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) dinilai sejumlah akademisi dapat mendorong pemerataan informasi hingga ke wilayah perbatasan yang saat ini masih belum terjangkau pemancar tv swasta.
"Dengan adanya program tersebut dapat membantu kepentingan masyarakat di wilayah ekonomi kurang maju dan wilayah perbatasan untuk memperoleh informasi serta dapat memperluas bisnis mereka," kata Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas, Elva Ronaning Roem.
Baca juga: KPI sampaikan sikap resmi soal wacana pengawasan Netflix dan YouTube
Elva mengutarakan keprihatinannya karena masih banyaknya warga masyarakat yang belum bisa menikmati layanan tv swasta free to air. Ia juga sangat mendukung keputusan KPI dalam rakornas KPI pada tahun 2019 yang merekomendasikan penerapan siaran gratis di lembaga penyiaran berlangganan.
Selain itu, ujar dia, pemerintah juga diharapkan dapat mendorong pemerataan informasi melalui program yang inovatif dari pemerintah daerah untuk kepentingan wilayah ekonomi kurang maju dan perbatasan agar dapat membendung informasi dari negara lain.
Sebagaimana diketahui, KPI se-Indonesia dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pada tanggal 1-2 April tahun 2019, telah bersikap dan telah mengeluarkan rekomendasi bahwa program siaran free to air gratis di Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau Hisam Setiawan menyatakan bahwa sikap KPI ini karena KPI sedang menjaga kepentingan masyarakat di wilayah ekonomi kurang maju dan wilayah perbatasan yang hanya bisa mengakses siaran tv swasta menggunakan perangkat parabola dan berlangganan TV kabel.
"TV-TV swasta free to air banyak yang belum membangun pemancar terestrial di wilayah wilayah tersebut, karena secara bisnis kurang menguntungkan," ujarnya.
Pakar komunikasi dari Universitas Negeri Riau, Suyanto dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyatakan ada kecenderungan ketidakadilan industri media dalam menyebarkan informasi ke seluruh negeri dan lebih mengutamakan kepentingan bisnis dan politik.
"Celakanya mengenyampingkan kepentingan pendidikan, kebutuhan informasi dan lain-lain," kata Suyanto.
Baca juga: KPI segera upayakan aturan pengawasan konten digital
Ia juga menyatakan sepakat dengan rekomendasi KPI terkait free to air atau siaran gratis untuk kepentingan kalangan masyarakat di daerah yang belum terpapar informasi dari stasiun TV swasta.
Menurut dia, hal itu pula penyebab sebagian masyarakat menjadi seakan-akan "brutal" akan informasi dengan mencari media alternatif seperti media sosial sebagai sumber utama.
Untuk itu, ujar dia, kebijakan KPI sudah seharusnya didukung, serta sepatutnya KPI dan lembaga lain perlu memperjuangkan hak-hak rakyat dalam memperoleh informasi.
Sebelumnya, penerapan free to air atau siaran gratis oleh Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) dinilai sejumlah akademisi dapat mendorong pemerataan informasi hingga ke wilayah perbatasan yang saat ini masih belum terjangkau pemancar tv swasta.
"Dengan adanya program tersebut dapat membantu kepentingan masyarakat di wilayah ekonomi kurang maju dan wilayah perbatasan untuk memperoleh informasi serta dapat memperluas bisnis mereka," kata Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas, Elva Ronaning Roem.
Baca juga: KPI sampaikan sikap resmi soal wacana pengawasan Netflix dan YouTube
Elva mengutarakan keprihatinannya karena masih banyaknya warga masyarakat yang belum bisa menikmati layanan tv swasta free to air. Ia juga sangat mendukung keputusan KPI dalam rakornas KPI pada tahun 2019 yang merekomendasikan penerapan siaran gratis di lembaga penyiaran berlangganan.
Selain itu, ujar dia, pemerintah juga diharapkan dapat mendorong pemerataan informasi melalui program yang inovatif dari pemerintah daerah untuk kepentingan wilayah ekonomi kurang maju dan perbatasan agar dapat membendung informasi dari negara lain.
Sebagaimana diketahui, KPI se-Indonesia dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pada tanggal 1-2 April tahun 2019, telah bersikap dan telah mengeluarkan rekomendasi bahwa program siaran free to air gratis di Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau Hisam Setiawan menyatakan bahwa sikap KPI ini karena KPI sedang menjaga kepentingan masyarakat di wilayah ekonomi kurang maju dan wilayah perbatasan yang hanya bisa mengakses siaran tv swasta menggunakan perangkat parabola dan berlangganan TV kabel.
"TV-TV swasta free to air banyak yang belum membangun pemancar terestrial di wilayah wilayah tersebut, karena secara bisnis kurang menguntungkan," ujarnya.