Pembunuhan Albino Marak, Tanzania Larang Perdukunan

id Pembunuhan Albino Marak, Tanzania Larang Perdukunan

Pembunuhan Albino Marak,  Tanzania  Larang Perdukunan

Dalam Bahaya : Seorang gadis penderita albino bermain dengan ibunya di kota Dar es Salaam, Tanzania. Ia dalam bahaya besar dari para pembunuh yang menargetkan para penderita albino hanya untuk mendapatkan bagian tubuhnya. (AFP/Getty Images/www.dailym

Dukun-dukun ini bertanggung jawab atas serangan terhadap penderita albino

Arusha, Tanzania, (Antara/AFP) - Tanzania melarang praktik perdukunan untuk membendung meningkatnya pembunuhan warga penderita albino, yang bagian-bagian tubuhnya dijual untuk ilmu sihir, kata pejabat setempat, Rabu.

Larangan tersebut dibuat menyusul penculikan seorang gadis umur empat tahun pada Desember oleh lelaki bersenjata parang dari rumahnya di kawasan Mwanza utara.

Polisi telah menahan 15 orang, termasuk ayah gadis itu dan dua pamannya, namun ia masih hilang.

"Dukun-dukun ini bertanggung jawab atas serangan terhadap penderita albino," kata juru bicara kementerian dalam negeri Isaac Nantanga kepada AFP, Rabu.

Setidaknya 74 warga albino dibunuh di negara Afrika timur itu sejak tahun 2000, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Setelah serangkaian aksi pembunuhan pada 2009, pemerintah menempatkan anak-anak albino di rumah-rumah khusus untuk melindungi mereka.

Di Tanzania, bagian tubuh albino dijual dengan harga sekitar 600 dolar, dan untuk satu mayat utuh harganya mencapai 75 ribu dolar, sebuah keuntungan besar bagi warga di negara miskin itu.

Selain pelarangan itu, pemerintah juga melancarkan kampanye pendidikan untuk menghentikan pembunuhan tersebut.

"Kami ingin membahas isu penculikan dan pembunuhan warga albino secara tuntas," kata Menteri Dalam Negeri Mathias Chikawe.

Namun demikian, larangan itu tidak mencakup pengobatan tradisional yang menggunakan tumbuh-tumbuhan untuk menyembuhkan warga yang sakit.

Chikawe mengatakan pemerintah dan Masyarakat Albino Tanzania (TAS) pada Selasa sepakat membentuk gugus tugas untuk menjalankan operasi khusus melawan penculikan, penganiayaan dan pembunuhan warga albino.

"Kami menentang mereka yang mengelabui orang-orang dengan mengatakan bahwa mereka akan kaya dengan memiliki mantera, serta peramal dan mereka yang mengedarkan jimat," kata Chikawe.

"Masyarakat harus berkali-kali diberitahu bahwa satu-satunya cara untuk menjadi kaya adalah dengan kerja keras dan tidak memiliki mantera."

Albino --kondisi genetik yang menyebabkan tidak adanya pigmen dalam kulit, rambut, dan mata-- dialami oleh satu dari 1.400 warga Tanzania, kata para pakar.

Di negara-negara Barat, albino dialami oleh satu dari 20 ribu orang.


Serbuan Lintas Batas

Pada Agustus, pakar hak asasi manusia PBB memperingatkan bahwa serangan terhadap albino meningkat menjelang pemilihan umum Tanzania pada Oktober 2015, karena politikus mulai melirik dukun untuk mendapatkan peruntungan.

Penyanyi asal Mali Salif Keita yang juga penderita albino memimpin kampanye internasional melawan praktik perdagangan albino tersebut dan mengharapkan adanya perubahan sikap.

Harian Tanzania Daily News dalam sebuah tajuk rencana awal Januari mengecam praktik perdagangan yang "menjijikkan" itu dan mengatakan bahwa praktik itu telah "memalukan bangsa".

Para penyerang "mengintai orang albino, menerkam mereka, memotong bagian tubuh mereka, dan lari membawanya."

Beberapa tim akan meluncurkan kampanye pendidikan tersebut bulan ini di kawasan utara Tanzania di Geita, Mwanza, Simiyu, Shinyanga dan Tabora, yang terkenal dengan praktik penculikan, penganiayaan dan pembunuhan warga albino.

Ketua TAS untuk wilayah Mwanza, Alfred Kapole, menyambut baik keputusan tersebut namun mengatakan bahwa kampanye harus dilakukan secara nasional untuk memastikan keberhasilannya.

"Dibutuhkan warga dari seluruh negeri untuk kerja sama maksimum," katanya, seraya mengungkapkan keluhan bahwa masih banyak diskriminasi terjadi di negara Afrika timur itu.

"Para politisi memberi janji palsu... mereka tidak serius," imbuh dia.

Anggota parlemen Kenya yang juga menderita albino Isaac Mwaura mengatakan geng Tanzania juga sering melintas perbatasan ke negara tetangga Kenya untuk melakukan penculikan.

"Anda bisa jelas melihat orang-orang dalam politik melakukan ini. Orang akan membunuh penderita albino untuk sesuatu yang mereka yakini sebagai nasib baik, dan itu adalah salah besar," katanya kepada BBC.

"Masalah ini sekarang menjadi masalah regional karena Tanzania tidak mengambil langkah tegas untuk menghentikannya."

Mwaura, yang mengaku memberikan perlindungan untuk dua anak albino Kenya di wilayah perbatasan dengan Tanzania, mengatakan larangan itu merupakan "satu langkah ke arah yang benar, meskipun mungkin tidak cukup."


(Penerjemah/Redaktur : S Haryati/T Mutiasari/Hisar Sitanggang)