Fenomena "rojali" justru dongkrak omzet F&B di pusat perbelanjaan

id Hippindo,Rojali,toko ritel,f&b,mal

Fenomena "rojali" justru dongkrak omzet F&B di pusat perbelanjaan

Warga memilih produk saat belanja di salah satu industri ritel di Cinunuk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/1/2025). Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) mengungkapkan di tahun normal sektor ritel Indonesia dapat tumbuh sekitar 5 hingga 10 persen, tetapi banyaknya tantangan yang dihadapi, seperti kenaikan PPN, biaya operasional meningkat, dan kesulitan dalam pasokan barang, proyeksi pertumbuhan sektor ritel Indonesia di tahun 2025 diperkirakan akan berada di bawah angka perumbuhan tersebut. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/YU (ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)

Karena nongkrong pasti lihat minuman makanan beli. Kan enggak mungkin duduk enggak beli

Jakarta (ANTARA) - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengatakan fenomena “rombongan jarang beli" alias rojali, ketika pengunjung pusat perbelanjaan lebih banyak melihat daripada berbelanja, membuat omzet bisnis minuman dan makanan (F&B) naik 5–10 persen.

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menyebut fenomena “rojali” ini sebagai berkah bagi sektor F&B di tengah pergeseran perilaku konsumen yang cenderung berbelanja daring.

"Karena nongkrong pasti lihat minuman makanan beli. Kan enggak mungkin duduk enggak beli," ujar Budihardjo dalam acara Hari Retail Modern Indonesia di Jakarta, Rabu.

Senada dengan Budihardjo, Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan Septo Soepriyatno menjelaskan fenomena “rojali” ini telah muncul sejak pandemi COVID-19.

Masyarakat mengalami perubahan perilaku; setelah terbiasa di rumah, mereka mulai mencari kepuasan interaksi sosial di luar.

Melihat fenomena tersebut, Septo mengatakan konsep pusat perbelanjaan pun berevolusi. Mal kini tidak lagi sekadar tempat belanja, tetapi juga berfungsi sebagai ruang rekreasi, hiburan, pengalaman, dan interaksi sosial.

"Contoh adalah Plaza Semanggi, sudah berubah menjadi Plaza Nusantara. Konsepnya berubah total. Mereka menciptakan ruang-ruang yang memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk berinteraksi. Nah itu yang sangat diperlukan sekarang," kata Septo.

Menurut Septo, meskipun pengunjung Rojali mungkin tidak langsung membeli produk fesyen di toko, mereka seringkali memanfaatkan toko sebagai showrooming untuk melihat barang secara langsung sebelum akhirnya membeli secara daring.

Ia menyebut para peritel pun telah beradaptasi dengan memanfaatkan model omnichannel, yakni menjual produk baik di toko fisik maupun secara daring.

"Sebenarnya secara keseluruhan, omset pedagang naik. Tetapi memang ada pergeseran, ada yang (menjual) online. Ini informasi yang kami dapat dari para pengusaha,” katanya.

Baca juga: Pemerintah kucurkan stimulus Rp24,44 triliun untuk jaga daya beli

Baca juga: Gubernur Lampung sebut daya beli masyarakat terjaga di Lebaran 2025

Baca juga: Wamendag sebut operasi pasar sukses jaga daya beli masyarakat

Pewarta :
Editor : Hisar Sitanggang
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.