Jakarta (ANTARA) - Lembaga riset berbasis apliksdi android, Populix menyebutkan mayoritas masyarakat percaya program vaksinasi yang digencarkan pemerintah dapat mencegah penularan virus COVID-19.
CEO Populix, Timothy Astandu melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, menuturkan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam penanganan COVID-19 telah menunjukkan hasil positif.
Hal itu terlihat dari kasus COVID-19 yang sudah pada posisi jauh lebih baik dibanding tiga bulan yang lalu, serta cakupan vaksinasi dan turunnya "level" pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) telah memberikan angin segar bagi perekonomian nasional yang mulai bangkit kembali.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Populix mengenai “Economy Bounce Back After the 2nd Curve/ Kebangkitan Ekonomi Setelah Gelombang Kedua” terhadap 1.031 responden (> 50 persen adalah warga DKI Jakarta) menunjukkan, bahwa 70 persen mayoritas responden percaya bahwa vaksinasi dapat mencegah penularan virus.
Oleh karena itu, masyarakat pun menyetujui (sebesar 30 persen sangat setuju dan 36 persen menyatakan setuju) diterapkan penegakan vaksinasi bagi pengunjung mal.
Dari hasil survei yang diikuti oleh mayoritas kalangan pekerja (70 persen) dengan tingkat pendidikan sarjana (41 persen) ini, memperlihatkan bahwa rata-rata responden (>50 persen) memiliki kepercayaan diri untuk mengunjungi pusat perbelanjaan setelah diterapkannya kebijakan PPKM. Mereka dengan range usia 46-55 tahun adalah yang memiliki tingkat kepercayaan diri paling tinggi (64 persen) dengan penerapan kebijakan pemerintah tersebut.
Riset Populix yang dilakukan secara online ini juga menemukan bahwa lebih dari 60 persen responden mengaku sudah berencana untuk menikmati makan di restoran bersama anggota keluarga setelah kebijakan PPKM dilepas, dengan 90 persen responden memilih restoran Indonesia sebagai tujuan utama.
Minat besar masyarakat untuk menikmati makan di restoran juga ditunjukkan dengan anggaran yang disiapkan. Sebesar 33 persen responden mengaku akan menyiapkan dana sebesar Rp250.000 hingga Rp500.000 untuk setiap kali makan di restoran.
Selain itu, pandemi COVID-19 memberikan dampak besar pada sektor ekonomi dan juga sosial, termasuk terhadap anak-anak. Sistem pembelajaran jarak jauh yang diterapkan oleh pemerintah di masa pandemi telah memberikan dampak positif dan juga negatif kepada para siswa.
Riset Populix menemukan dampak positif dari pembelajaran jarak jauh, yaitu 58 persen mengatakan bahwa pembelajaran dengan cara baru ini menjadikan anak-anak dapat beradaptasi dengan berbagai aplikasi pembelajaran online, dan anak-anak menjadi tahu bahwa informasi tidak hanya berasal dari buku saja (57 persen). Sementara, dampak negatif yang utama dari pembelajaran online adalah anak-anak kesulitan dalam berkonsentrasi (86 persen) dan kurangnya ketrampilan sosial (73 persen).
Meski terdapat kekhawatiran mengenai dampak jangka panjang pembelajaran daring seperti kesulitan adaptasi, kesehatan mental, dan kualitas pendidikan yang menurun. Namun mayoritas responden merasa percaya diri (20 persen sangat percaya diri dan 31 persen yakin) peserta didik kembali belajar di sekolah.
Untuk mendukung proses belajar jarak jauh, maka sebagian besar responden berpendapat akan perlunya peningkatan fasilitas teknologi di setiap sekolah dan penyediaan internet gratis di seluruh Indonesia.
Jonathan Benhi, Chief Technology Officer (CTO) POPULIX menuturkan terlepas dari berbagai dampak negatif pandemi COVID-19, Populix melihat pandemi ini sebagai salah satu faktor yang akhirnya mendorong anak-anak untuk beradaptasi terhadap teknologi.
Bardasarkan hasil riset, ternyata institusi pendidikan berbasis daring, seperti "Ruang Guru" kini menjadi pilihan para orang tua dalam mendukung proses pembelajaran di masa pandemi. Namun, agar proses belajar mengajar dapat tetap menarik sehingga peserta didik tidak kehilangan konsentrasi, maka tenaga pendidik dituntut untuk lebih inisiatif dan kreatif.