Gadis pengungsi ini berenang untuk hidup, kini bertarung di Olimpiade

id Olimpiade 2016, Perang Suriah dan Irak

Gadis pengungsi ini berenang untuk hidup, kini bertarung di Olimpiade

Yusra Mardini, pengungsi Suriah, lolos seleksi ikut Olimpiade 2016 (youtube)

Pada saat di air, saya ketakutan. Kita tidak tahu apakah akan mati atau selamat
London (Antara/Thomson Reuters Foundation) - Pada tahun lalu, Yusra Mardini, pengungsi dari Suriah, harus berenang untuk menyelamatkan jiwanya ketika perahu tumpangannya rusak dalam perjalanan ke Eropa, dan pada bulan ini, gadis remaja itu akan berenang dalam Olimpiade di Rio.
        
Yusra, anggota regu pengungsi (tim pengungsi pertama untuk olimpiade), berkisah tentang pengalamannya bersama saudarinya, Sara, ketakutan akan mati tenggelam, ketika perahu butut sarat penumpang mulai kemasukan air di Laut Tengah dalam perjalanan menuju Yunani.
        
Dia mulai terjun ke laut seperti sejumlah penumpang lain dan menahan perahu selama tiga jam di air sehingga dapat menyelamatkan 19 orang lain.
        
"Pada saat di air, saya ketakutan. Kita tidak tahu apakah akan mati atau selamat," kata gadis 18 tahun itu dalam rekaman wawancara, yang disiarkan Organisasi Migrasi Internasional (IOM).
        
Mardini akan bertanding pada gaya bebas 100 meter, sebagai bagian dari 10 atlet dalam kelompok pengungsi yang akan ikut berparade dengan membawa bendera Olimpiade pada upacara pembukaan di Brasil, Jumat.
        
"Ketika saya harus berenang untuk nyawa, saya tidak tahu pasti bahwa saya akan berada di tempat saya sekarang ini," kata IOM mengutip pernyataannya.
        
Dua kakak-beradik itu sekarang hidup di Jerman, sejak meninggalkan rumah mereka di ibukota Suriah, Damaskus, yang diamuk perang, setahun lalu menuju Turki.
        
Suatu malam mereka menumpang perahu kecil di pantai Turki bersama 20 orang lain. Jumlah tersebut tiga kali lipat dari daya tampung perahu.
        
"Sebelum naik perahu, orang mengatakan bahwa kamu akan mati," kata Sara kepada IOM dalam wawancara, yang disiarkan pada Senin.
        
"Maka, hal pertama yang saya pikirkan ketika berada di perahu adalah kematian. Kami tidak memikirkan hal lain," katanya.
        
Ratusan orang meninggal ketika menyebrang di Laut Tengah dari Turki ketika mencoba mencapai Eropa dalam pelarian mereka dari konflik dan kekacauan politik di Timur Tengah dan tempat lain.

    
   Dingin
   
Sara, juga perenang, mengatakan kepada saudarinya bahwa apabila kapal tenggelam dalam perjalanan, mereka harus menyelamatkan diri sendiri karena tidak mungkin dapat menyelamatkan orang lain.
        
Namun, ketika mesin kapal berhenti dan perahu mulai tenggelam, mereka tidak bisa membiarkan orang-orang itu tenggelam.
        
"Kami perlu mengurangi beban pada perahu dan tidak ada yang bisa berenang kecuali kami. Pada saat saya pertama masuk ke air, seluruh tubuh saya gemetar seperti saat akan mulai bertanding," katanya.
        
"Pada saat seperti itu, saya merasa bahwa hidup sangat besar dibandingkan dengan diri saya. Seluruh penumpang di atas perahu itu adalah bagian dari saya," katanya.
        
"Saya berpikir bahwa tugas saya adalah melompat ke laut... bila saya meninggalkan mereka, saya akan merasa jahat sepanjang hayat," katanya.
        
Sara menggambarkan ada seorang rekan ayahnya merobek celana panjangnya untuk menolong mengurangi beban agar dia tidak tertarik ke dalam laut.
        
Setelah dua jam berlalu, dia bergelut dengan kelelahan dan menyadari bahwa dia tidak boleh tertidur dan tenggelam.
        
"Hari menjadi semakin gelap dan dingin, angin bertiup dan saya merasa membeku. Saya tidak dapat membuka mata lagi karena dipenuhi air asin," katanya.
        
Akhirnya mereka sampai ke salah satu pulau di Yunani pada tengah malam.
        
Saudarinya, Yusra, mengatakan bahwa ia berharap kisah mereka menjadi ilham bagi orang lain.
        
"Sekarang, kami berlatih dengan sangat keras," katanya.
        
"Saya berpikir ingin membuat orangtua kami merasa bangga dan semua orang mendukung saya," katanya.
        
Remaja itu memiliki tiga impian. "Saya berharap mereka membuka perbatasan bagi pengungsi dan saya bisa mendapat medali Olimpiade serta kampung halaman saya bisa damai kembali," katanya.

Penerjemah : M Dian A