Jakarta (ANTARA) - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) dr Pandu Riono mengatakan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan lebih efektif apabila dilakukan pemerintah secara nasional atau menyeluruh.
"Tapi intensitas penerapan di lapangan bisa bervariasi," kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Sebagai contoh daerah yang mungkin jumlah kasus masih kecil atau sama sekali tidak ada, maka penerapan PSBB bisa dilakukan dulu sampai 50 persen pada tahap awal.
Kemudian, setelah itu secara berkala dilakukan peningkatan bertahap sehingga upaya pemutusan penularan virus corona penyebab COVID-19 di Tanah Air lebih efektif.
Sebenarnya, kata Pandu, penerapan PSBB tersebut tidak perlu menunggu izin Menteri Kesehatan (Menkes) karena memperlambat proses penanganan di masing-masing daerah.
"PSBB ini tidak usah menunggu izin Menkes, lakukan saja," kata dia.
Baca juga: Masih banyak pengendara tak patuhi PSBB di Kota Bogor
Apalagi, ujar Pandu, World Health Organization (WHO) atau badan kesehatan dunia sudah menyatakan Indonesia terburuk di Asia Tenggara.
"Kita itu sudah community transmision. Jadi penularannya sudah meluas di masyarakat," ujarnya.
Oleh sebab itu, kebijakan PSBB secara nasional yang diusulkan tersebut, bertujuan memangkas segala birokrasi guna memastikan efektivitas pemutusan mata rantai virus di masyarakat dapat berjalan.
Pelaksanaan dan pedoman PSBB yang diminta oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupa kajian dan data, dinilainya hanya memperlambat penanganan saja.
"Orang Kemenkes kan sudah punya data," ujarnya.
Saat ini yang perlu dilakukan atau dimaksimalkan masyarakat adalah melakukan PSBB secara baik dan benar. Hal itu bisa dengan cara tidak mudik, tidak berkumpul melebihi lima orang, menggunakan masker saat di luar rumah dan sebagainya sesuai arahan.
Baca juga: Hari pertama PSBB di Bekasi, KRL tetap beroperasi seperti hari biasa