Jakarta (ANTARA) - NSC Olimpyskiy, Kiev, Ukraina, 26 Mei 2018, Real Madrid dan Liverpool bertemu untuk kedua kalinya pada partai puncak kompetisi tingkat klub paling bergengsi di Eropa.
Sekira 37 tahun sebelumnya, Liverpool berjaya mengalahkan Real Madrid untuk trofi Piala Champions (menjadi Liga Champions sejak 1992-93) ketiga mereka dalam kurun waktu lima tahun.
Di Kiev kejayaan itu menjadi milik Real Madrid, yang berhasil memetik kemenangan meyakinkan 3-1 atas Liverpool.
Kecuali gol Karim Benzema memanfaatkan bola muntah sundulan Cristiano Ronaldo yang dianulir karena offside dan aksi gemilang Keylor Navas menyelamatkan gawang Real Madrid dari tembakan mendatar Trent Alexander-Arnold, babak pertama final lebih banyak diwarnai kekhawatiran kedua tim karena cedera.
Salah lebih dulu meninggalkan lapangan pada menit ke-31 karena cedera lengan, diikuti bek Real Madrid Dani Carvajal yang mengalami masalah hamstring enam menit berselang jadi sorotan babak pertama yang berakhir dengan skor kacamata.
Tembakan Isco yang berakhir membentur mistar gawang Liverpool mengawali peluang di babak kedua, tapi momentum tampak mengarah ke kubu Real Madrid sebab pada menit ke-51 mereka sukses membuka keunggulan buah insiden memalukan yang melibatkan kiper Loris Karius.
Kiper asal Jerman itu secara gegabah terburu-buru melempar bola yang kemudian mengenai kaki kanan Benzema di hadapannya, sebelum si kulit bundar bersarang ke dalam gawang Liverpool.
Keunggulan itu tak bertahan lama sebab empat menit kemudian Sadio Mane dengan cermat menyontek bola sundulan Dejan Lovren dalam situasi sepak pojok demi menyamakan kedudukan 1-1.
Masuknya Gareth Bale pada menit ke-61 menggantikan Isco menjadi adegan krusial lain final ini, sebab dua menit merumput bintang asal Wales itu mencetak gol spektakuler saat menyambut umpan silang Marcelo dengan tendangan salto yang bersarang ke pojok kanan gawang Liverpool merestorasi keunggulan Real Madrid.
Upaya Liverpool membalas berakhir dengan bola tembakan Mane membentur tiang gawang padahal sudah tak terjangkau Navas, sebaliknya peluang Ronaldo digagalkan oleh jegalan tepat waktu Andy Robertson.
Mental para pemain Liverpool dihempaskan ke bumi tujuh menit sebelum bubaran normal, ketika tembakan jarak jauh Bale gagal diantisipasi oleh Karius yang membuat bola tergelincir dari tangkapannya dan berakhir masuk ke gawang menjadi gol ketiga pengunci kemenangan Real Madrid.
Yang pahit dan yang manis adalah bagian mutlak dari sebuah final, apalagi kompetisi sekelas Liga Champions. Dan Kiev 2018 sudah memiliki kisah pahit manis itu, sesuatu yang patut dinantikan dari pertemuan ketiga Real Madrid dan Liverpool nanti.
Stade de France, Prancis, 28 Mei 2022 nanti jelas akan jadi panggung yang berakhir pahit sekaligus manis. Entah siapa yang mendapat manis dan siapa beroleh pahit nantinya.Yang pahit
Kedatangan Liverpool ke final Liga Champions 2017-18 di Kiev menjadi satu pijakan penting dalam proyek kebangkitan salah satu tim tersukses Inggris itu di bawah arahan Juergen Klopp.
Musim dingin 2018 Klopp mendatangkan salah satu kepingan terpenting proyeknya untuk menambal kerapuhan lini pertahanan Liverpool dengan menggaet Virgil van Dijk yang kala itu memecahkan rekor transfer bek termahal di dunia.
Kehadiran Van Dijk di lini belakang kala itu diyakini bisa mengimbangi ketajaman barisan penyerang Liverpool yang dihuni trio Mohamed Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane.
Lini depan Liverpool begitu subur, dua kali membukukan kemenangan 7-0 di fase penyisihan Grup E sekali di kandang NK Maribor dan yang lainnya saat menjamu Spartak Moskow.
Torehan subur 23 gol pada fase grup berlanjut di babak gugur, di mana mereka mengemas 17 gol lagi dalam perjalanan menuju final yang tak pelak menjadi modal kepercayaan diri nan besar dalam upaya mendongkel hegemoni Real Madrid di dua musim sebelumnya.
Sayangnya, perjalanan Liverpool di Liga Champions 2017-18 harus berakhir dengan pil pahit.
Pil pahit pertama harus ditelan para pendukung Liverpool ketika Salah lengan kanannya dipiting jatuh oleh Sergio Ramos pada menit ke-25.
Salah berusaha tetap bermain, tapi hantaman keras lengan kirinya dengan permukaan lapangan saat dipiting Ramos menyisakan rasa sakit yang memaksanya meninggalkan lapangan dengan derai air mata lima menit kemudian.
Pil pahit kedua yang menohok kerongkongan suporter Liverpool adalah insiden memalukan yang melibatkan Karius.
Bersaing dengan Simon Mignolet memperebutkan tempat utama di bawah mistar gawang Liverpool nyaris sepanjang musim 2017-18, kepercayaan dari Klopp berakhir jadi bumerang sebab Karius melakukan dua blunder fatal.
Derai air mata dan gestur sarat permohonan maaf yang diarahkan Karius ke suporter Liverpool selepas peluit bubaran tak cukup menyelamatkannya dari keputusan Klopp memecahkan rekor transfer untuk mendatangkan Alisson Becker yang membuktikan banderol 66,8 juta poundsterling bukanlah harga yang terlalu mahal.
Klopp juga tak lepas dari pil pahit yang secara khusus diarahkan untuknya selepas final Kiev 2018. Sebab itu menjadi final ketiganya di Eropa setelah Liga Champions 2012-13 dan Liga Europa 2015-16 di mana tak satu pun berhasil dimenanginya, membuat Klopp identik sebagai spesialis runner-up.
Segala yang pahit dari Kiev 2018 sudah berhasil diobati oleh Klopp dan Liverpool dengan menjuarai Liga Champions semusim berselang, begitu juga menyudahi paceklik gelar Liga Premier Inggris lebih dari tiga dasawarsa.
Itu semua tentu tidak akan mengurangi ambisi Liverpool atau setidaknya Salah untuk membalaskan kesumat Kiev 2018 di Stade de France akhir pekan nanti.
Derai air mata di Kiev empat tahun lalu cukup untuk menggerakkan bibir Salah mengucap Real Madrid, ketika ditanya siapa lawan yang ingin dihadapi setelah Liverpool lebih awal melangkah ke final Liga Champions musim ini.
"Saya ingin menghadapi Madrid. Kami kalah dalam final melawan mereka, jadi saya ingin menghadapi mereka dan semoga juga menang melawan mereka," kata Salah kepada BT Sports selepas kemenangan atas Villarreal dalam leg kedua semifinal pada 3 Mei 2022.
Yang manis
Sementara Liverpool mendarat di Kiev dengan angan-angan mendapat pijakan untuk kebangkitan masa keemasan mereka, Real Madrid tiba sebagai juara bertahan Liga Champions dua musim beruntun dan tiga kali merajai kompetisi itu dalam kurun waktu empat tahun.
Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, dan Gareth Bale menghiasi lini depan Real Madrid yang begitu mewahnya, sedangkan sang kapten Sergio Ramos menjadi poros utama kepercayaan sang manajer Zinedine Zidane.
Empat nama itu menjadi bagian dari sederet pemain yang begitu identik dari penampilan Real Madrid di dua final sebelumnya. Bahkan Ronaldo, Benzema, Bale, dan Ramos juga turut ambil bagian ketika Real Madrid melampaui garis La Decima di bawah arahan Carlo Ancelotti pada 2014.
Real Madrid mungkin tak sesubur Liverpool dalam perjalanan mereka menuju Kiev, tetapi modal yang dimiliki Los Blancos jauh lebih berharga karena pengalaman tiga final sebelumnya boleh jadi masih segar dalam ingatan Ronaldo dkk.
Ketika Dani Carvajal harus ditarik keluar saat babak pertama belum berlangsung penuh, Real Madrid punya pelajaran dari final 2014 bahwa pertandingan belum usai sebelum peluit tanda bubaran berbunyi.
Saat bola tembakan Isco membentur mistar gawang, Real Madrid bisa berkaca sulitnya mereka meruntuhkan solidnya penampilan kiper Atletico Madrid Jan Oblak pada final 2014 hingga Ramos mampu menyamakan kedudukan pada menit tambahan babak kedua.
Maka, ketika ada sedikit celah kecerobohan dilakukan oleh Loris Karius, Benzema dengan cermat menyergap laju lemparan bola dan memantulkannya ke gawang Liverpool untuk membuka keunggulan Real Madrid dengan manis.
Lantas saat Sadio Mane bisa membalas, Bale dengan cermat menemukan ruang kecil di dalam kotak penalti untuk mencetak tendangan salto nan spektakuler yang tak kalah manis untuk merestorasi keunggulan Real Madrid.
Sementara ketika Bale melepaskan tembakan spekulasi dari jarak jauh dan Karius melakukan blunder berikutnya, Real Madrid mengecap buah manis perjuangan mereka lagi di Kiev untuk mengangkat trofi paling bergengsi Eropa ke-13 itu.
Zidane menahbiskan dirinya sebagai pelatih pertama yang bisa menjuarai Liga Champions tiga musim beruntun adalah buah manis lainnya yang tentu dinikmati bersama segenap skuad Real Madrid.
Benzema jelas masih merasakan kecap manis dari Kiev 2018 dan ia bisa menjadikannya senjata ampuh untuk mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan di Stade de France nanti.
Seperti kisah-kisah final Liga Champions lainnya, pahit dan manis adalah bagian mutlak yang nanti juga pasti akan terjadi di Stade de France. Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang membawa pulang pengalaman manis, dan siapa yang berakhir dengan sekantung pil pahit.